Keheningan melanda kedua manusia berbeda gender itu. Baik Aida maupun Hamzah, tidak ada yang membuka suaranya. Namun mata Aida melirik apa yang ada diatas meja, itu jajanan favoritnya.
"Bang, ini punya siapa?"
Hamzah melirik apa yang ditunjuk Aida. "Oh, punya kamu. Makan aja, tadi dijalan ada yang jual, yasudah Abang beli buat kamu Dek."
"Beneran nih Bang? Aduh makasih ya Bang, tahu aja deh lagi males keluar."
"Kamu kan emang pemalas Dek."
"Ewak awja" Jawabnya seraya mengunyah.
"Telen dulu Dek, entar tersedak."
Aida mengiyakan saja ucapan Hamzah dan mengacuhkan kehadiran Hamzah di sebelahnya. Sangat jarang sekali kan dibelikan jajan seperti ini sama tetangga. Mumpung gratis, jadi makan terus.
"Dek, menurutmu cinta itu bagaimana?"
Aida tidak tersedak sama sekali apalagi sampai terkejut dengan pertanyaan Hamzah.
"Kenapa nanya gitu Bang?"
Aida mengangguk-anggukan kepalanya, ia menatap menggoda pada lelaki itu, menggoda dalam artian meledek. "Oh jangan-jangan, Abang lagi jatuh cinta ya. Asik nih, nanti bakal ada yang nyusul Bang Faisal."
"In sya Allah jika Allah beri jalan, saya akan cepat menyusul."
"Tuh kan bener, kapan nih? Siapa tuh orang nya? Cantik pasti ya.."
"Bukan itu pertanyaan Abang, sekarang jawab dulu pertanyaan Abang."
"Cinta ya?" Ulangnya kembali pertanyaan Hamzah.
"Gini ya Bang, sebenarnya Adek juga masih gapaham cinta itu gimana. Misalnya nih, kata mereka kalau orang jatuh cinta itu pasti jantungnya berdebar-debar, lalu perutnya terasa ada kupu-kupu terbang. Tapi sepertinya Adek enggak percaya deh."
"Terus."
"Yah begitu."
"Masa begitu doang Dek? Enggak membawa sekali jawaban mu Dek."
Aida merutuki diri Hamzah, kok ya malah ngelunjak. "Sabar Aida, sabarrr." Batinnya.
"Sekarang gini deh Bang, kenapa sih Abang-eh larat, maksudnya kalian semua kecuali saya, apa-apa selalu bahas tentang cinta-cintaan."
"Padahal jelas, kalau kita mau mendapatkan yang terbaik. Balik lagi ke diri masing-masing, emang sudah baik?"
"Ya Adek mah bukan mau nyudutin atau apa-apa. Cuman kan realitanya begitu, banyak yang pengen dapetin pasangan yang kaya raya, banyak uang, pintar buat bahagia istri, yang enggak neko-neko, yang inilah itulah. Atau sebaliknya, banyak yang pengen dapetin pasangan yang pinter masak, jago beberes rumah, bisa momong anak, pinter nyenengin suami, yang enggak boros kalau belanja, enggak minta neko-neko, inilah itulah."
"Nah itukan kemauannya banyak, tapi coba balik ke diri masing-masing. Lihat dirimu sendiri, apakah kamu pantas bersanding dengan mereka tapi kamunya enggak mau berusaha buat berbenah diri?"
"Daripada cinta-cintaan, mending fokus memperbaiki diri masing-masing. Soal dapetnya yang bagaimana? Ada Allah, dia tahu mana yang baik untukmu dan bukan. Karena terkadang, apa yang menurut kita baik, belum tentu menurut Allah baik."
"Pembuktian cinta yang sebenarnya itu adalah dengan pernikahan. Kalau ada yang bilang 'aku cinta kamu', itu sebenarnya hanya omongan nafsunya saja."
"Tugas kita itu membenahi diri, memperbaiki diri, melangitkan do'a, Allah tau yang terbaik, kelak Allah pertemukan dengan sebaik-sebaik cara-Nya. Jangan pernah menunggu atau ditunggu, lepaskan.. gantungkan hati dan berharap hanya kepada Allah Azza wa Jalla."
Setelah berucap panjang lebar, Aida kembali memakan jajanannya.
"Jadi, kamu udah siap dong kalau menikah?"
Aida tersedak, makanan yang baru ditelannya nyangkut ditenggorokan. Alhasil Hamzah ikut panik, dia membantu menepuk-nepuk punggung perempuan itu.
"Makanya pelan-pelan Dek, kebiasaan banget kamu."
Aida bernapas lega, akhirnya makanan itu bisa dikeluarkan kembali dan jatuh ke tanah.
"Minum dulu deh, tunggu sini. Abang ambilin dulu didalam."
Aida hanya menganggukkan kepalanya saja. Ini konsepnya berasa Hamzah sang pemilik rumah sedangkan Aida sang tamu.
Tidak lama kemudian Hamzah pun kembali lagi. Membawa satu gelas berisikan air putih. Dan ia sodorkan pada Aida.
"Minumnya pelan-pelan aja."
Setelah meneguk setengah air, bibitnya yang basah ia lap menggunakan tangannya. Hamzah yang melihat nya hanya geleng-geleng kepala, memang hanya seorang Aida saja yang seperti itu.
"Abang juga haus, bagi yaa."
Tanpa menunggu jawaban dari sang pemilik gelas. Hamzah langsung saja meminum sisaan air tersebut. Perbuatan itupun membuat Aida terdiam tanpa kata-kata.
"Alhamdulillah abis."
"Kok minum bekas Adek sih Bang?!"
"Loh kenapa emangnya? Abang juga enggak minum ditempat bekas kamu. Oh kamu kepengen yah? Makanya jadi istri Abang dulu, baru deh bisa gitu."
"Dih!"
Hamzah tertawa, ekspresi wajah yang ditunjukkan Aida sungguh menggemaskan dimata Hamzah.
"Enggak boleh gitu jawabnya, harusnya yang benar itu di aamiin kan."
"Gak!"
"Loh kesel kamu Dek? Abang kan mengucapkan dengan benar dan tidak salah. Ucapan baik itu harusnya di aamiin kan Dek bukan malah menolak gitu."
"Maaf ya Bang Hamzah, tapi Adek sudah dijodohin sama anaknya temennya Abi, jadi jangan berharap lebih gitu."
Hamzah tersenyum, bukan sedih atau bahkan cemberut.
Aida melirik Hamzah dengan ngeri, ekspresi yang ditunjukkan Hamzah tidak sebanding dengan ekspetasi nya. "Lah kok senyum. Eh ada bagusnya juga sih. Jadi Abang harus bisa sadar diri."
"Sekarang Abang tanya, emang sudah ketemuan sama calonnya?" Tanya Hamzah.
"Ya belum sih, iya juga ya Bang. Padahal sudah sebulan lebih, tapi kok enggak ada pertemuan juga ya Bang. Kalau yang Adek baca kan, dimana-mana tuh sehari setelah dibilangin ke anaknya, nah besoknya pasti langsung diajak ketemuan sekeluarga terus abis itu seminggu kemudian menikah Bang."
"Beda Dek, itukan hanya sebuah cerita yang dibangun oleh pikiran khayalan dari si penulisnya bukan kisah nyata."
"Ihh gitu-gitu kadang ada yang sesuai dengan realita di kehidupan tahu Bang. Jangan asal bicara deh."
Hamzah tertawa mendengarnya. Jadi Adik dari temannya itu sedang tidak terima dengan jawaban yang ia berikan.
Aida melirik sinis Hamzah. "Ketawa lagi, berdosa sekali anda." Perkataan itu membuat Hamzah terdiam.
"Jangan ngomong gitu lagi ya Dek, apalagi bawa-bawa kata dosa. Jangan asal sebut."
"Iyah Bang, maaf ya. Keceplosan sebut nya. Janji nanti enggak lagi deh." Ucapnya seraya menunduk.
"Abang enggak butuh janji Dek, tapi butuh kepastian kamu Dek."
"Dih!"
Hamzah pun tertawa lagi, saat ini dia sangat puas sekali menggombali Aida.
•••
29 Agustus 2022
.
.
.
Pernah diketik pada : 28 Juli 2021
Pernah dipublishkan pada : 05 September 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Doctor Hamzah is My Husband ✔ [Revisi - New version]
SpiritualMaaf masih jauh dari kata baik. Tulisannya masih nggak sebagus penulis lain. Alurnya pun mungkin masih ndak jelas. 🥲 •••-------------------------------------••• "Akhirnya setelah sekian lama tidak berjumpa denganmu, membuat rinduku terbayarkan. Izi...