Chapter 9 : Bloodthirst

172 31 3
                                    

Alexandrite pergi selama berhari-hari. Dan selama berhari-hari itu, aku tidak bertemu dengannya. Bukan tidak dapat bertemu dengannya, aku hanya merenungkan kembali apa yang dikatakan oleh Devlin.

Jika aku telah kehilangan seluruh hal yang membuatku pantas disebut sebagai manusia meski hanya sebagiannya saja, aku mungkin bisa pergi menemukan Alexandrite hanya dengan sebilah pisau belati dan menancapkannya langsung ke jantungnya. Mungkin itu karena aku tidak tinggal di Kediaman Lenoir sejak kecil. Sejak awal yang memiliki bakat adalah Ruby, bukan aku. Itulah sebabnya Ruby sudah tinggal di Kediaman Lenoir sejak kecil. Sedangkan aku tinggal bersama Ibu jauh dari kebengisan khas keluarga ayah kami. Jika Ruby yang menerima tugas ini, mungkin dia sudah berhasil membunuh Alexandrite sejak hari pertama dia datang ke Istana. Atau mungkin juga masalahnya bukan benar-benar ada padaku. Selama ini aku berhasil membunuh para monster. Aku membantai mereka semua. Karena mereka adalah ancaman untuk kaum manusia. Ancaman bagi mereka yang lebih lemah. Mereka terlalu kuat dan mengerikan sehingga aku dapat dengan santainya membunuh mereka tanpa melibatkan rasa kemanusiaanku. Karena mereka monster, bukan manusia.

Di sisi lain, sejak awal Alexandrite memperlakukanku dengan sangat baik. Dia mungkin manusia paling baik yang pernah kutemui selain Ibu dan Ruby. Bahkan meskipun itu hanya kepura-puraan, paling tidak dia berusaha untuk bersikap dan terlihat baik di mataku sehingga aku tidak bisa membencinya. Aku tahu, membunuhnya bukan berarti membencinya. Tugas ini seharusnya tidak melibatkan perasaan apa pun. Oleh karena itu, aku harus menghilangkan hal-hal yang menghambat tugasku ini.

"Kau masih memikirkannya?" Tanya Kevin.

"Apa?"

"Awas! Di belakangmu!"

Tanpa berbalik atau menoleh ke belakang, aku segera mengayunkan pedangku dengan cepat. Darah berwarna hitam gelap menciprati gaun tidurku dan seluruh tubuhku dari ujung rambut hingga ujung kaki. Tapi kepala makhluk itu sudah terpisah dari tubuhnya. Itu adalah kepala werewolf.

Benar, begini rasanya. Perasaan lega, bebas dan bersemangat ini yang kurindukan. Perasaan saat ujung pedangku berhasil merenggut nyawa siapa pun yang ada di hadapannya. Rasa berkuasa penuh atas nyawa seseorang atau sesuatu, seolah tidak ada yang dapat mengalahkanku. Aku hampir melupakan rasa ini.

"Kau tahu, kau terlihat aneh saat tersenyum seperti itu." Komentar Kevin. Dia sejak tadi hanya menontonku membantai para monster ini dari atas pohon. Pohon itu cukup tinggi sehingga kucing biasa seharusnya tidak dapat memanjat sampai ke atas sana. Tapi Kevin bukan kucing biasa.

"Aku tersenyum?"

"Kau pasti senang sekali sampai tidak sadar kalau kau baru saja tersenyum lebar dengan wajah penuh darah persis seperti psikopat."

Benar. Aku senang sekali.

Sudah berapa lama aku tidak keluar dengan bebas seperti ini dan membantai para monster di daerah perbatasan?

Sebelumnya aku merasa stres dan tertekan. Upacara pernikahan semakin dekat, Alexandrite pergi entah ke mana, Devlin terus mendesakku dan aku sepertinya terlalu lama berada di Istana dikelilingi oleh manusia-manusia normal sehingga aku kehilangan jati diriku sebagai salah satu anak dari keluarga Lenoir. Jadi aku memutuskan untuk pergi ke daerah perbatasan saat semua orang sudah tertidur. Berkat bantuan Sylvia dan Kevin, aku bisa mengelabui para penjaga di Istana dan mencuri kuda Istana untuk pergi ke tempat ini. Aku mencoba melakukan apa yang biasa dilakukan oleh Devlin. Berburu. Tapi kali ini aku berburu monster di perbatasan. Dan ternyata rasanya benar-benar menyenangkan.

"Kau melihat sesuatu?" tanyaku pada Kevin.

Malam ini Kevin bertugas untuk mencarikanku monster dengan berada di tempat yang sangat tinggi. Sementara Sylvia bertugas untuk mencatat skorku untuk dilaporkan ke Kediaman Lenoir. Aku juga membebaskan Sylvia untuk menghisap darah hewan atau halfing yang kutangkap untuk memuaskan dahaganya. Bagaimana pun Sylvia adalah makhluk setengah vampir. Meski hanya sedikit, ada bagian dalam dirinya yang menginginkan darah. Berbeda dengan vampir, makhluk seperti Sylvia dan pelayan lainnya di keluarga kami dapat mengenyangkan perut mereka dengan memakan makanan manusia. Tapi ada saat-saat tertentu mereka harus menghisap darah layaknya vampir. Mereka juga membutuhkan darah untuk bertahan hidup. Dan aku tidak mau Sylvia menghisap darah para manusia itu di Istana jika aku mengabaikan dahaganya.

How To Kill Your Rich HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang