"By, rizky itu beneran temen aku ko--". Raden melirik sana, "ok-- dia suka sama aku dulu, tapi--tapi aku enggak, enggak suka sama dia, kamu percayakan sama aku?". Tanya sana, raden menganggukkan kepalanya. Sudah menjadi resiko raden mencintai wanita yang selain matre juga banyak gebetan.
****
Sesampainya di apartemen milik sana, raden segera merebahkan dirinya di sofa. sementara si pemilik apartement tengah mandi.
Selesai membersihkan dirinya sana menghampiri raden, "gak mandi dulu by?". Lelaki itu tengah memainkan ponsel milik sana. Jantung sana berdegup kencang. Ia berdoa semoga raden tidak melihat aplikasi instagram atau hal-hal berbahaya lainya. Apalagi aplikasi wattpad. Jangan.
"Enggak". Ok, jawaban yang cukup singkat. Sana mengambil duduk tepat disamping raden, melihat aktivitas apa yang tengah dilakukan raden dengan ponselnya.
"Kamu mainan cacing dari tadi?". Tanya sana, raden menjawabnya dengan anggukan. Sejak sana mulai mandi raden sudah memainkan game cacing yang ada di ponsel kekasihnya ini.
Sana melirik handphone milik raden dan mengambilnya, ini bukan kali pertama sana memegang ponsel milik raden dan sang pemilik ponsel terlihat sangat santai-santai saja. Jemarinya mulai lincah membuka berbagai aplikasi. Intagram.
Di DM milik lelaki itu seperti biasa isinya berbagai chat basa-basi dari banyak wanita, "kamu nginep sini lagikan?". Tanya sana
"Aku pulang nanti". Sana menekuk wajahnya mendengar ucapan raden.
"Kenapa gak nginep sini aja sih by?". Raden mentap sana.
"Bahaya"
"Kan kita cuma tidur aja". Sana kembali memberikan argumen. Raden tersenyum mendengarnya, mana sana tau kalau raden menahan hasratnya setiap kali tidur dengan sana. Wajar saja raden laki-laki normal.
"Nanti aku pulang kalo kamu udah tidur". Usul raden.
"Ok aku gak bakal tidur". Pada kenyataanya sana tertidur berbantalkan paha raden bahkan jam masih menunjukan angka sembilan malam. Dengan segera raden memindahkan sana kedalam kamar.
"Good night". Ucap raden diiringi dengan kecupan dikening wanitanya.
Keesokan paginya sana dibuat kewalahan dengan perutnya, sudah ke tiga kalinya sana bolak-balik kamar mandi untuk buang air besar, "Sambal sialan". Umpat sana, kemarin ia begitu semangat menyantap hidangan dihadapanya ditambah sambal yang begitu menggoda, raden memang sudah mengingatkanya tapi tak diidahkan oleh sana dan sekarang ia menyesal.
Beruntungnya sana hari ini tanggal merah jadi ia tidak perlu repot-repot bersiap ke tempatnya bekerja, "iya rini--jadi kok-----bawel deh, dua jam lagi kita ketemu dimall ya beb, bay---".
Hari ini ia berencana akan hangout bersama teman-temannya dan akan belanja tentunya karena raden sudah berpesan untuk membeli pakaian yang sedikit 'sopan' maka dari itu sana sudah bersiap sedia untuk belanja.
Setelah dua jam kemudian sana kini sudah sampai di mall terbesar di jakarta hari ini ia mengenakan baju tangtop hitam dilapisi cardigan berwarna cream dan celana kulot panjang berbahan dasar jeans sederhana dan terkesan sexy dimata sana.
Ia menatap rini yang tengah menggedong anaknya. Ah, sana sudah sangat merindukan anak sahabatnya yang ia sudah anggap seperti anaknya sendiri.
"Tumben dibolehin sama joana randre baskara?". Ejek sana menatap sahabatnya yang tampak kewalahan membawa sang anak.
"Ancamannya jatah sih na jadi dibolehin". Sana terkikik geli mendengar ucapan rini.
"Anaknya mama, sini gendong mama na". Bayi berumur delapan bulan itu tertawa menatap sana, sepertinya abel nama anak rini juga merindukannya. Sekarang berada digendongan sana.
"Mau makan dulu atau langsung keliling?". Tanya sana
"Makan dulu aja deh na".
"Ok mama, ih mama na kangen banget loh sama abel". Abel menanggapinya dengan celotahan khas bayi, seolah paham apa yang diucapkan sana.
"Mau pesen apa na?". Tanya rini,kini mereka berada di restaurant keluarga dengan menu rumahan.
"Apa aja deh tapi jangan yang pedes ya". Setelah selesai memesan rini duduk tepat dihadapan sana yang kini tengah berceloteh dengan anaknya.
"Gimana hubungan lo sama raden?". Sana tersenyum mendengar ucapan rini, "gak usah senyam-senyum deh lo na, jijik gue".
"Dari wajah gue pasti lo bisa nyimpulin dong gimana perasaan gue tiap harinya". Rini mendengus mendengarnya, "Tiap hari disayang-sayang, dinafkahi juga gimana gak happy gue"
"Lo cinta sama dia?". Semburat merah muncul di pipi sana mendengar pertanyaan sana. "dih blushing lagi lo na". Rini yakin sahabatnya ini sudah menaruh hati pada raden.
"Doa-in aja yang terbaik buat kita ya mama rini"
"Iya-iya"
Sana mengambil ponsel miliknya, melihat apakah ada pesan dari kekasihnya itu atau tidak dan ternyata tidak ada. Sana mendengus kesal. Tak lama dari itu ponsel sana berdering.
"Halo"
"Kak sanakan, ini lily. Gawat kak abang raden dipaksa nenek buat nemenin kak ajeng belanja". Sana mencoba mengingat nama lily, ah sepupu raden yang ia temui saat acara keluarga.
"Lily apa kabar?".
"Ih kok nanya kabar sih kak". Sana tetawa mendengar ucapan lily yang terdengar jelas sangat kesal.
"Belanja dimana?". Tanya sana dengan suara yang ia lembutkan, sebanarnya ia sudah mau meledak-ledak mendapatkan kabar ini.
"Di mall mana ya, dimana tadi lang?". Terdengar kasuk-kusuk disebrang, sepertinya lily tengah bertanya pada galang salah satu sepupu raden, "Di ***".
"Ok, makasih ya lily kebetulan juga aku lagi disini".
"Tolong jambakin rambut si ajeng ya mba kalo ketemu". Sana tertawa mendengarnya, ada-ada saja kelakuan sepupu raden.
"Kenapa na?" Tanya sana setelah wanita itu mematikan sambungan telfonya.
"Pacar gue lagi digondol maling". Sana kemudian menceritakan pada rini.
"Lo mau nyariin na?". Sana menggelengkan kepalanya, ia tidak mau pusing lebih baik hari ini ia menghabiskan uang raden.
Setelah menghabiskan makananya sana dan rini beserta abel yang masih setia digendongan sana segera berkeliling mencari sesuatu yang menyenangkan hati wanita.
****
See you 🦋
KAMU SEDANG MEMBACA
Gold Digger And Me
ChickLitHidup serba ada, lulusan S2 bekerja disalah satu Bank ternama membuat Sanarinda Cavli widodo (24 tahun) menjadi wanita manja dan melihat semua laki laki dari uang dan tampang "gue cantik, kaya, sekolah tinggi. Masa iya mau cari calon suami yang pas...