Part 43 || Kemarahan Alesya

18 9 2
                                    

Alesya melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi langsung menuju rumah Fino. Dia tidak perlu bertanya di mana rumah Fino kepada adiknya karena dia mengetahuinya.

Sebelum Fino berpacaran dengan adiknya, Alesya mencari tau informasi dan alamat tentang lelaki yang akan menjadi kekasih adiknya itu.

Alesya tidak mempedulikan kedua mobil yang mengikutinya di belakang. Dia bisa mengenali kedua mobil tersebut. Mobil itu tak lain dan tak bukan adalah milik adiknya dan juga ayahnya.

Adiknya yang khawatir akan dirinya dan ayahnya yang tau apa yang akan dia lakukan saat dia dipenuhi amarah.

Tak terasa, Alesya telah sampai di luar pagar rumah Fino. Dia langsung keluar dan berjalan masuk ke dalam halaman rumah yang sama sekali tidak ada penjaga. Tangannya langsung terulur menekan bel pintu rumah. Tak lama kemudian, lelaki yang ingin dia mintai penjelasan keluar dengan keadaan berantakan.

"Kak Ale..." ucap Fino lirih melihat siapa yang datang malam-malam ke rumahnya.

***
Fino mengacak-acak rambutnya frustasi karena ayah dan ibunya yang sejak tadi terus berdebat tentang pembatalan perjodohannya. Ibunya mendapat kabar dari orang tua Chacha akan pembatalan perjodohan itu.

Fino bersyukur karena Chacha yang berhasil meyakinkan orang tuanya akan pilihannya. Sedangkan dirinya merasa gagal karena tidak bisa meyakinkan ibubya dan justru hubungannya berantakan.

Fino jengah melihat kedua orangtuanya terus bertengkar di hadapannya.

"Stop bunda. Bunda mau maksa Fino, Fino pun ngak akan terima. Bunda udah dapet kabar dari orangtuanya Chacha kan kalau perjodohan itu dibatalin. Chacha berhasil yakinin ayah sama ibunya tentang perjodohan konyol ini. Chacha tau kalau perjodohan ini tetep dilakukan kedepannya bakal buruk. Apa bunda ngak belajar dari masa lalu bunda yang dijodohkan sama ayah? Seharusnya bunda bisa ambil pelajarannya. Seharusnya bunda tau kalau anak bunda ngejalanin hidup sama kayak bunda, kehidupannya bakalan hancur," ucap Fino kesal sendiri meligat melihat ibunya yang tak terima akan pembatalan perjodohan itu.

Ibunya mengalihkan pandangannya ke arah Fino. "Bunda lebih suka, kamu sama Chacha ketimbang Putri. Dia keliatan judes kayak gitu. Bunda ngak suka. Walaupun perjodohan kamu batal sama Chacha, bunda bakal carikan yang lain dan kamu seharusnya ngak bawa-bawa kehidupan bunda sama ayah kamu," ucap ibunya tegas.

Fino mendengus kesal. Apakah ibunya belum mengerti juga tentang ucapannya tadi?

"Bunda masih ngak ngerti sama ucapan Fino, Trisha, Ayah? Plis stop bunda nyariin Fino jodoh kayak gini. Kehidupan Fino itu Fino yang jalanin. Bagus kalau bunda nyari jodoh buat Fino, tapi Fino punya pilihan sendiri bun. Ngak bisa di paksa," ucap Fino frustasi dengan ibunya. Dia memilih untuk meninggalkan kedua orang tuanya. Kakinya melangkah keluar dari rumah ini.

Tepat saaf tangannya terulur membuka pintu, seseorang berdiri di hadapannya penuh amarah. Seorang wanita yang dia kenal.

"Kak Ale..." ucap Fino lirih melihat siapa yang datang malam-malam ke rumahnya.

"Gue ngak mau basa-basi. Gue cuman minta janji lo sama adik gue lo tepatin. Lo udah buat dia nangis seharian ini. Cukup satu cowok yang buat dia nangis selama ini. Cukup Angkasa yang udah bikin dia nangis sesengukan dan lo nambah penderitaan dia hah?" ucap Alesya penuh amarah membentak lelaki yang ada di hadapannya.

"Kak, gue ngak bermaksud buat nyakitin hati Putri kak. Sumpah kak. Gue ngak ada niatan buat Putri nangis," ucap Fino mencoba menenangkan Alesya.

Putri segera menghampiri kakaknya yang sedang dikuasai oleh amarah. Ayah mereka juga menyusul kedua putrinya yang terlihat tidak baik-baik saja.

"Udah kak. Fino ngak salah buat semua ini," ucap Putri sambil mengusap bahu kakaknya itu. Dia mencoba menenangkan kakaknya.

Alesya menggelengkan kepalanya pelan. "Dia salah. Di mata gue dia salah Put. Dia janji sama gue bakal buat lo bahagia dan ngak akan nyakitin lo. Dia janji sama gue ngak akan bikin air mata lo turun. Tapi apa sekarang? Janji itu kemana Fin? Kemana janji yang udah lo buat?" tanya Alesya meluapkan semua amarahnya.

Ayah dan Ibu Fino yang mendengar keributan di luar menghentikan perdebatan mereka dan melihat Fino yang sedang berdebat. Trisha yang sedang di kamar langsung turun dengan tergesa-gesa saat mendengar suara Alesya yang sedang memarahi kakaknya.

"Alesya. Kendaliin amarah kamu," ucap sang ayah dengan napas tak teratur karena tergesa-gesa masuk ke dalam.

"Mungkin pilihan gue buat adik gue itu salah. Seharusnya gue biarin Cio deket sama Putri ketimbang sama lo," ucap Alesya begitu menusuk pada Fino.

"Udah kak Ale," pinta Putri pada kakaknya.

"Cukup Ale. Ayah yakin Fino ngak bermaksud bikin adik kamu jadi kayak gini. Ayah percaya sama Cio buat jagain adik kamu. Cio itu kayak Angkasa. Dia kakak sekaligus temen buat Putri. Kamu ngak bisa maksa gitu dong," ucap ayahnya itu.

Ayah Fino terkejut saat melihat ayah Putri datang. Ternyata ayah Putri adalah rekan bisnisnya.

Alesya mengalihkan pandangannya dari Fino ke arah ibu Fino. "Untuk nona. Maaf jika kesannya terlihat kasar. Tapi apakah anda bisa menilai orang bukan hanya dari luar? Apakah anda memahami adik saya sepenuhnya seperti Fino? Tidak. Sama sekali tidak mengenalnya. Tapi apakah harus ucapan yang menyakitkan itu keluar dari mulut anda? Apakah anda benar-benar mengenal Chacha lebih dalam? Tidak. Yang menurut anda lebih baik mungkin belum tentu baik," ucap Alesya meluapkan segalanya.

"Saya akui adik saya memang bukan cewek baik-baik. Dia selalu bergaul dengan lelaki yang ada di markas kami. Saya tau suami dan anak-anak anda tau. Jika setelah saya berkata seperti ini dan anda langsung mengecap adik saya sebagai wanita murahan, itu tidak pantas. Seharusnya anda mendengarkan terlebih dahulu alasannya," lanjut Alesya penuh penekanan tiap katanya.

"Fin, pikirin semuanya sampai lusa. Gue kasih waktu lo sampai lusa. Gue ngak ngasih lo waktu yang banyak kayak dulu. Pikirin semuanya baik-baik. Sebelum lo ngasih jawaban ke gue, gue ngak akan biarin lo deket sama Putri," ucap Alesya lalu meninggalkan kediaman Fino begitu saja.

Putri menghembuskan napasnya lelah dan melirik Fino penuh harap lalu menyusul kakaknya yang masih penuh emosi.

Ayah mereka yang melihat itu hanya bisa berdecak sebal. Dia melirik ke arah ayah Fino. Ternyata ayah Fino adalah rekan bisnisnya.

"Pak Tio? Siapa sangka ayah dari kekasih anak saya adalah anda," ucap ayah Putri saat melihat ayah Fino.

"Saya juga tidak menyangka jika itu anda. Maafkan saya atas perlakuan mantan istri saya yang kurang enak kepada anak anda. Maafkan saya pak," ucap ayah Fino meminta maaf pada ayah Putri.

"Itu tidak masalah. Tenang, anda tidak perlu takut dengan keluarga saya. Saya tidak akan mengancam kalian atau menyerang kalian. Itu tidak perlu di khawatirkan. Saya pamit menyusul kedua putri saya dahulu," ucap ayah Putri lalu meninggalkan kediaman keluarga Fino.

***
Tbc.
Gimana kawan part ini? Jangan lupa vote, share, comment yaw.

See you next part.

Peismatáris (Spin-off HS) [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang