Aida menatap curiga kedua orang tuanya, sepertinya ada hal yang tidak ia ketahui.
"Abi sama Umi nyembunyiin apa deh??"
Abyan dan Fatimah sama-sama langsung berhenti tertawa. Menatap tanya sang anak, memangnya apa yang sedang mereka sembunyiin dari anak bungsunya?
"Ihh kok malah diam sih Mi, Bi. Adek kan nanya loh ini."
Fatimah mengelus lembut kepala anaknya itu. "Enggak ada Dek, Umi dan Abi tidak menyembunyikan hal apapun ke kamu. Jadi jangan berprasangka yang tidak-tidak.."
"Patut dicurigai tapi Abi sama Umi. Masa tadi bilangnya mau jodohin Adek, kan gimana gitu."
"Kamu nih Dek, Abi aja belum bilang calon yang mau jadi suami kamu. Masa sudah menolak saja, yakin enggak mau? Ganteng loh Dek."
"Nah iya, cocok lagi sama Adek. Yakin anak Umi yang satu ini enggak mau?" Tanya Fatimah dengan gerakan alisnya naik-turun.
"Dicoba dulu Dek, eh maksudnya Abi, mencoba perkenalan dulu gitu atau mau langsung saja, dihalalkan? Abi sih setuju, karena Abi sudah tahu bagaimana calon menantu Abi nantinya. Ya kan Mi?"
Fatimah mengangguk setuju dengan perkataan sang suami, berbeda dengan Aida yang mulai berpikir, sebenarnya dalam lubuk hatinya yang terdalam dia, mau-mau saja. Toh kan pilihan orang tua pasti yang terbaik.
"Bagaimana Dek?? Mau tidak?"
"Bagaimana apa Umi?? Kalian kayaknya serius banget, sampe Abang pulang aja enggak dengar."
Ketiganya terkejut, mengalihkan pandangan mata mereka dan tertuju pada sang pelaku.
"Abang, astaghfirullah. Kamu nih, kebiasaan, mengucap salam dulu Bang. Buat Umi kaget aja."
Aida mengangguk setuju. "Tahu nih Bang Faisal, Adek juga sama terkejut."
Faisal menggaruk tengkuk lehernya, "Ya gimana ya, sudah tadi. Tapi kayaknya pada enggak denger deh. Salah siapa coba?"
"Abang" Jawab serentak Fatimah dan Aida.
"Loh kok Abang? Enak saja, Adek sama Umi saja yang tidak dengar. Padahal Abang sudah kencang loh ngucap salamnya, ditambah nih tadi tuh auranya sepi gitu. Seperti tidak ada penghuninya saja."
Bukh.
"Dek!" Faisal menatap tajam sang Adik karena tubuhnya mengenai lemparan bantal kecil.
"Jangan sembarangan deh Bang kalau ngomong."
"Sudah-sudah, kok malah ribut. Abi denger kok Abang pulang, tapi tadi Abi kira itu rumah sebelah, taunya beneran kamu Bang."
"Nah kan, Abi aja denger."
"Cukup sudah, jangan dilanjutkan. Abang lebih baik mandi sana, bau badan kamu, Umi enggak suka." Perintah Fatimah dengan hidung yang ia tutupi dengan satu tangannya.
"Ihh Umi, wangi gini kok dibilang bau."
"Iyah serius bau badan Abang, mandi gih Bang. Jorok ihh." Usir Aida pada Faisal agar cepat-cepat pergi dari hadapannya.
"Serah kalian deh wahai perempuan, padahal Abang kalau mandi cepet aja masih wangi. Apalagi kalau enggak mandi, wangi banget." Kata Faisal seraya berbalik arah, itu membuat Aida dan Fatimah terkekeh.
•••
Aida membaringkan tubuhnya diatas ranjang. Memori otaknya berputar ke kejadian tadi sore, yang dimana Abi dan Umi mau menjodohkannya dengan teman Abinya.Jika dipikir-pikir kembali, teman Abi itukan hampir semua lulusan pesantren. Emang ada yang mau dengannya? Aida itu hanya seorang perempuan biasa dan pasti sangat jauh sekali dengan perempuan yang pernah mondok.
KAMU SEDANG MEMBACA
Doctor Hamzah is My Husband ✔ [Revisi - New version]
SpiritualMaaf masih jauh dari kata baik. Tulisannya masih nggak sebagus penulis lain. Alurnya pun mungkin masih ndak jelas. 🥲 •••-------------------------------------••• "Akhirnya setelah sekian lama tidak berjumpa denganmu, membuat rinduku terbayarkan. Izi...