16. Dinner

1K 100 0
                                    

Tiga hari sudah berlalu dan Amara masih saja mendiamkan Eldard. Dia seringkali menghindari Eldard, lebih memilih bermain bersama kedua naganya atau hanya sekadar berada di kamar berlatih teknik sihir baru melalui buku buku magic milik Alice. Amara memang sudah tidak semarah tiga hari lalu, tapi bertemu dengan Eldard masih membuatnya sedikit kesal.

"Amara, Yang Mulia Raja memintamu sarapan bersama." Elena menghampiri Amara yang sedang sibuk mengganti pakaiannya dibantu Veline.
"Aku akan sarapan bersama kedua nagaku. Katakan pada Eldard aku tak bisa!" ucapnya sambil merapikan baju.

"Veline, antarkan makananku nanti saja. Tak usah buru buru, aku masih akan berlatih dulu. Sampai jumpa." Amara melarikan kakinya menuju bukit Ravena meninggalkan Elena dan Veline yang hanya bisa saling memandang -bingung tak tahu harus berbuat apa.

"Kenapa-" pertanyaan Damian terhenti ketika melihat tak ada Amara di kamarnya. "Apa Amara pergi lagi? Kenapa kau tak mencegahnya sayang? Apa yang harus kita katakan pada Yang Mulia Raja?" Damian memijat pelipisnya. Dia sungguh pusing menghadapi Eldard yang saat ini lebih sering marah. Amara juga sangat keras kepala hingga tak mau menemui Eldard barang sebentar saja.

"DAMIAAAANNN!"

"Tamatlah sudah riwayatku. Kenapa aku harus terjebak diantara dua orang keras kepala ini!"

 Kenapa aku harus terjebak diantara dua orang keras kepala ini!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Eldard menghampiri Amara yang sedang berlatih. Wajahnya mengeras menahan amarah. Dia sudah sangat bersabar menghadapi sikap Amara tiga hari ini yang menurut Eldard seperti anak anak, egois. Eldard benar benar tak mengira hanya karena janji yang tertunda membuat Amara semarah ini padanya. Bukankah Eldard sudah meminta maaf? 

"Amara!" Eldard menggeram menahan amarahnya- membalik tubuh Amara untuk menghadap dirinya. "Sampai kapan kau akan bersikap kekanak kanakan dan tidak mau makan bersama? Bukankah aku sudah meminta maaf padamu? Apa itu belum cukup?"

Amara menatap tepat ke mata biru Eldard. Tajam. Ia sama sekali tak takut pada Eldard yang kini marah padanya.
"Aku masih belum mau memaafkanmu. Kenapa? Kau keberatan? Makan saja dengan Rose atau dengan siapapun itu aku tak peduli!"
Amara berbalik, hendak pergi menghampiri Aminta. Seenaknya saja Eldard mengatainya seperti anak anak. Bagi Amara, janji adalah sesuatu yang suci. Kedua orang tuanya mengajarinya untuk selalu menepati janjinya.

"Tunggu! Aku belum selesai bicara Amara!" Suara geraman Eldard terdengar begitu mengintimidasi tapi Amara sudah menyiapkan mentalnya untuk menghadapi Eldard.
"Yang menjadi soulmateku itu kau, bukan Rose atau siapapun itu. Kau harus mulai membiasakan diri dengan semua orang yang ada di kerajaanku karena kelak kaulah yang akan mendampingiku. Baiklah aku mengerti soal janji yang harus ditepati, itu nilai yang kau pegang dan aku akan berusaha menyesuaikannya. Tapi kuharap kau juga memahami bahwa makan bersama adalah hal yang penting bagiku. Setelah lelah bekerja, aku akan senang jika kau ada makan bersamaku," ucap Eldard lembut.

Amara menghela napas. Melihat wajah Eldard kini membuat hatinya menjadi hangat. Laki laki itu menatapnya penuh cinta, menyampaikan kerinduannya. Sepertinya tiga hari ini begitu menyiksa Eldard.

Soulmate (Protect You)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang