GDM 45

9.9K 671 90
                                    

Sana mengusap peluh dikeningnya, kedua matanya menatap ruangan yang sejak siang tadi Ia bersihkan, walaupun sudah hampir setiap hari Sana menata tata letak barang-barang dan juga membersihkannua tapi tetap saja menurut dirinnya masih ada yang kurang.

"Akhirnya," ucap Sana dengan perasaan lega sekali karna setelah ini Ia bisa beristirahat, tubuhnya terasa lelah, lengket dan hatinya juga berantakan, gak papa!!

Bagaimana tidak, sejak pukul dua siang hingga delapan malam Sana sibuk menata kamar barunya yang sebetulnya sudah rapi tapi Sana kurang merasa puas. Sebentar lagi grand opening cafe barunya akan dibuka jadi hampir setiap hari Sana membersihkan cafenya, Ia juga disibukan dengan recruitment pegawai-pegawai baru, barang kali ada yang berminat dipersilahkan melamar.

Setelah mandi dan berbenah, Sana merebahkan dirinya dikasur. Tak lama terdengar notifikasi di ponselnya, nomor tidak dikenal, Ia mengerutkan dahinya tak dijawab juga.

"Halo"

"Dengan ibu Sana?" Terdengar suara laki-laki dari sebrang.

"Iya, siapa?"

"Ini dari kurir bu ada paketan, saya sudah dibawah." Sana mengerutkan dahinya heran. Ia tak merasa belanja online. Karena rasa penasaranya tinggi akhirnya Sana memutuskan untuk kebawah.

"Atas nama Ibu Sana?" Tanya kurir sekedar memastikan.

"Iya pak" setelah menyerahkan kotak persegi yang lumayan besar kurir tersebut pamit.

Setelah membuka kotak tadi, Sana memekik kaget melihat isi dalam kotak itu, terdapat foto dirinya dengan ukuran yang cukup besar berlumur darah dan juga terdapat pisau yang menancap disana. Bukan darah manusia, ini darah ayam, begitu batin Sana.

"Sialan," gumam Sana, Ia segera mengambil beberapa gambar dengan ponselnya.

"Siapa kira-kira? Ibu tiri? Gak mungkin deh kayaknya atau Ajeng?" Sana mendengus.

"Macem-macem dia sama rubah ekor sembilan." Lagian ini bukan pertama kalinya Sana mendapatka teror receh begini jadi Ia tak terlalu kaget ataupun takut. Dulu jauh sebelum Ia bersama Raden, Sana sering mendapatkan teror dari mantan gebetannya atau mantan pacar dari pacarnya dulu.
Sana kembali membereskan kotak tadi dan membuangnya.

Disisi lain.

Ibu Raden mengurut dahinya, pikiranya benar-benar berkecamuk. Disatu sisi Ia begitu menghormati Mertuanya-Nenek dari Raden- tetapi disisi lain Ia juga kasihan melihat Putranya terlihat tertekan.

Ini kali pertama Raden tak patuh atas perintahnya dan juga menjadi jauh lebih pendiam, iya sang putra memang pendiam tapi ini jauh lebih pendiam hanya bicara saat ditanya saja, hingga membuat ibu Raden dibuat penasaran dengan sosok Sana, wanita yang dicintai anaknya. Awal pertemuan mereka Sana membawa aura yang positif hingga membuat Ia pun menyetujui. Tetapi saudara dari Sana dan juga Ajeng memberitahu tentang sepak terjal Sana di dunia percintaan dan hal itulah yang akhirnya membuat Ia tak menyukai Sana.

"Halo." dari sebrang sana dijawab dengan deheman.

"Sudah makan Nak?" Lanjut Dewi

"Sudah Bu"

"Kapan mau pulang Nak?" Tanya Dewi.

"Mungkin lusa"

"Pulang secepatnya Nak, kalian harus ngurus pernikahan, kata Nenek kamu, yang penting sah dimata agama dulu gak papa," terdengar Raden menghembuskan nafas, hening sejenak, "Raden"

"Aku tutup ya bu." Belum sang Ibu menjawab, Raden terlebih dulu menutup panggilan.

Dewi menghembuskan nafas lelah. Entah harus dengan cara apalagi Ia memaksa putranya untuk menuruti keinginan keluarga.

****
See you 😭

Gold Digger And MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang