Part 44 || Lelah

15 6 0
                                    

"Puas bunda bikin hubungan Fino hancur? Puas?" tanya Fino pada ibunya dengan nada tinggi.

Ibunya duduk di sofa dengan tatapan hampa. Apa yang telah dia perbuat pada kehidupan anaknya. Dia salah karena telah memaksa anaknya agar menikah dengan sesuai pilihannya nanti. Dia hanya tidak ingin kehidupan anaknya seperti dirinya. Tapi nyatanya, dia salah melakukan ini semua.

"Trisha udah capek sama bunda yang hancurin kehidupan abang. Trisha capek sama semuanya. Trisha minta tolong kali ini sama bunda. Jangan maksa bang Fino lagi," mohon Trisha sambil duduk di sebelah ibunya.

"Puas kamu hancurin kehidupan anak kamu? Udah sadar sama kesalahan yang kamu buat? Sadar sekarang?" tanya mantan suaminya mendesak pada mantan istrinya itu.

Ibu Fino melirik tiga orang yang ada di hadapannya. Dia sadar sekarang akan kesalahan. Kesalahan fatal yang bisa merusak kehidupan anaknya. Dia menyesal karena mementingkan egonya ketimbang rasa sayang anaknya.

"Maafin bunda," ucap ibunya lirih.

Fino menghela napasnya sejenak. "Bunda ngak usah minta maaf sama Fino. Minta maaf sama Putri dan Chacha. Hati Putri yang terluka sama ucapan bunda dan Chacha yang mati-matian yakinin orang tuanya. Bunda minta maaf ke mereka berdua," jelas Fino lalu melangkahkan kakinya menuju kamarnya. Dia lelah akan semua yang terjadi hari ini. Ingin rasanya dia tertidur tanpa terbangun sedetik pun untuk hari ini.

***
"Kak, lo kenapa sih lepas kendali kayak tadi? Lo ngak seharusnya kayak gitu sama Fino," ucap Putri frustasi di hadapan kakaknya yang sedang duduk di sofa.

Ayah mereka berdua yang melihat itu sejak tadi memijat pelipis nya sebentar. Kepalanya pening memikirkan kedua anaknya. Yang satu memiliki masalah akan kisah cintanya dan kakaknya yang sulit mengatur emosi saat tahu adiknya tersakiti.

"Ngak seharusnya lo belain dia terus-terusan Put. Tau kayak gini gue ngak restuin lo sama dia dan lebih restuin lo sama Cio," dengus Alesya begitu saja.

Putri membanting tubuhnya ke sofa yang lain dan menatap jengah kakaknya yang duduk di sebelahnya.

"Cio terus. Udah gue bilang kan kak. Cio itu sama kayak bang Angkasa. Dia gue anggep sebagai abang gue," tekan Putri pada Alesya.

"Stop kalian berdua. Capek ayah dengernya," kesal ayah mereka saat melihat kedua anaknya terus-terusan bertengkar.

"Kamu Alesya. Cukup sampai sini kamu campur tangan sama hubungan Putri dan kamu Putri. Kamu harusnya bisa urus hubungan kamu dan perbaiki semuanya. Dari tatapan Fino, ayah yakin dia capek sama kelakuan ibunya. Kamu cewek satu-satunya yang bikin dia bahagia. Alesya juga seharusnya ngak nekan Fino kayak tadi. Kasian dia," ucap sang ayah menatap tajam kedua anaknya itu.

Putri dan Alesya menundukkan kepalanya. Alesya tahu jika dia begitu menekan kehendaknya pada Fino. Dia melakukan ini semua agar adiknya tidak merasa sedih.

"Ale ngak mau Putri sedih Yah. Ale ngak mau Fino nyakitin hati Putri," ucap Alesya lirih.

Ayahnya menghembuskan napasnya pelan. "Ayah tau itu. Kamu kakak yang posesif sama adik sendiri. Di sisi lain ayah seneng karena kamu merhatiin adik kamu. Tapi di sisi lain, ayah merasa kasihan sama pasangan Putri yang merasa tertekan sama ucapan kamu tadi. Biarin Putri urus hubungannya. Ayah yakin dia bisa memperbaikinya," ucap sang ayah sambil mengusap puncak kepala anak pertamanya.

Lalu, ayah Putri mengalihkan pandangannya ke arah anak terakhir.

"Kamu bisa memperbaiki semuanya. Kalau menurut kamu masih bisa diperbaiki, maka perbaiki. Jangan sampai kamu nyesel suatu saat nanti. Ayah ngak mau liat kamu terpuruk lagi kayak dulu. Ayah yakin Fino ngak bermaksud buat nyakitin kamu. Dari matanya, dia bener-bener serius sama kamu. Pandangan seorang ayah ngak mungkin salah," ucap ayahnya lalu tersenyum tulus pada anaknya.

"Iya Yah," ucap Putri lirih.

***
Fino membaringkan tubuhnya di kasur sambil menatap langit-langit kamarnya dengan hampa. Dia sedang memikirkan tentang hidupnya. Apakah hidupnya bisa bebas dari kekangan ibunya? Apakah semuanya harus di atur oleh ibunya? Dia merasa seperti menjadi robot yang selalu di paksa oleh sang pemilik.

Trisha sejak tadi menemani kakaknya. Dia duduk di kursi belajar milik Fino sambil memainkan kukunya. Dia bingung harus melakukan apa. Dia berusaha meyakinkan ibunya namun dia tidak bisa memperbaiki hubungan kakaknya.

"Bang... lo bakal balikan sama kak Putri?" tanya Trisha begitu saja pada kakaknya.

Fini masih diam. Dia masih menatap langit-langit kamarnya lalu menghembuskan napasnya pasrah.

"Kalau dia mau nerima gue lagi besok, gue bakal lanjutin semuanya. Kalau masih bisa diperbaiki, ya perbaiki. Kalau engak..." ucap Fino menggantungkan ucapannya.

"Syuttt. Semua kesalahan pasti bisa diperbaiki. Gue yakin kak Putri mau bareng lagi sama lo. Jangan berfikir buruk sebelum mencobanya. Masa mau nyerah sebelum berjuang. Itu bukan abang gue. Melainkan seorang pecundang yang rela melepas miliknya," ucap Trisha begitu saja pada kakaknya.

Fino berfikir sejenak. Ucapan adiknya benar juga. Dia tidak bisa menyerah begitu saja sebelum mendapatkan gadisnya kembali.

"Lo bener Sha. Gue usahain bakal perbaiki semuanya. Gue bakal ambil Putri lagi," ucap Fino bersemangat.

***
Putri duduk di balkon kamarnya sambil menikmati secangkir cokelat panas di tangannya. Sudah pukul 1 pagi tetapi dia tidak bisa tidur. Pikirannya terganggu dengan keputusan Fino nanti. Siap tidak siap dia harus bisa menerimanya.

Dia menatap langit yang masih gelap dengan tatapan penuh harap. Dia berharap agar Fino tidak akan mengecewakannya lagi.

"Bang Kasa kalau masih ada di sini mungkin bakal habisin si Fino kali ya. Setelah kak Ale kan lo yang paling posesif sama gue. Walaupun lo nyebelin," ucap Putri sambil menerawang langit gelap tersebut.

"Mungkin lo bakal datengin si Fino di mimpinya. Hantuin dia lewat mimpi kali ya bang?" kekeh Putri pelan.

Putri bangkit dari duduknya dan berjalan masuk ke kamarnya sambil membawa cangkir yang telah kosong lalu dia letakkan di atas nakas. Dia menutup pintu kaca yang menghubungkan kamar dan balkon miliknya lalu menyalakan lampu kamarnya agar terlihat tidak begitu sunyi.

Putri merebahkan dirinya di kasur lalu meraih ponselnya yang dia letakkan di sebelahnya. Yang dia lakukan adalah membuka beberapa pesan dari orang-orang yang mengiriminya pesan.

Dia membaca pesan yang Cio kirimkan terlebih dahulu lalu membalas yang lain.

Cio

Cio:
Jangan sedih terus-terusan.
Ngak baik buat lo. Gue disini mau ngabarin
kalau gue bakal balik ke Inggris lusa. Gue
harap, hubungan lo sama Fino lekas membaik.

Me:
Iya Ci. Kok lo baliknya cepet? Lo ngak
bermaksud menghindar dari gue?

Cio:
Ngak kok. Gue inget posisi gue ke lo
sebagai abang. Mana ada gue ngehindar dari
cewek yang gue anggep sebagai adik. Buat
perasaan gue, gue bakal lupain semuanya.
Lo ngak perlu khawatir.

Me:
Maaf karena buat lo sedih. Gue harap
lo dapet yang lebih baik lagi di sana nanti.


***
Tbc.
Jangan lupa vote, share, comment juga yaw. Ramaikan pokoknya.

See you next part.

Peismatáris (Spin-off HS) [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang