Suara setiap langkahan kaki yang beradu dengan lantai serta tanah. Hembusan semilir dari angin juga jatuhnya daun dari pohon tidak membuat perempuan itu tersadar dari lamunannya.
"Assalamu'alaikum warahmatullah Aida.." Salam juga sebuah tepukan mampu membuat nya tersadar.
Pemilik nama Aida atau lengkapnya Aida Zharifa Syauqi, anak bungsu dari pasangan suami-istri yang bernama Muhammad Farid Syauqi dan Fatimah Nur Farida atau kerap disapa Abi Farid dan Umi Fatimah.
"Astaghfirullahalazim.. Syah, kamu buat kaget aku saja.. Untung saja aku tidak mempunyai penyakit riwayat jantung, coba kalau punya. Na'udzubillah deh jangan sampe.."
Perempuan yang disebut Syah oleh Aida itu bernama lengkap Aisyah Nur Fathia, anak tunggal dari pasangan suami-istri yang bernama Afnan Alfiansyah dan Fathiyah Nurul Sajidah atau kerap disapa Ayah Afnan dan Ibu Fathiyah.
Aisyah menyentil jidat Aida. "Hush kalau ngomong, jangan asal gitu deh Ai."
Alhasil Aida hanya bisa terkekeh saja, tidak mau menanggapi lebih lanjut.
"Sekarang aku yang bertanya, kamu baik-baik saja kan Ai? Aku perhatikan dari kejauhan tadi, kamu melamun saja, apalagi kamu kayak enggak terganggu gitu sama mahasiswa/wi yang berlalu lalang."
"Alhamdulillah aku selalu baik, soal itu aku hanya bingung saja Syah."
Aisyah mengerutkan dahinya. "Bingung soal apa Ai?"
Aida menghembuskan nafasnya yang terasa berat. "Sebenarnya tentang mimpi itu, aku tidak tahu kenapa? Seakan mimpi itu seperti nyata Syah."
Aisyah paham betul apa yang dimaksudkan oleh Aida tanpa harus berbicara panjang kali lebar. Aisyah juga merasa khawatir akan kondisi sahabatnya itu, mereka sudah berteman sejak lama. Baik suka maupun duka sudah mereka lalui, Aisyah juga tahu bahwa saat dahulu semasa kecil, Aida pernah mengalami sebuah kecelakaan tragis yang harus merenggut nyawa seseorang.
Tapi Aida sendiri alhamdulillah selamat meskipun harus menelan sebuah kepahitan yang amat menyakitkan yaitu kehilangan ingatan secara permanen.
Aisyah menepuk pundak Aida, mencoba berbagi ketenangan dari tatapan mata keduanya. "Sudah Ai, jangan dipikirkan. Ingat kata Tante Fatimah, kamu tidak boleh terlalu berpikir keras nanti kamu akan merasakan sakit hebat di bagian kepala. Sudah jangan dipaksakan Ai, aku tidak mau sahabat kecilku ini harus masuk rumah sakit lagi."
Aida mengangguk, ya dia tidak mau harus berbaring lagi di rumah sakit hanya karena sebuah kesalahan. Apalagi harus minum obat yang rasanya pahit sekali jika dihaluskan.
Aisyah bangkit dari duduknya, membuang nafasnya, lalu dia menundukkan kepalanya untuk menatap mata Aida.
"Yuk ke kantin kampus, kita makan bakso Mang Irul, gimana mau enggak Ai? Aku traktir."
Aida begitu semangat kala diajak makan bakso apalagi ditraktir begitu. Kan ibaratnya itu jika gratisan itu akan lebih enak dibanding bayar sendiri.
"Tuh kan, giliran ditraktir aja hayo mau gerak cepat. Giliran diajakin suka malas-malasan."
Aida tertawa kecil, dia mencubit gemash hidung Aisyah. "Kalau gratisan itu enak Syah, patut disyukuri olehku."
Aisyah menggandeng lengan Aida, mereka berjalan bersamaan menuju kantin kampus.
•••
Sesampainya ditempat tujuan, Aisyah menyuruh Aida untuk mencari tempat duduk sedangkan Aisyah yang memesan bakso serta minuman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Doctor Hamzah is My Husband ✔ [Revisi - New version]
EspiritualMaaf masih jauh dari kata baik. Tulisannya masih nggak sebagus penulis lain. Alurnya pun mungkin masih ndak jelas. 🥲 •••-------------------------------------••• "Akhirnya setelah sekian lama tidak berjumpa denganmu, membuat rinduku terbayarkan. Izi...