16 : DHIMH

671 46 0
                                    

Setiap pertemuan pasti ada perpisahan, Hamzah tentu pernah mengalaminya, lebih tepatnya mengenal dia cukup lama. Dari semenjak masih kecebong sampai berubah menjadi bayi mungil cantik dengan pipi tembam nya.

Hari-hari dilalui begitu senang dan bahagia saat akan menyambut bayi mungil tersebut, semua sudah disiapkan, karena berjenis kelamin perempuan, itu membuat Abangnya sangat bahagia apalagi dia sebagai teman kecil dari Abangnya itu.

Begitu bayi itu lahir, kami sangat bahagia tentunya. Penantian dia sebagai Abang laki-laki akhirnya terwujud. Do'anya dikabulkan oleh Allah. Tentu saja Hamzah sangat bahagia meskipun di dalam lubuk hatinya dia iri, ingin juga memiliki seorang Adik perempuan yang tampak cantik dan imut.

Namun apa dayanya, Bundanya tidak bisa mengandung lagi karena suatu hal. Tapi tidak apa, dia sebagai anak laki-laki satu-satunya tidak boleh bersedih, karena bayi mungil yang baru saja lahir itu sudah dia anggap sebagai Adiknya juga.

Bayi perempuan itu diberi nama Aida Zhafira Syauqi, bayi mungil dengan pipi tembam dan wajahnya yang merah. Mungkin karena baru lahirnya makanya kulitnya merah, pikir Hamzah saat itu. Tapi dia langsung jatuh hati pada bayi mungil itu, seperti ada sesuatu yang membuatmu tidak lepas pandangan dari bayi tersebut.

Saat itu, Hamzah mulai menaruh hatinya pada Aida. Pada bayi mungil yang baru saja dilahirkan di dunia yang fana ini. Semakin hari, semakin bertumbuh besar bayi mungil tersebut. Semakin cantik dan semakin aktif tingkahnya. Apalagi pipinya yang tembam seperti bakpao, sangat enak dimainkan olehnya.

Aida kecil dulu sangat begitu dekat dengannya, selain itu, Aida kecil juga selalu saja terjatuh entah tersandung atau apa. Pernah suatu hari, ketika kedua Abangnya sekolah. Aida kecil menangis berjam-jam akibat terjatuh, sampai-sampai saat keduanya pulang dan ingin mengajak bermain, Aida kecil sudah terlelap tidur dengan mata yang memerah serta hidung akibat menangis.

Tentu membuat kedua lelaki itu terkejut dan merasa bersalah. Ya beginilah jika keduanya bersekolah dan meninggalkan Adik perempuan mereka. Pasti selalu saja ada yang terjadi. Entah jatuh karena tersandung batu atau dijahili oleh sesama teman mainnya yang satu tempat di daerah rumah sekitar.

Singkatnya, pada akhirnya, dirinya harus ikut pergi keluar kota mengikuti kedua orang tuanya. Terlebih sang Ayah yang memang mengajak istri dan anaknya untuk pergi karena pekerjaan yang membuatnya tidak bisa, jika tidak mengajak keduanya. Jika ditanya, Hamzah menginginkan atau tidak, jawabannya tentu saja tidak sama sekali. Itu berarti dia harus pergi meninggalkan semua orang yang sudah dia kenal selama di sini. Apalagi dia harus pergi menjauh dari Aida kecil.

Salam perpisahan dengan gadis kecil itu saja tidak ada, tapi sebelum pergi, Hamzah memberikan sebuah bandana pada gadis kecil itu. Itu kenangan darinya saat itu, entah apakah sekarang barang itu masih ada atau tidak. Tapi kenangan masa kecil itu masih membekas dan selalu Hamzah ingat, jika diingat-ingat, Aida kecil itu sangat imut dan selalu manja padanya. Mengapa sekarang berbeda ya?

Hamzah tertawa sendiri, kalau orang yang melihatnya pasti akan dianggap gila karena tertawa sendiri apalagi tidak melihat apa-apa.

"Ham, astaghfirullah serem banget lu, ketawa sendirian."

Hamzah tergelonjak terkejut, ia mengelus dadanya. Fatur itu seperti makhluk halus saja, datang tidak diundang, pergi pun tidak diantar.

"Ngapain kesini? Ngetok pintu enggak, salam juga enggak."

"Yang ada juga gua Ham, gua tuh udah ngetok pintu sebanyak lima kali dan salam. Gua kira ada pasien di dalam yang lagi konsultasi, taunya enggak ada. Eh pas dibuka, taunya lagi ketawa sendirian."

"Ngetawain apasih Ham?"

"Oh itu cuman mengingat kenangan masa kecil."

Fatur tampak menganggukkan kepalanya.

Doctor Hamzah is My Husband ✔ [Revisi - New version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang