GDM : 15

10.5K 535 4
                                    

Senyum tak kunjung luntur dari bibir sana, ia menatap laki-laki yang tengah fokus dengan jalanan. Tangannya terulur memegang pipi raden.

Raden menatap sana heran ia menaikan kedua alisnya, "kamu sweet banget by". Raden tersenyum mendengar ucapan sana, mood sana berubah dimulai saat raden menghampiri sana di lobby tempat wanita itu bekerja.

Raden berjalan dibawah hujan dengan payung berwarna abu-abu ditanganya. Sana tentu saja tersenyum menatap laki-laki ini.

"Kok belum pulang na? Nunggu hujan reda ya?" Tanya ranti

"Eng--". Ucapanya terputus, "biasa lagi nunggu om-om jemput, iyakan sana?". Putri menyela ucapan sana.

"Ayo". Ketiga wanita itu mengalihkan pandanganya, raden tengah berdiri dihadapan sana.

"Duluan ya guys udah dijemput om-nya gue". Sana menatap putri dengan senyuman diwajahnya. Ranti terkekeh geli, sementara putri menatap kepergian sana dengan penuh kebencian.

"Siapa cowok itu?". Tanya putri, ranti mengedikkan bahunya.

Sana yakin sebentar lagi berita tentang ia yang dijemput laki-laki akan tersebar dan sana menantikan itu.

"Kita makan bentar ya, aku laper banget". Ucap sana sedari siang tadi ia memang tidak sempat untuk makan karena akhir bulan jadi ia harus membuat pembukuan.

"Mau makan apa?". Sana berfikir sejenak ia membutuhkan nasi yang banyak hari ini.

"Mau makan yang bisa makan nasi sepuasnya". Raden tersenyum mendengarnya, "astaga by, aku mau chat rini dulu dia bakal ngamuk-ngamuk nih".

"Kenapa?"

"Tadi aku mau janjian buat jalan sama mereka eh gak taunya kamu jemput aku". Raden baru sadar dengan pakaian yang dikenakan wanita yang kini menjadi kekasihnya ini. Ia menggelengkan kepalanya, baju yang dipakai sana memang tidak ada yang benar.

Raden menepikan mobilnya disebuah restaurant bertema keluarga, ia mengabil totebag dibelalakang dan menyerahkan ke sana.

"Pakai itu". Sana membuka totebag dari raden, mulutnya terbuka lebar terdapat hodie didalamnya dan celana sport yang sana yakin milik laki-laki itu.

"By, ini baju kamu gede banget. Gak mau ah, emang kenapa sih kalau aku pakai baju ini? Aku keliatan jelek". Raden menggelengkan kepalanya sebagai bentuk jawaban.

"Pakai aja, aku tunggu diluar". Belum sempat sana menjawab laki-laki itu sudah pergi meninggalkanya didalam mobil. Mau tak mau sana menuruti raden.


Sana mendengus sebal, bahkan tubuhnya seperti hilang dimakan baju milik raden ditambah celana raden yang benar-benar menyentuh lantai. Ia memutuskan untuk keluar dari mobil dan melihat raden yang sudah berjalan masuk kedalam restaurant.

"Sabar sana pacarmu ganteng soalnya banyak duit juga".

Tepat seperti dugaan sana sebelumnya ia kini menjadi pusat perhatian banyak orang dan sana tidak perduli fokusnya sekarang hanya perutnya. Sana berjalan mendahului raden dan memilih duduk di lesehan agar lebih enak bergerak.

"Jangan pakek baju kayak gitu lagi". Raden bersuara, sana mengulum senyum tanganya terulur meraih jemari raden.

"Aku mau-mau aja pakek baju yang panjang kayak sekarang, tapi baju aku semua kayak gitu by, lagian kamu kenapa sih orang baju aku juga masih tergokong sopan dan yang paling utama itu pacar kamu ini kelihat cantik dan sexy". Sana tersenyum sangat lebar.

"Besok beli". Raden mengeluarkan dompet miliknya dan menyerahkan ke sana.

Senyum dibibir sana kian melebar, "pakek yang mana?". Tanya sana melihat beberapa credit card didompet kekasihnya ini.

Raden mengambil satu credit card dan menyerahkan kesana, "123456". Sana tertawa mendengar pin credit card raden.

"Males ribet banget kamu by, makasih ya besok aku mau belanja. Kamu mau ikut?". Raden cepat-cepat menggeleng, ia tidak mau merelakan waktu tidurnya untuk menemani kekasihnya berkeliling mall.

"Tadi siapa?". Tanya raden

Sana mengerutkan keningnya, "oh--itu temen aku by, biasa terlalu iri sama aku". Raden tersenyum, tanganya terulur menggenggam jemari yang terasa kecil sekali digengamanya.

"Jangan suka cari gara-gara atau berantem". Sana menganggukan kepalanya, ia juga tidak mau mengotori tanganya untuk sampah yang tidak berguna. Dan lagi kenapa raden terlihat seperti ayah yang tengah menasehati anaknya.

"Permisi, pesananya kak".

"Ah--terimakasih mba". Sana akan menyanggah ucapan raden tapi setelah ia menghabiskan makananya.

Satu porsi nasi ayam penyet dan bebek bakar sudah dihapanya, "selamat makan by". Raden menganggukan kepalanya.

Selama makan raden dibuat kagum oleh sana, wanita itu sangat lahap sekali. Ayam penyet dengan cabe ijo dan nasi yang dipesan sama bahkan sudah habis kurang dari sepuluh menit, kini wanita itu tengah menyantap bebek bakar.

"Enak?". Tanya raden

"Banget dulu aku sering kesini by, sama rizk-- sama temen". Sana merutuki kebodohannya, bagaimana ia bisa keceplosan menyebutkan salah satu gebetannya dahulu didepan raden.
Sudah dapat dipastikan raden akan diam saja sepanjang perjalanan pulang nanti.

Dan tepat seperti dugaan sana sebelumnya dimulai dari menghabiskan makanan dan kini dalam perjalanan pulang raden sama sekali tidak bicara sedikit pun.

"By, rizky itu beneran temen aku ko--". Raden melirik sana, "ok-- dia suka sama aku dulu, tapi--tapi aku enggak, enggak suka sama dia, kamu percayakan sama aku?". Tanya sana, raden menganggukkan kepalanya. Sudah menjadi resiko raden mencintai wanita yang selain matre juga banyak gebetan.

****

See you 💜🦋



Gold Digger And MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang