Chapter 8 : A Murder in The Woods

203 36 2
                                    

Keesokan harinya, tubuhku sudah jauh membaik. Bahkan Dokter Istana tampak terkejut saat memeriksa kondisiku pagi itu karena aku sembuh dengan cepat. Tekad kuatku untuk dapat segera menyelesaikan tugasku membuat tubuhku lebih cepat pulih dari yang seharusnya. Atau mungkin itu karena darah monster yang mengalir dalam tubuhku. Mungkin juga karena keduanya.

Alexandrite datang pagi-pagi sekali sebelum dia memulai kesibukannya begitu mendengar berita tentang kesembuhanku dari Dokter Istana. Kali ini dia tampak tidak sekacau kemarin saat aku baru membuka mata. Tapi kantung mata tebal di bawah mata warna-warninya itu masih ada. Paling tidak dia tampak jauh lebih sehat hari ini.

Alexandrite datang bersama para pengawalnya dan asistennya. Dia datang dengan membawakanku bunga. Aku bersyukur sudah menyingkirkan bunga beracun pemberian Devlin kemarin ke tempat tersembunyi. Sepertinya aku mulai terbiasa dengan kebiasaan Alexandrite yang rutin membawakanku bunga setiap hari. Hari ini dia membawakanku satu buket besar bunga mawar putih. Seperti simbol kekaisaran Clairentina.

Aku menerima bunga pemberiannya dan berterima kasih. Dia tersenyum senang saat aku menerimanya dengan penuh suka cita. Aku masih sering bertanya-tanya apakah senyumannya itu benar-benar tulus atau itu hanya senyuman palsu yang dia buat setulus mungkin agar aku luluh padanya.

"Sebenarnya aku ingin menemanimu seharian hari ini, tapi aku harus pergi ke luar kota." Katanya. Ada penyesalan dalam nada suaranya. Alexandrite menoleh ke arah asistennya yang sejak tadi hanya diam dan memasang wajah datar. "Apa aku benar-benar tidak bisa menundanya, Ben?" Tanya Alexandrite pada asistennya.

"Anda sudah menunda perjalanan ini lima kali, Yang Mulia." Jawab Ben, asisten Putra Mahkota.

Alexandrite menghela napas. Tampak jelas tidak ingin pergi. Seandainya dia benar-benar tidak pergi, aku mungkin bisa menghabiskan waktu bersamanya hari ini dan membunuhnya. Aku bisa mengajaknya minum teh seperti yang Devlin katakan padaku. Tapi sepertinya dia benar-benar harus pergi meski dia tidak ingin pergi. Meski aku tidak ingin dia pergi.

"Saya tidak apa-apa, Yang Mulia. Lagi pula hari ini saya akan mengunjungi Istana Ratu, jadi saya akan punya teman mengobrol." Kataku.

Aku memang berencana pergi ke Istana Ratu. Tapi bukan hanya untuk mengobrol dengan Ratu. Aku ingin mencari tahu tentang anak-anak Ratu yang belum pernah kutemui. Juga mencari tahu lebih banyak lagi tentang ibu tiri Alexandrite itu. Ada kemungkinan besar bahwa dia lah yang mengirimkan surat ke kediaman Lenoir untuk membunuh Alexandrite. Jika dugaanku benar, itu artinya Ratu menginginkan takhta Kaisar diteruskan kepada salah satu anaknya. Dan aku bisa mewujudkannya jika Ratu bersedia bekerja sama. Apa pun akan kulakukan agar Alexandrite tidak menjadi Kaisar.

"Istana Ratu? Kenapa?" Alexandrite tampak terkejut lebih dari yang seharusnya. Jika dipikirkan secara logika, bukankah seharusnya merupakan hal yang wajar bagiku untuk mengunjungi calon ibu mertuaku. Meski pun Ratu bukan ibu kandung Alexandrite, tapi karena statusnya di kekaisaran ini adalah Ratu, maka secara hukum dia memang ibunya. Mungkin hubungan Alexandrite dan Ratu memang tidak baik.

"Saya ingin minum teh sambil mengakrabkan diri dengan Baginda Ratu." Jawabku, setenang mungkin.
"Oh..." Komentarnya.

Kurasa alasanku sudah cukup masuk akal baginya. Lagi pula ini bukan pertama kalinya aku minum teh dengan Baginda Ratu. Sebelum aku sakit, aku sudah pernah minum teh dengan Ratu di Istananya, tapi tidak banyak yang kami bicarakan. Tidak. Apakah saat itu kami memang tidak membicarakan apa pun? Aku tidak benar-benar ingat. Jadi kali ini aku berencana untuk lebih aktif lagi mengajaknya bicara. Tapi sepertinya Alexandrite tampak tidak terlalu suka dengan rencanaku untuk pergi ke Istana Ratu.

"Kau yakin?" Tanyanya. Dari raut wajahnya aku tahu dia sebenarnya tidak ingin aku pergi ke sana, tapi di saat yang bersamaan dia tahu dia tidak dapat melarangku menemui Ratu. "Kau tidak harus pergi ke sana jika kau belum benar-benar sembuh. Aku akan pergi ke Istana Ratu menggantikanmu."

How To Kill Your Rich HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang