Chapter 6 : Hot As Fire

218 38 1
                                    

Ternyata menjadi calon putri mahkota bisa sesibuk ini.

Aku tidak tahu bahwa ada banyak hal yang harus kupelajari dan kupersiapkan sebelum hari pernikahan kami yang akan dilaksanakan sebulan lagi. Meskipun sebenarnya sebagian hal itu sudah kupelajari selama berada di Akademi. Tapi itu hanya hal-hal dasar seperti tata krama kekaisaran, sejarah kekaisaran, dan beberapa bahasa asing. Hal lainnya yang perlu kupelajari ternyata sangat banyak. Ilmu politik, ekonomi, pelajaran pra-nikah, hingga hal-hal absurd seperti cara merangkai bunga hias. Memangnya selama menjadi Putri Mahkota aku akan merangkai bunga hias?

Kepala Pelayan Istana Putri Mahkota menegurku karena aku tidak tidur dengan nyenyak semalam. Kantung mataku terlihat sangat jelas sehingga mereka sulit menutupinya dengan bedak. Memangnya salah siapa aku tidak bisa tidur? Siapa juga yang membiarkan perapian kamarku tidak menyala sepanjang malam? Apa sebaiknya aku mulai mengambil sikap tegas?  Lagi pula, apa pun yang kulakukan mereka akan tetap tidak menyukaiku.

Tidak. Aku harus lebih sabar. Kalau mereka membuat kesalahan lagi, barulah aku akan memberi mereka pelajaran. Sebenarnya membunuh mereka mungkin akan lebih mudah. Tapi bukan itu tujuanku datang ke Istana. Orang yang harus aku bunuh bukan lah para pelayan kurang ajar itu.

"Lady, bukankah ini mantel milik Yang Mulia Putra Mahkota?" Tanya Kepala Pelayan saat sedang merapikan kamarku pagi ini. Aku sengaja membuat kamarku sedikit lebih berantakan dari biasanya agar mereka bekerja lebih keras.

"Benar. Dia meminjamkannya padaku semalam." Jawabku tanpa benar-benar memperhatikan.

"Semalam?"

Ah, benar. Aku seharusnya merahasiakan hal ini. Bukan karena Alexandrite memintaku untuk merahasiakan kebiasaannya yang suka jalan-jalan sendirian di tengah malam, tapi karena itu akan menjadi rahasia kami. Hanya aku yang boleh mengetahui hal itu. Jadi lain kali saat dia berjalan-jalan sendirian lagi di tengah malam, aku akan datang dan membunuhnya tanpa diketahui siapa pun dan mayatnya baru akan ditemukan keesokan harinya.

"Ya. Saat pesta dansa semalam." Jawabku. Aku bahkan tidak terdengar ragu sedikit pun saat mengatakan kebohongan itu. "Tolong cuci bersih dan kembalikan itu ke Istana Putra Mahkota. Dan..."

Aku baru akan mengatakan pada Kepala Pelayan untuk mengambil sapu tangan Alexandrite dari kantung  gaun tidurku untuk dicuci dan dikembalikan juga padanya, tapi aku teringat kembali pada perkataannya. Aku tidak perlu mengembalikannya. Dan entah kenapa, aku memang tidak ingin mengembalikannya.

"Ya, Lady?" Tanya Kepala Pelayan saat aku tidak melanjutkan perkataanku sebelumnya.

"Tidak ada. Itu saja. Katakan bahwa aku berterima kasih pada kebaikan Yang Mulia."

"Akan segera saya laksanakan, Lady." Katanya sambil menunduk hormat padaku.

Bagus. Kalau kau bekerja sebaik ini kan aku jadi tidak perlu repot-repot membunuh pelayan. Ah, aku jadi merindukan para pelayan di Kediaman Lenoir yang tunduk dan patuh pada apa pun yang kuperintahkan dan selalu mengerti apa yang kubutuhkan bahkan sebelum aku mengatakannya. Aku merindukan Sylvia. Kerjanya sangat bagus dan dia sangat patuh. Mungkin aku bisa mengajukan agar pelayanku diambil dari Kediaman Lenoir saja. Bukankah Alexandrite sendiri yang mengatakan bahwa dia akan berusaha membuatku tinggal dengan nyaman selama di Istana? Kalau begitu, seharusnya dia mengizinkannya kan? Aku jadi tidak sabar ingin menemuinya dan meminta agar pelayanku diganti saja.

***

Alexandrite sedang berada di ruang kerjanya siang itu, tampak sangat sibuk dengan tumpukkan kertas di samping kanan dan kirinya. Alisnya bertaut, tampak jauh lebih serius dari biasanya. Beberapa urusan kekaisaran yang mulai dia ambil alih membuatnya semakin tidak memiliki waktu luang.

How To Kill Your Rich HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang