Sana memasuki rumah gaya minimalis. Tamannya yang ditumbuhi tamaman hijau membuat hatinya sedikit tenang. Tetapi air matanya tak kunjung berhenti mengalir.
Ternyata ini yang namanya sakit hati.
"Bunda". Teriak Milka tepat saat dirinya memasuki rumah.
"Loh katanya mau jogging sama Nakula". Anne--kakak sepupu Sana-- menghampiri keduanya, "Astaga--Sana". Pekik Anne setelah sadar putrinya tak datang sendiri.
"Ada apa ini Nak?". Tanya Anne pada anaknya, melihat kondisi Sana yang tak biasanya. Milka menggelengkan kepalanya. Ia juga penasaran dengan kondisi Sana.
"Masuk dulu, sebentar--". Ucapnya sebelum kembali ke dapur. Milka menuntun Sana untuk duduk, "Minum dulu". Anne kembali dengan membawa minuman untuk keponakannya.
"Kak Sana udah minum Bun". Ucap Milka. Milka yang seharusnya memanggil Sana dengan sebutan tante, tetapi sedari kecil Sana sudah mengajari untuk memenggilnya kakak, wanita itu enggan dipanggil tante.
"Jadi ada apa ini Sana?". Tanya Anne tak sabar. Ia tidak pernah sama sekali melihat Sana terlihat tak berdaya seperti sekarang ini.
"Aku punya pacar, kami gak direstui sama keluarganya, seminggu ini dia jarang banget ngabarin aku kak, tapi hari ini dia--dia tunangan sama wanita pilihan keluarganya". Ujar Sana disela tangisnya.
"Sana, pacarmu kan banyak---". Ucap Anne lirih, takut menyinggung perasaan Sana, "ini pacar yang mana?". Lanjutnya lagi, Anne begitu hafal dengan sifat player adik sepepupunya.
"Kali ini beda kak, aku bener-bener ngerasain hal beda kak". Air matanya masih mengalir deras sekali, "bahkan dia gak ngasih tau aku tentang pertunangannya". Tangisnya makin kencang saat Sana menyebut kata pertunangan.
"Sana, bukan kamu banget ini. Udahlah laki-laki bukan cuma dia doang. Hapus air mata kamu"
"Sakit banget, aku juga gak mau kayak gini, tapi ini air mataku ngalir sendiri". Ucap Sana sembari menghapus air mata yang mengalir dipipinya. Stok air matanya bahkan tak kunjung habis untuk Raden.
"Tenangin diri kamu dulu, kalau perlu nginep disini aja". Sana menganggukan kepalanya, pulang ke apartemen pun akan menambah rasa sakitnya, semua hal yang ada disana mengingatkan dirinya dan Raden.
"Ay". Suara lirih dari luar membuat tiga wanita berbeda usia mengalihkan pandangannya.
Milka segera bangkit dari duduknya, dilihatnya Nakula tengah duduk bersandar dipintu. Keringat mengalir deres diwajahnya. Bajunya bahkan sudah basah.
"Astaga Nakula, kamu jalan ya?". Tanya Milka, gadis itu meraih minuman yang awalnya untuk Sana.
"Lari". Jawab Nakula, nafasnya masih tersegal-segal.
"Kenapa gak naik ojol atau angkot sih?"
"Lupa bawa duit ay". Milka mendengus mendengar jawaban Nakula. Kan bisa dibayar pas udah sampai rumah.
Sana menukikkan kedua alisnya, baru sadar ada pemuda yang tak Sana kenal. Seakan sadar dengan perubahan wajah Sana, Anne memberikan penjelasan, "Pacarnya Milka". Ucapnya. Sana menggukan kepalanya sebagai jawaban.
"Istirahat dikamar aja yuk". Ajak Anne disetujui Sana. Badannya lelah sekali. Ia juga harus merencanakan langkah apa yang harus diambil untuk hubunganya dan Raden.
Didalam kamar Sana merebahkan tubuhnya. Ia bingung sekali sekarang. Akan tetap maju memperjuangkan perasaanya atau mundur. Wanita itu menghembuskan nafasnya kasar. Ia harus istirahat untuk memulihkan tenaga dan kewarasannya.
Disisi lain. Raden berjalan keluar ruangan dimana semua saudaranya tengah berbahagia atas pertunangan yang diadakan secara mendadak. Pagi tadi ketika Raden hendak menemui Sana, dirinya rindu sekali sudah satu minggu tak jumpa wanitanya. Ia dikagetkan dengan suara tangisan.
Pagi tadi.
"Ada apa?". Tanya Raden pada ibunya.
"Nenek kamu, jantungnya kumat nak". Ucap sang Ibu terlihat khawatir, "Ayo masuk". Ajak Ibu Raden.
Benar, Neneknya tengah terbaring di ranjang. Kening Raden berkerut melihat Ajeng duduk disisi ranjang. Sepagi ini wanita itu sudah berada dirumah Neneknya. Pikir Raden.
"Hidupku tak akan lama". Ucap neneknya dengan suara ringkihnya, "Sebelum aku meninggal, Nenek hanya mau melihatmu bahagia dengan wanita baik-baik". Lanjutnya, tangan yang sudah terdapat banyak keriput memegang erat tangan Ajeng.
"Menikahlah dengan Ajeng".
"Kita sudah bahas ini Nek, dan jawabanku akan tetap sama". Jawab Raden. Wajah Ajeng terluhat terluka mendengar ucapan Raden.
"Dia bukan wanita baik-baik!". Pekik Nenek Raden, "ssshh". Rintih Nenek sembari memegang dada kiri.
"Raden, turuti permintaan Nenekmu". Raden masih tak bergeming, "Bertunanganlah dulu". Lanjut ibunya. Melihat wajah penuh harap dari Ibunya akhirnya Ia menyetujui. Disini pun tak ada yang mendukungnya sama sekali. Nanti Ia akan membicarakan masalah ini dengan Sana. Semoga kekasihnya mau mengerti dirinya.
Kembali, Raden menghembuskan asap dari mulutnya. Tanganya meraih ponsel hendak menghubungi Sana. Sudah tujuh kali panggilan tapi tak kunjung mendapatkan jawaban dari Sana.
Kedua matanya menatap kearah rumah terlihat sang Nenek tengah tertawa dengan bahagia sekali, bahkan sudah bisa jalan-jalan. Entah kemana perginya wanita tua yang sedang sakit-sakitan tadi. Raden menertawai dirinya sendiri yang begitu percaya dan menuruti ucapan Neneknya. Ia ditipu.
"Tumben ngerokok mas". Cakra duduk disampingnya, tanganya juga mengapit batang rokok yang menyala dibagian ujung.
"Pusing". Jawabnya singkat.
"Mbak Sana tau?". Tanya Cakra mendapatkan jawaban gelengan dari Raden, "Cepet kasih tahu dan kasih pengertian Mas, sebelum Mbak Sana tahu dari orang lain". Lanjut Cakra.
Raden mengganggukan kepalanya, setelah acara ini selesai Ia akan pergi menemui kekasihnya. Kembali Raden menghisap batang nikotin dijarinya.
Dari arah jendela sepasang mata menatap Raden dengan tatapan sendu.
****
Papay 💕
Kira-kira Sana bakalan luluh gak ya kalau disogok tas Hermes dari ayang Raden??
Buat yang penasaran sama pasangan newbie Milka dan Nakula, hayukk sokin baca : Milka dan 1001 kisah cintanya
Ramein yaa olls.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gold Digger And Me
ChickLitHidup serba ada, lulusan S2 bekerja disalah satu Bank ternama membuat Sanarinda Cavli widodo (24 tahun) menjadi wanita manja dan melihat semua laki laki dari uang dan tampang "gue cantik, kaya, sekolah tinggi. Masa iya mau cari calon suami yang pas...