22 : DHIMH

587 39 13
                                    

Acara pun selesai, kami berpamitan untuk pulang. Terlebih sudah malam dan acara telah selesai sejak satu jam lalu dengan diakhiri swafoto dan makan malam bersama sekeluarga.

Bukannya kembali pulang bersama keluarganya dalam satu mobil, Aida justru satu mobil dengan Hamzah. Dan dia pun duduk di kursi sebelah Hamzah.

"Dokter Bang Hamzah, jadi anda mau bawa saya kemana malam-malam begini?"

"Ya kemana saja, temani saya sebentar saja untuk malam ini."

"Kenapa enggak minta pacarnya saja?"

"Kamu lupa atau bagaimana? Saya mana ada pacar."

"Hahah kasian."

"Loh mengapa kasian?" Tanya Hamzah.

"Bukannya harusnya bersyukur, karena saya tidak terikat dengan siapapun apalagi itu barusan. Pacaran, sangat tidak baik sekali."

"Ohiya hehe, lupaaa."

"Dokter Bang Hamzah, lebih baik pulang aja deh. Adek tuh ngantuk, mau tidur. Capek."

"Okey, asal kamu manggil saya jangan Dokter Bang Hamzah. Cukup Abang saja."

"Iyah"

Akhirnya mobil yang dikendarai oleh Hamzah memutar balik kembali, namun baru dipertengahan jalan, ada panggilan dari rumah sakit yang membutuhkan Hamzah.

Hamzah menghela napasnya, padahal hari ini adalah hari cutinya dari bekerja. Dan sekarang ada saja kendalanya, untung bukan di jam acara tadi, akhirnya terpaksa Hamzah menuju rumah sakit serta membawa Aida.

"Kamu yakin gapapa nih?"

"Ahh enggak papa kok Bang, kan lebih penting pasien Abang itu. Daripada anter Adek kerumah, mending langsung aja kesana. Takutnya ada apa-apa sama pasien Abang itu."

"Maaf yah Aida.."

"Iyah gapapa kok Bang" Aida menyenderkan badannya di jok kursi penumpang, menghela nafasnya perlahan. Dan memejamkan matanya.

"Gapapa Aida, tahan rasa ngantukmu ini." batin Aida.

•••


Sesampainya ditempat kerja Hamzah, Hamzah membawa tangan Aida ke dalam genggamannya dan berlari mengikuti langkahan kaki Hamzah yang cukup terbilang cepat sekali dan hampir membuat Aida tersandung.

Banyak pasang mata yang melihat Hamzah datang bersama seorang perempuan. Ditambah yang paling mengejutkan nya adalah pakaian keduanya yang terbilang sama seperti dari acara penting. Banyak yang berspekulasi bahwa yang datang bersamaan dengan Hamzah itu Adiknya, ada juga yang mengatakan itu pacarnya.

"Ham.."

"Langsung masuk aja yah.." pinta Alesya dan menatap heran ke arah seorang asing yang datang bersama Hamzah.

"Kamu di sini dulu yah, tungguin saya selesai. Jangan kemana-mana, nanti kita pulang bareng. Okey sayang?" ujar Hamzah seraya mengelus lembut ke arah kepala Aida yang mengenakan khimar berwarna navy.

Aida tersentak terkejut, matanya membulat sempurna. Sekian lamanya dia mencerna ucapan Hamzah, ia baru sadar dengan ucapan akhir dari mulut lelaki itu barusan. "Apa yang barusan terjadi? Heh siapa yang sayang? Aku? Aku dibilang sayang sama Bang Hamzah?"

Respon Aida jauh berbeda dengan bayangan Hamzah. Aida justru merasa geli sendiri dan merasa aneh dengan kelakuan tetangganya itu.

Aida pun tersadar, dia memilih duduk tidak jauh dari depan pintu ruang operasi. Dapat Aida lihat, ada dua sampai tiga orang dari keluarga yang tengah menunggu keluarganya dioperasi didalam.

Waktu terus berjalan, Aida lelah menunggu sampai akhirnya ia tertidur dengan posisi terduduk di kursi panjang dengan tangan yang dilipat.

Lampu indikator padam, pertanda tindakan di ruang operasi sudah selesai. Dan pasien akan dipindahkan ke ruang pemulihan. Tanpa terasa sekitar satu jam  lampu itu menyala dan selama itu pula Hamzah menjalani tugasnya didalam.

"Terimakasih Dokter Hamzah telah bersedia datang diwaktu masa cutinya."

"Tidak apa-apa Dokter Firman, saya tidak keberatan sama sekali. Kalau begitu saya pamit undur diri ya Dokter Firman dan Dokter lainnya."

"Selamat malam, assalamu'alaikum.."

Hamzah berpamitan dan segera menghampiri Aida yang tengah tidur dengan posisi yang membuat hatinya sakit. Disisi lain, Alesya melihat pemandangan itu tidak suka. Ia iri, ia bertanya-tanya siapa wanita tersebut. Ia marah, kesal, dan mempunyai dendam pada wanita yang tengah bersandar pada bahu Hamzah. Ia akhirnya pergi menuju ruangannya dan ingin mencari tahu siapa wanita yang dibawa Hamzah.

Hamzah dengan sabar menunggu Aida terbangun dengan sendirinya, sebenarnya sebentar lagi sudah mau berganti hari yang artinya sebentar lagi pukul. Tapi ia tidak tega membangunkan Aida, lihat saja Aida sangat kelelahan.

Aida terusik, lehernya terasa nyeri. Ia pun terbangun dan alangkah terkejutnya dengan posisinya sekarang.

"Eh maaf Bang, loh udah selesai kah Bang?"

"Yah begitulah."

"Emang sekarang jam berapa sih Bang?"

Hamzah melirik jam tangan di pergelangan tangannya. Pukul 00.15. Aida turut melihat apa yang dilihat oleh Hamzah. Matanya membulat, ini sudah dini hari dan dia masih menggunakan baju yang sama sejak pagi.

"Lebih baik kita pulang atau kamu mau makan dulu?"

"Ah boleh deh Bang, tapi nanti takutnya Umi sama Abi nyariin. Lebih baik pulang aja deh Bang."

"Makan dulu aja Dek, pasti kamu laper. Lagian Abi sama Umi sudah tahu kok kalau Abang bawa kamu kemari."

Aida menggeleng, tentunya menolak. "Enggak deh Bang, pulang aja yuk. Capek nih, mau langsung istirahat lagi."

"Yasudah kita pulang." Ucap mutlak Hamzah pada Aida, dia pun lebih dulu berjalan meninggalkan Aida yang mengangkat bahunya acuh.

•••


Matahari menyinari dengan terang bumi ini. Cahayanya masuk ke sela-sela ventilasi kamarnya. Serta bunyi jam beker yang terus berdering namun tak membuat sang empu terbangun dari tidur nyenyak nya.

Ceklek..

Fatimah menggelengkan kepalanya melihat anak bungsu yang masih asik di dalam mimpinya. "Anak itu, kukira sudah bangun taunya masih mimpi nyenyak."

Fatimah membuka hordeng kamar sang anak, cahaya matahari langsung saja bertemu tatap dengan wajah sang empu yang masih tertidur.

Silau, tentunya sangat silau. Aida pun merubah posisinya membelakangi jendela kamarnya.

Fatimah menghampiri sang anak bungsu, menepuk-nepuk pelan pipi anaknya itu.

"Dek bangun, udah pagi loh."

"Emm Umi masih ngantuk, nanti lagi aja."

"Sekarang Dek, lihat sudah jam sembilan loh. Yuk buruan bangun terus mandi. Nanti kan bisa siangan tidur lagi."

Fatimah terus membujuk sang anak agar cepat-cepat bangun dan membersihkan dirinya. Meskipun dirinya tahu, kemarin sang anak baru saja pulang pukul setengah dua dini hari tadi dan ada alasan dibalik itu semua. Fatimah pun memaklumi jika sang anak masih terlelap di jam segini.

•••

23 Agustus 2022

.
.
.
Pernah diketik pada : 28 Juli 2021
Pernah dipublishkan pada : 01 September 2021

Doctor Hamzah is My Husband ✔ [Revisi - New version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang