Hari demi hari berganti. Hubungan Raden dan Sana pun kian harmonis. Semenjak pertemuan keluarga yang diadakan oleh Ayah Sana, tak pernah sekali pun Gissel dan ibunya menggangu Sana. Entahlah, mungkin Ayahnya menasehati dua manusia tak berakal itu.
Sudah kurang lebih seminggu Sana dan Raden tak jumpa. Keduanya sama-sama sibuk dengan urusan masing-masing, tapi setiap harinya baik Raden mau pun Sana menyempatkan waktu untuk chat, video call atau telfon.
Biasanya Raden akan menyempatkan waktu untuk sarapan di apartemen Sana, tapi seminggu ini tak pernah lagi. Sana pun tak mempermasalahkan hal itu. Ia memaklumi kesibukan pacarnya. Toh demi masa depannya jugakan, Sana tak mau makan cinta. Kehidupan glamornya harus tetap terjaga.
Minggu pagi ini Sana menyempatkan waktu untuk lari pagi disekitar lapangan tak jauah dari apartemennya. Sana yang sudah siap dengan segala keperluan yang akan Ia bawa. Hari ini Sana memilih memakai leging hitam dan jaket nike serta sepatu tentunya.
Sana mendengus melihat lapangan hari yang tampak ramai orang. Setelah mengoleskan sunscreen diwajahnya dan sedikit mengambil foto untuk kebutuhan dunia maya, Sana bangkit mulai untuk mengelilingi lapangan.
Deringan ponsel membuat Sana segera membuka aplikasi chat, kerutan didahinya. Nomor tak dikenal mengirimi gambar.
Tiga gambar, berhasil membuat Sana menahan nafas. Jantungnya berdebar seiringi kedua mata yang meneliti setiap foto yang dikirim entah siapa. Sana mencoba meneliti foto tersebut, berharap foto itu hanya editan. Tapi tidak. Ketiga gambar itu asli.
Kedua tangan Sana sampai dibuat gemetar. Bahkan kini air matanya tak dapat dibendung lagi. Gambar pertama terlihat satu keluarga yang tersenyum lebar kearah kamera. Foto kedua menunjukan pasangan memamerkan jarinya yang terdapat cincin, terlihat senyum indah dibibir wanita tapi tidak dengan laki-lakinya. Foto ketiga sama, masih dengan pasangan tadi bedanya kini sang wanita tampak merangkul lengan laki-laki yang terlihat senyum tipis sekali diwajah laki-laki tampan itu, wanita itu menyenderkan kepalanya. Background tempat mereka foto Sana hafal sekali tempat itu, kayu jati yang terpahat sangat indah. Rumah yang baru pertama kali Sana kunjungi. Rumah Nenek Raden. Raden kekasihnya dan Ajeng. Mereka bertunangan.
Dadanya sesak sekali. Ia terisak. Sana sudah tak peduli lagi dengan tatapan orang-orang yang kini mulai curi-curi pandang kearahnya.
Apa ini alasan Raden seminggu ini tak pernag menemuinya lagi. Ternyata mempersiapkan acara pertunangan dengan Ajeng. Suara tangis Sana kian menjadi. Ini kali pertama Ia merasakan patah hati. Sakit sekali. Kedua tangan Sana menutup wajahnya. Ponsel yang dibelikan Raden beberapa bulan lalu jatuh.
Seseorang berdiri tepat dihadapnnya, mengulurka handuk kecil, "Ini kak". Sana menatap pemuda dihadapannya.
"Masih baru kok". Lanjut pemuda itu, takut-takut Sana mengira itu handuk bekas keringatnya.
"Terimakasih". Gumam Sana disela tangisanya, Ia menerima handuk kecil dan mengusapkan diwajahnya.
Sudah setengah jam lebih Sana masih menangis, pemuda tadi juga masih setia duduk disamping Sana. Tak mau meninggalkan wanita itu.
Nafas Sana sudah mulai teratur, tangisnya pun sudah reda. Pemuda tadi mengulurkan air mineral untuk Sana, "Minum dulu kak". Ucapnya, Sana menerima dan segera menengak habis.
Deringan ponsel berbunya. Pemuda tadi segera mengangkatnya. "Iya ay"
"Ini lagi lari,ditempat biasa"
"oh kamu disini juga ay?"
"sini cepetan"
"ini ay, udah deh kamu kesini".
Sana masih terdiam. Sekarang tak tahu lagi harus bagaimana nasib hubungannya dengan Raden. Sana mendengus, sudah jelas Raden bertunangan kenapa Ia masih bertanya tentang nasib hubungan mereka. Bukankan sudah jelas. Berakhir.
"Nakula, kamu apain kakanya?". Pemuda bernama Nakula itu segera bangkit dari duduknya.
"Bukan aku ay, tadi kakanya nangis-nangis jadi aku samperin". Milka, gadis itu berjalan mendekati Sana.
"Astaga, Kak Sana". Sana yang merasa dipanggil mendongkakan wajahnya. Ia mengingat-ingat wajah gadis cantik dihadapannya, "Milka kak, anaknya Bunda Anne", melihat gerak-gerik Sana yang mencoba mengingat-ingat akhirnya Milka buka suara.
"Ahh--Milka". Lirihnya.
"Kakak gak papa?". Tanya Milka kini sudah duduk tepat disamping Sana. Sana kembali menangis.
"Pertanyaanmu gak berbobot banget ay". Ucap Nakula dihadiahi delikan.
"Kita kerumah yuk kak, dirumah ada Bunda juga". Usul Milka, Sana akhirnya mengangguk. Ia juga sedang tak ingin sendiri untuk saat ini.
"Kunci". Milka menengadahkan tanganya. Milka tadi sengaja untuk naik angkot dari komplek perumahan dan pulangnya nanti bareng Nakula.
"Terus aku nanti ay?". Tanya Nakula sudah memasang wajah memelas.
"Angkutan umumkan ada, kalo gak naik gojek". Tanpa mendengar balasan dari Nakula Milka sudah menarik tangan Sana meninggalkan Nakula sendiri, "Jangan lupa barang-barang kak Sana bawa". Lanjut Milka setengah berteriak.
Apes banget Nakula.
******
Papay 💕KATA KATA MUTIARANYA DONG BUAT RADEN 🤍🤍
KAMU SEDANG MEMBACA
Gold Digger And Me
ChickLitHidup serba ada, lulusan S2 bekerja disalah satu Bank ternama membuat Sanarinda Cavli widodo (24 tahun) menjadi wanita manja dan melihat semua laki laki dari uang dan tampang "gue cantik, kaya, sekolah tinggi. Masa iya mau cari calon suami yang pas...