GDM 39

8.4K 787 77
                                    

Halo semuanya

Pertama tama terimakasih banget buat kalian yang selalu menanti-nanti cerita ini.

Gak nyangka bangettt dah pokoknya dan setiap baca komenan dari kalian, aku terharu banget dengan kehebohan kalian ini. Sayangg kalian pokoknya.

Jadi tuh begini ada hal hal yang harus aku luruskan disini, pertama tentang pekerjaan Raden, awalnya memang mau menjuru kearah 4bdi neg4r4 ya tapi karna Sana anti tim "halo deck" jadi deh ceritanya aku ubah jadi pengusaha gitu, sebenarnya dari awal sudah kurevisi sebelum publis dari hal hal yang berhubungan tentang 4bdi neg4r4 tapi ternyata masih ada yang nyelip.

Tapi dicerita ini aku gak terlalu menceritakan gimana pekerjaan kedua tokoh ini ya ollz.

Kedua untuk tanda baca dan typo nantinya akan kuperbaiki kembali setelah cerita ini ending.

Kapan endingnya? Masih menjadi misteri hihihi.

Happy reading

****

Sudah genap enam hari berlalu, Raden belum juga dapat menghubungi kekasihnya. Setiap hari juga Raden selalu berkunjung kerumah Sana ketika pagi akan berangkat kekantor dan pulang dari kantor, berharap sang kekasih sudah kembali. Ia bertanya-tanya tentang kepergian kekasihnya. Raden yakin Sana sudah mengetahui terlebih dahulu tentang pertunangan sialan itu.

Raden mengusap wajahnya. Ketika siang hari di acara pertunangan dengan ajeng selesai, lelaki itu melepaskan cincin yang melingkar dijari manisnya. Ia harus menyelesaikan masalah pertunangan itu.

Lelaki yang kini mengenakan kaos dengan tulisan Celine dibagian dada, -hadiah dari Sana dengan uang Raden untuk membeli- merebahkan tubuhnya. Lelah sekali. Bahkan Raden mengerahkan orang untuk mencari kekasihnya, tapi tak kunjung ketemu. Entah dimana Sana berada. Dompet yang biasa Sana pakai berisi uang dan ATM saja ada di apartemen, jadi Ia kesulitan melacak kepergian kekasihnya.

Tangan Raden meraih ponsel yang bergetar disaku celananya, "Masih gak ada jejak pak." Raden mengurut dahinya.

"Cari sampai dapat"

"Baik pak"

"Dimana kamu." Ucap Raden lirih.

Sementara ditempat lain, Sana menatap kedua pasangan muda itu dengan dahi berkerut. Sudah setengah jam berlalu. Milka dan Nakula masih memperdebatkan motor siapa yang akan dipakai untuk jalan-jalan sore.

"Nurut aja sih ay, pegel banget kakiku dari tadi berdiri." Keluh Nakula sembari mengurut kakinya.

"Ya kamu juga, udahlah pakek motor sendiri-sendiri aja."Balas Milka mulai memasangkan helm di kepalanya. Nakula segera meraih tubuh Milka.

"Jangan dong ay." Ucap Nakula masih setia memeluk tubuh kecil Milka dari samping.

Sana yang melihat dari kejauhan mengurut dadanya mencoba untuk bersabar melihat perdebatan kedua remaja itu. Hampir setiap hari saat Sana melihat pemandangan seperti ini.

"Yang bener aja kamu! Masa mau jalan-jalan berdua biar kayak pasangan lain malah pakek motor sendiri-sendiri." Lanjut Nakula

"Yaudah deh iya, pakek motor kamu. Tapi nanti abis jalan-jalan janji ya ay aku isiin bensinya". Milka mendengus mendengar ucapan Nakula, Cowok itu tak mau kekasihnya merasa dirugikan.

"Ck-terserah kamu. Udah ayo berangkat keburu malem". Nakula mengangguk dengan semangat. Sana masih memperhatikan sepupu dan kekasihnya hingga kedua remaja itu keluar dari gerbang.

Sana menghela nafasnya. Ia masih menenangkan dirinya terlebih dahulu, sudah enam hari berlalu Sana tak pernah sekalipun menyentuh ponselnya. Bahkan pekerjaanya terbengkalai.

"Kalau dipecat gimana ya." Sana baru tersadar dengan kebodohannya.

"Kayaknya gak bisa gini terus deh" ucapnya lirih, Ia tak bisa menghindar terus dari masalahnya dan Raden.

"Ayo Sana jangan bodoh, ayo bisa yok." Ucapnya menyemangati dirinya sendiri.

"Tan"

"Kenapa San?". Balas Anne yang tengah mengaduk adonan kue, "Milka sama Nakula udah selesai debatnya?". Sana mengganguk sebagai jawaban membuat Anne terkekeh. Sudah hafal betul dengan tingkah Nakula dan Milka.

"Aku mau pulang aja tan." Anne menghentika  kegiatannta.

"Udah kamu pikirin?". Tanya Anne memastikan.

Sana mengganguk mantap, "Iya, kalau aku mengindar terus kayak gini gak akan selesai juga masalahnya". Ucapnya dijawab anggukan oleh Anne.

"Kalau kamu udah yakin gak papa, mau dianter?" Tanya Anne

"Pesenin Gorek aja tan, sekalian bayarin". Sana meringis.

Tibalah Sana di apartemen miliknya, setelah memasukan kombinasi angka, pintu terbuka perlahan. Kedua alisnya menyatu. Sandal Raden ada disana.

Sana menghembuskan nafasnya lelah, masa harus langsung menghadapi Raden sih. Pikirnya. Perlahan Ia memasuki rumah. Sana menatap lelaki yang sangat Ia rindukan tengah tertidur disofa. Perlahan Ia berjalan mendekat. Dilihatnya jari tangan Raden, tak ada cincin melingkar disana tidak seperti foto yang Ia lihat enam hari lalu.

Wajah Raden terlihat lebih kurus dan kusam sekali, apalagi rambutnya yang terlihat berantakan. Sana memutuskan untuk kedapur, memanaskan makanan yang dibawanya dari rumah Anne.

Setelah selesai Sana menata dimeja. Sembari menunggu Raden bangun Ia memutuskan untuk mandi terlebih dahulu.

Raden terbangun mendengar suara gemericik Air. Seakan tersadar bahwa Ia sendirian disini, kedua matanya terbuka lebar melihat berbagai jenis makanan dihidangkan dimeja. Sana pulang. Begitu pikir Raden. Jantungnya berdegum kencang perpaduan rasa takut dan senang.

Tak berapa lama sana keluar dari kamarnya. Dilihatnya Raden tengah menatap dirinya. Sana mengukir senyum tipis.

"Makan dulu." Ucap Sana ketika melihat Raden akan bicara.

"Kamu kurusan." Lanjut Sana lagi.

"Gak ada kamu." Balas Raden dijawab senyuman oleh Sana.

Mereka makan dengan tenang. Selesai makan Sana membereskan terlebih dahulu.

"Sana". Ucap Raden lirih. Dirinya begitu takut sekarang. Ia tak pernah merasakan setakut ini.

"Kita udahan aja ya". Ucap Sana senyuman tipis terukir dibibirnya. Kalimat yang Raden takutkan keluar dari bibir kekasihnya, entah masih pantaskah Raden menyebutnya kekasih.

****
Papay💕

Eeee penasaran gak tuh lanjutannya gimana.



Gold Digger And MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang