💰 : 4

15.6K 832 8
                                    

Sana sedari tadi hanya diam dan terus menundukan kepalanya, ia merasa bahwa semua mata kini menatapnya. Ia sangat tidak suka. Apalagi nenek leli, nenek dari raden sejak tadi terus berteriak menyatakan tidak setuju.

"maaf nek, tapi raden udah nentuin sendiri wanita yang akan jadi istri raden". Sementara raden sejak tadi memegang erat jemari sana.

"bu, biarin raden dengan piliha dia sendiri raden juga udah besar". Terdengar suara om reno mulai menengahi.

Sana tidak tau harus melakukan apa, sejujurnya kepalanya juga sudah mulai kebas sedari tadi menunduk.
"tidak bisa, nenek sudah milihin calon mantu yang benar benar cocok buat raden". Sana kini mendongkakan wajahnya menatap ajeng yang sedari tadi duduk disamping nenek leli dengan mata yang terus menatap raden. Cih apa apan dia.

"kamu, dari keluarga apa?". Sana terdiam, dia dari keluarga apa? Ia sama sekali tidak ada keturunan keraton atau hal hal yang berbau jawa.

"aku.. Aku gak ada".lirih sana, nenek leli kembali menolak sana

"liat ranti gak ada keturunan dari keraton, liat ajeng yang jelas jelas ayu, anggun, lemah lembut, dokter". Sana menatap ajeng, sana akui ajeng memang memiliki semua yang dikatakan nenek leli. Apalah sana dengan sifat bar bar dan matrenya itu.

"nenek gak mau tau besok acara pertunangan kalian akan tetap berjalan". Raden mengetatkan rahangnya, pegangan ditangan juga mengetat. Sana kemudian mengusap tangan raden yang menggengam tangannya untuk menenangkan laki laki ini. Raden menghembuskan nafasnya. "ajeng kamu maukan nak?".

"iya ajeng manut nek, kalau itu yang terbaik buat ajeng dan mas raden". Apa? mas katanya? Sana sekarang sepertinya siap untuk memukul kepala wanita itu. Enak saja dia manggil mas

"raden yang akan menjalankan semua itu nek, raden hanya mau menikah dengan sana tidak dengan yang lain". Tegas raden

"udahlah raden apasih yang kamu banggain dari wanita itu". Sana terkejut mendengarnya, raden segera berdiri dari duduknya menatap kakak sepupunya itu tajam. Raditya, ia memang selalu berhasil untuk membuat raden naik darah.

"Jaga bicaramu mas".

"raden raden udah nak". Ibu raden memegangi bahu anaknya itu. Sana juga ikut berdiri

"kenapa? Kamu tuh harusnya nurut sama nenek, engak sama wanita kayak gitu?". Jika tidak didepan orang lain sana yakin sudah membuat patah kepala orang ini.

"apa maumu mas!".wajah raden sudah memerah, tanda bahwa ia kini benar benar menahan sekali amarahnya

"mas udah". Itu suara sana, raden yang tadinya menatap wajah raditya kini beralih menatap wajah sana sambil menyeritkan dahinya. Laki laki itu seperti menahan tawa. Semantara semua kerabat raden menatapnya heran pasalnya raden sangat sulit mengendalikan amarahnya meski sudah dibujuk ibunya sekalipun.

"kekuatan cinta emang beda ya". Celetuk cakra.

"duduk". Ajak sana, raden segera duduk kembali.

"nek, maaf sebelumnya kalau aku mengacaukan acara yang sudah disusun dari jauh jauh hari. Tapi memang disini saya dan mas raden sudah menjalin hubungan selama 2 tahun, kami memang tidak pernah mengumbarnya nek bahkan mama juga baru tau dan dalam waktu dekat kami berencana akan menikah. Maaf kalau kami mengejutkan nenek, kami saling mencintai nek jadi kami mohon restui hubungan kita". Leli memalingkan wajahnya tampak sekali dia tengah menahan amarah, ajeng menatap sana tajam terlihat sekali dia tidak menyukai sana.

"tidak". Hanya itu saja, nenek leli berjalan pergi meninggalkan ruangan.

"ayo semua kita makan siang dulu". Ajak tante dewi.

Gold Digger And MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang