Selepas menghabiskan waktu malam minggu nya bersantai di salah satu cafe, Aida bergegas langsung membersihkan wajah dan berganti pakaian menjadi pakaian tidur. Tak lupa ia berwudhu terlebih dahulu sebelum bobok.
Di rebahkan tubuhnya di atas ranjang, sebuah senyuman terbit membentuk bulan sabit. Pandangannya menerawang kejadian tadi di cafe, sangat lucu jika dibayangkan bagaimana kewalahan Abangnya yang membantu Hamzah lepas dari kerumunan para kaum hawa yang memuji ketampanannya.
Memang, Hamzah itu tampan. Wajahnya yang putih mulus bersih tidak ada noda sekalipun mampu membuat semua mata kaum hawa terpesona. Terlebih lagi, Aida seorang. Ya Aida akui, Hamzah itu tampan.
Aida menggelengkan kepalanya, mulutnya mengucapkan kalimat istighfar. Tidak boleh baginya mengkhayal yang tidak-tidak apalagi yang bukan mahramnya.
Tapi, Aida sangat benar-benar mengakui jika Hamzah itu sosok lelaki jangan tampan dan sempurna. Itu menurutnya, padahal setiap manusia diciptakan oleh Allah tidak ada yang tidak sempurna. Sempurna, ah bukan sempurna, lebih tepatnya kelebihan itu nilai plus dari Allah untuk kita. Kekurangan pun nilai plus bagi kita untuk tetap bersyukur. Jadi, baik kekurangan maupun kelebihan itu merupakan nilai plus bagi manusia untuk tetap disyukuri nya.
Malam berganti pagi, selepas shubuhan, Aida memilih terlelap kembali. Tidak lama, hanya satu jam, lalu dia kembali bangun karena pintu kamarnya diketuk oleh Fatimah agar dia segera turun untuk sarapan.
Setelah membasuh wajahnya, Aida bergegas turun untuk sarapan. Cacing di perutnya juga sudah demo untuk minta diisi.
Bau harum masakan yang tersaji di meja makan, sangat masuk ke indra penciuman nya. Aida mencepatkan laju langkahnya menuju kursi meja makan.
"Pagi semua.." Sapa Aida yang disambut senyuman hangat dari kedua orang tuanya. Lain hal dengan Faisal, yang tampak datar.
"Datar banget kayak tembok, senyum dong Bang. Senyum kan ibadah."
Faisal tersenyum tipis lalu berubah menjadi datar kembali. Tangannya mulai menyendokkan setiap masakan yang tersaji.
"Abang, hari ini ke kantor kah?" Tanya Aida yang dijawab dehaman oleh Faisal.
"Boleh ikut?" Tanya hati-hati Aida disela Faisal mulai memasukkan makanan yang ia sendok ke dalam mulutnya.
Faisal hampir saja tersedak, namun ia dengan cepat mengunyah makanan tersebut dengan gerakan perlahan.
"Mau apa kamu ikut kesana Dek?" Farid bertanya.
"Mau ikut aja Bi, penasaran aja gitu disana itu gimana kerjanya. Ngapain aja, terus ya semua tentang dunia perkantoran itu bagaimana?" Jawabnya asal.
Faisal tampak berpikir, ia menggangguk. Namun mendapat pertanyaan lagi dari Adiknya itu.
"Boleh enggak Bang? Diem mulu keknya, ada apa sih Bang? Lagi sariawan ya?"
"Enggak, sudah cepat makan. Dan lekas siap-siap, jangan lama. Abang tunggu."
Faisal menyudahi sarapannya dengan cepat. Sangat cepat, mungkin ia masih kenyang apalagi semalam banyak ngemil bersama Hamzah di cafe.
•••
Mobil yang dikendarai oleh Faisal dan ditumpangi oleh Aida membawa keduanya dalam perjalanan jauh ke sebuah gedung yang tidak sangat tinggi namun memiliki makna paling dalam untuk sang pemilik perusahaan itu.Bukan tanpa sebab pula, Faisal sendiri tidak ingin membangun sebuah perusahaan yang tinggi apalagi melebihi tingginya rumah Allah yaitu Masjid, tempat beribadah umat muslim.
KAMU SEDANG MEMBACA
Doctor Hamzah is My Husband ✔ [Revisi - New version]
SpiritualeMaaf masih jauh dari kata baik. Tulisannya masih nggak sebagus penulis lain. Alurnya pun mungkin masih ndak jelas. 🥲 •••-------------------------------------••• "Akhirnya setelah sekian lama tidak berjumpa denganmu, membuat rinduku terbayarkan. Izi...