GDM 44

11.1K 820 90
                                    

"Mereka lagi pergi di mall bos," suara dari sebrang telefon.

"Dua orang?"

"Tiga orang bos, Target utama, satu perempuan dan laki-laki." J

"Cari momen seakan-akan dia cuma berdua sama laki-laki itu"

"Baik bos"

Tak lama deringan ponsel tanda pesan masuk berdering. Senyum miring tercetak dibibir Ajeng. Kedua matanya menatap foto sepasang manusia tengah berada dipusat perbelanjaan,

"Kali ini kamu gak akan bisa lolos." Ucapnya lirih.

***

Seminggu sudah sejak kejadian Raden dateng ke apartemennya, seminggu itu juga Sana disibukan dengan kafe baru yang rencananya nanti awal bulan mulai dibuka.

Bahkan Sana sering berkeliling untuk mencoba berbagai jenis minuman dan makanan di berbagai tempat, sekedar untuk mencari menu yang cocok untuk kafenya nanti. Ia sangat menikmati kegiatannya, hingga membuatnya sedikit melupakan nasib percintaanya dan Sana bersyukur tentang itu.

Apartemen Sana pun Ia jual, demi untuk menambah modal tempat usahanya. Sejujurnya Sana sangat sedih, tempat yang selama ini Ia tinggali harus terjual dan saat itu Sana membelinya dari hasil Ia bekerja. Ditambah lagi tempat itu menjadi tempat bersejarah antara dirinya dan Raden. Gak papa Sana, sabar!

Hari ini Sana, Milka dan Nakula akan berkeliling ke pusat perbelanjaan untuk membeli bahan-bahan minuman dan makanan.

"Ay seru ya kalau belanja bulanan gini sama kamu, jadi wisata masa depan," Nakula senyum-senyum sendiri membayangkan kehidupannya nanti bersama Milka.

"Ish-malu Nakula ada Kak Sana." Ucap Milka sembari mendorong bahu Nakula yang bergelendotan dilengannya. Milka risih sendiri tapi lebih ke rasa malu sih.

Nakula mendengus, "gak papa kalik Ay, yakan Kak Sana?" Sana menyikana ucapan Nakua, Ia mengurut dadanya memohon diberikan ketabahan, ini sudah kesepuluh kali dalam dua jam kedua pasangan remaja dihadapannya tengah meributkan hal-hal kecil. Kalau ginikan Sana jadi tambah kangen Raden.

"Aku mau ketoilet dulu, kamu sama Kak Sana makan dulu aja, jangan lupa aku pesenin kayak biasanya" ucap Milka sembari berjalan menjauh. Nakula mengganguk-angguk dengan semangat.

"Ayo Nakula" ajak Sana kemudian berjalan menuju restauran diikuti Nakula.

***

Sana menyeka keringat dikeningnya. Saat ini Ia tengah menata berbagai macam lukisan indah di dinding kafenya, tak hanya itu bahkan Ia juga menata seluruh bunga dan Sana simpan disudut ruangan.

Kafe barunya memiliki tiga lantai, lantai satu dan dua menjadi tempatnya bekerja sedangkan lantai tiga Sana sulap menjadi tempatnya tinggal dan hanya Sana yang memiliki akses untuk ke ruangannya, Sana memutuskan untuk tinggal dikafenya karna memang saat ini Ia tak ada lagi tempat untuk tinggal. Jangan berfikir kamar Sana sederhana, tidak sama sekali. Disudut ruangan terdapat lemari kaca yang berisi belasan tas mewah dan juga sepatu miliknya. Kamar ini tak jauh beda dengan kamar di apartemen miliknya dulu, hanya saja memang sedikit sempit, tapi itu tak masalah bagi Sana.

Walaupun setiap ruangannya tidak memiliki tempat yang luas tapi Sana cukup puas, Ia juga lihai dalam mengatur tata letak barang jadi terlihat luas. Selesai menata seluruh ruangan Sana memutuskan untuk istirahat. Dilihatnya  ponsel yang sejak tadi tidak sempat Ia sentuh. Sana menghembuskan nafasnya, tak ada pesan dari Raden. Seharusnya Sana senang, tapi hatinya merasakan hal lain.

"Gak boleh sedih dong Sana!" ucap Sana memberi semangat untuk dirinya sendiri.

"Tapi kangen banget sama Raden" lanjut Sana terdengar seperti rengekan, sembari memeluk kaos milik Raden. Beberapa baju Raden memang sengaja ditinggal ditempat Sana, kalau sewaktu-waktu laki-laki itu menginap ditempatnya dan itu dulu sekarang sudah tidak pernah lagi.

"Apa video call aja ya, terus bilang kalau salah pencet," ide muncul dikepala cantiknya, "ihh, apaan itu murahan banget." Lanjutnya lagi,  ditengah gemelut dikepalanya deringan ponsel mengagetkan Sana.

Raden video call.

"Kayaknya emang jodoh deh sama Raden, bentar, jangan keburu diangkat, eh gak tahan." Sana menggeser ikon hijau, terpampanglah wajah Raden yang tengah tiduran dikamar. Ganteng amat Raden.

"Apa?" Tanya Sana sejutek mungkin.

"Ini lipstik kamu?" Tanya Raden sembari menunjukan lipstik merah Dior dan memang betul itu milik Sana.

"Gak tau, punya ajeng kalik," lanjut Sana ikut merebahkan tubuhnya dikasur. Raden mendecak.

"Udah pindahan?" Tanya Raden melihat disekeliling Sana yang terlihat beda.

"Eh-tau dari mana?" Sana tidak pernah membicarakan tentang kepindahannya dengan Raden. Bahkan Ia juga tak pernah bilang kalau Sana menjual apertemen. Raden hanya diam saja.

"Capek? Istirahat, Aku tutup"

"Jangan! Ehh-maksut aku-" kan jadi keliatan banget kalau Sana rindu Raden. Senyuman terbit dibibir Raden.

"Mau ketemu?" Ujar Raden menawari, "tapi gak bisa hari ini" Raden mengarahkan kameranya untuk memperlihatkan sekeliling.

"Lagi dimana?" Tanya Sana pada akhirnya.

"Singapore" melihat binar dimata Sana, Raden terkekeh geli, "mau minta apa?"

"Gak ada." Malu dong, pikir Sana

"Yaudah nanti aku bawain tas"

"Yaudah sih kalau kamau maksa." Tawa Raden pecah mendengar ucapan Sana. Kehadiran Sana didalam hidupnya benar-benar berdampak baik.

***
Papay 💕

Ehh udah mau dua bulan ya, hehe 🤍

Gold Digger And MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang