06 : DHIMH

957 75 1
                                    

Faisal kembali termenung memikirkan tentang jodoh, padahal jodoh itu misteri. Kita hanya berusaha, pada akhirnya kita harus berbaik sangka pada Allah. Disegerakan belum tentu baik, ditunda belum tentu buruk.

Memang benar hasil akhirnya nanti kita hanya bisa serahkan semua pada Allah. Toh mau diterima atau bukan, bukan berarti kita harus merebutnya dengan cara kasar bukan? Bukan berarti kita harus menempuh cara yang salah bukan? Jika memang dialah seorang yang tepat menurut Allah, maka segerakanlah kamu menikahinya. Jika bukan, maka perbaiki diri dan terus berserah diri pada Allah.

Berbeda dengan Aida yang tampak bersenandung senang karena akhirnya bisa pergi dari rumah Faisal. Bukan untuk kembali kerumahnya melainkan ke kampus, bertemu dengan dosen ter nyebelin. Selepas pertemuan tadi, Aida bersyukur karena skripsiannya tidak banyak yang dicoret dan sudah benar, tinggal beberapa lagi saja.

Waktu begitu cepat ternyata yah, padahal baru kemarin merasakan duduk dibangku sekolah menengah, sekarang sudah mau lulus alias wisuda. Tetapi ternyata bukan waktu yang begitu cepat, melainkan kesenangan diri dengan dunia yang begitu mengasyikkan. Pada zaman ini, tidak jarang banyak manusia yang melalaikan waktu dan bersikap masa bodoh terhadap waktu. Mereka menyia-nyiakan waktu yang telah Allah Ta’ala takdirkan pada dirinya. Seolah hidup ini hanya untuk kesenangan dan hura-hura belaka.

Apabila waktu secara terus-menerus disia-siakan oleh seorang manusia, maka untuk apa ia hidup di dunia? Waktunya tidak berguna bagi dirinya ataupun bagi orang lain. Bukankah sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi orang lain? Bukankah tujuan Allah Ta’ala menciptakan manusia untuk beribadah kepadanya? Lalu apa prinsip hidup di dunia bagi orang yang menyia-nyiakan waktu? Sebenarnya tujuan hidup mereka hidup di dunia untuk apa?

Langkahnya membawa diri menuju kantin yang berada dikampus, sahabatnya telah menunggu disana. Tidak mau melewatkan waktu untuk bertemu, karena mungkin tidak ada yang tahu kapan Allah akan mengambil hamba-Nya untuk berpulang ke rahmatullah.

Matanya berbinar karena menangkap  sosok yang dia rindukan. Sebuah pertemuan itu akan selalu dikenang selamanya.

"Assalamu'alaikum Syah.."

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh, Ai."

Aida memeluk erat tubuh Aisyah, seperti tidak boleh ada yang ambil Aisyah darinya. Padahal jelas, semua umat manusia akan kembali ke sisi-Nya.

"Duduk dulu Ai, nih minum dulu. Pasti capek ya?"

Aisyah menggeser minuman dingin yang dia beli tadi untuk Aida. Tidak mungkin dia tidak beli, pasti Aida lelah berjalan sampai ke kantin, belum lagi harus menjawab setiap pertanyaan dosen ternyebelin itu.

"Hehe makasih ya Syah. Ohiya gimana sama yang ngajak kamu ta'arufan itu? Sudah hampir dua hari berlalu, bagaimana nih kelanjutannya?" Aida secara blak-blakan bertanya dengan nada yang sedikit tinggi dan mampu membuat beberapa pasang mata melirik keduanya.

"Insya Allah aku akan kasih jawabannya, tapi soal jawaban itu, itu rahasia ku Ai."

Aida tampak menganggukkan kepalanya, memahami yang terjadi pada Aisyah. "Ohh begitu ya, semoga apapun itu jawabannya. Aku akan mendukungmu."

•••


Hamzah sudah menyelidiki dengan bantuan seorang, menurut informasinya dikatakan bahwa tujuh belas tahun lalu pernah terjadi suatu musibah yang merenggut nyawa seorang.

Namun itupun tidak jelas, benar atau tidaknya. Yang jelas, Hamzah akan terus mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Hamzah menghela nafasnya panjang, memijat keningnya. Terasa pusing sekali,  disatu sisi harus mencari informasi tentang gadisnya, di satu sisi lain harus dipusingkan dengan dokumen kantor, dan sisi lain lagi, harus pusing dengan banyaknya pasien di rumah sakit. Rasanya kepala Hamzah ingin meledak.

Doctor Hamzah is My Husband ✔ [Revisi - New version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang