04 : DHIMH

1.1K 81 2
                                    

Tepat pagi hari ini, rencana kemarin yang Aida diminta untuk ikut pulang bersama Faisal. Ingat, hanya untuk sementara bukan selamanya. Aida sendiri hanya akan mengikuti saja apa diminta padanya, soal kapan pulang kembali kerumah, itu urusan nanti.

Aida baru saja menuruni setiap anak tangga dirumahnya. Tepat saat dibawah, matanya menangkap Faisal yang sedang duduk memangku laptop. Aida berjalan mendekat, menepuk pundak Faisal. "Abang, berangkat jam berapa kita?"

Faisal menatap sebentar Aida, lalu dia melanjutkan kembali aktifitasnya. Aida jelas jengkel, dia bertanya mengapa tidak dibalas balik.

"Jam 9 dek, sudah sana main-main dulu atau kangen-kangenan gitu sama Umi dan Abi. Jangan ganggu Abang.."

"Ish Abang nih, ngeselin banget. Haduh gimana nanti istrinya yah, setiap hari dibuat kesel kelakuan Abang"

"Huh, yasudah deh."

Aida berjalan ke ruang tengah, duduk di sofa depan televisi. Yang dilakukannya hanya mengubah posisi duduk menjadi rebahan di sofa lalu berubah kembali menjadi telungkup terus berubah duduk kembali dan seterusnya seperti itu mengulang-ulang.

Fatimah yang baru saja keluar dari rumah, melihat kelakuan anak bungsunya hanya bisa geleng-geleng kepala. Dihampiri nya Aida, namun sepertinya sang empu tidak sadar dengan kedatangannya.

Fatimah berdeham, "Dek.. Kamu ngapain?"

Aida terkejut, dia berbalik arah menatap sang Umi dengan menyengir, pikirnya pasti ketahuan deh soal kegabutan nya.

"Enggak ngapa-ngapain kok Mi, cuman gabut aja."

"Sudah semua diberesin barang yang mau dibawa kerumah Abangmu?"

"Sudah kok Mi, sudah semua. Tinggal otewe jalan, ngenggggg.." Kata Aida dengan meragakan orang yang sedang membawa kendaraan bermotor.

Fatimah hanya bisa tertawa melihatnya, dia pasti akan rindu dengan tingkah laku Aida yang dibilang tidak jelas namun membuatnya selalu tertawa.

"Ohiya Dek, hari ini kamu ada jadwal kontrol dengan Dokter Shaffa, tapi kebetulan beliau sedang berhalangan hadir."

"Terus enggak jadi dong Mi?"

"Iyah, tapi nanti kamu tetap datang Dek. Ada Dokter yang akan menggantikan beliau untuk pemeriksaaan hari ini. Nanti juga akan ada resep obat baru, tapi sebentar, Umi lupa siapa yang bakal kamu temui nanti."

"Yasudah Umi, nanti aja. Nanti sebelum kerumah Abang, Adek sama Abang mampir kerumah sakit biar enggak bolak-balik."

"Yasudah, Umi mau siapin bekal buat kalian. Mau ikut?"

"Mauuuu."

•••


Semua barang sudah dimasukan ke dalam bagasi mobil, Aida bergantian memeluk Abi dan Uminya. Disusul oleh Faisal yang juga sama melakukannya.

"Sudah, jangan sedih begitu, Insya Allah Abi dan Umi akan kesana menyusul kalian."

"Bener yah Mi?"

Fatimah mengangguk sebagai janjinya. Melepaskan pelukan hangatnya pada Aida dan membiarkan kedua anaknya itu benar-benar pergi dari hadapannya. Jika dipikirkan lagi, Fatimah memang terlalu egois menyuruh Aida ikut bersama Faisal. Tapi lagi, dia hanya tidak mau Aida terus merasa kesakitan. Kilatan ingatan masa kecil terus bermunculan selama satu minggu sebelum kedatangan tetangga. Dan itu membuatnya yakin bahwa Aida benar-benar harus dijauhkan dari siapapun yang pernah ia kenal sewaktu masa kecil.

Di dalam mobil, keadaannya hanya sunyi. Faisal yang fokus mengemudikan mobil sedang Aida yang fokus menatap jalanan. Helaan napas terus dia lakukan, itu membuat Faisal terganggu.

Doctor Hamzah is My Husband ✔ [Revisi - New version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang