"Opa sehat kan?"
"Sehat Jani, Jani apa kabar di China? Cepat pulang dong, Opa kangen, Tante Didi juga kangen." Balasnya
"Iya, Opa. Nanti aku pulang setelah urusan papi sudah selesai. Opa jangan lupa makan yang banyak."
"Iya-iya, Opa pasti makan yang banyak. Anjani sehat-sehat di sana."
Dira tersenyum hangat melihat papanya yang sibuk berinteraksi dengan gadis kecil bernama Anjani, papanya tidak memberi cela untuk Dira berinteraksi. Anjani terlalu menggemaskan.
"Opa sudah dulu ya, adekku nangis. Aku sama mama mau lihat adek dulu. Bye Opa..." Anjani melambaikan tangan dari sana setelah mendapat balasan dari opanya, Anjani langsung mematikan sambungan telepon.
"Si Jani ini lucu sekali, dia tumbuh dengan baik." Ucap papa Dira sembari memberikan ponsel pada Dira.
"Ibunya yang berhasil mendidik Anjani, bertemu dengan Pak bos Kin yang luar biasa." Balas Dira
"Semoga kamu dipertemukan dengan orang yang baik ya, Nak. Mencintaimu, membahagiakanmu." Ucap papa penuh ketulusan.
Dira terkekeh. "Itu kalau aku mau menikah, kan aku nggak minat ke arah situ Pa."
"Dir..."
"Pa, trauma itu tidak bisa sembuh. Trauma terus mengganggu pikiranku." Sahut Dira
Papa Dira memilih diam. Melanjutkan obrolan ini akan membuat emosi Dira meledak-ledak. "Tolong buatkan Papa teh hijau dong, mumpung kamu di sini."
"Jangan pakai gula ya?"
"Nggak enak dong Dira... Nggak ada rasa. Kasih sedikit aja ya,"
Tatapan memohon itu membuat Dira ingin tertawa, papa memiliki diabetes sehingga Dira dan kakaknya cukup menjaga soal manis. "Sedikit tapi nanti bilang nggak berasa, jangan ya, Papa ingatkan kalau makan manis langsung tinggi?"
"Nggak enak kalau nggak manis Dir, dikit aja... Ya, boleh, ya,"
"Iya-iya boleh." Dira tertawa.
"Nah, gitu dong..."
Dira masih tertawa sembari berjalan ke arah dapur, seperti janjinya kalau ia akan pulang menemui papa dan akan menginap semalam di sini karena ia butuh ketenangan menjelang acara besok pagi.
"Dek, kamu tinggal di sini aja. Papa kesepian tuh." Ucap Erik
Dira menoleh. Ternyata sang kakak malam ini ada di rumah, biasanya pria itu memilih keluar dan akan pulang tengah malam. "Tumben pulang, Mbak sudah tidur tuh. Dia hamil nggak sih, Mas?" Dira mengabaikan ucapan kakaknya. Ia belum mau tinggal ke rumah lagi.
Erik mengangkat kedua bahunya. "Tanya sendirilah."
"Nggak ah, takut nyingung. Pertanyaan yang cukup sensitif." Jawab Dira sembari mengaduk teh hangat untuk papanya.
"Doakan saja. Mama datang ke kamu ya?"
Dira mengangguk.
"Minta uang? Jangan kamu kasih, dia ini seenaknya. Dia pikir kita gudang uang?!"
"Mas tahu sifat mama gimana kan? Dia hanya membuat keributan di rumah."
Tiba-tiba Erika memberikan sejumlah yang untuk Dira. "Pakai buat kebutuhan kamu, lain kali nggak usah ngasih Mama. Biar Mas yang beresi semuanya."
Dira tidak langsung menerima. "Nggak perlu Mas, aku ada kok."
Erik mengambil tangan Dira lalu memberikan uang itu di atas tangan Dira, ia hanya mengatakan satu kalimat. "Terima." Setelah itu Erik kembali meninggalkan area dapur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Finally, We Meet Again (END)
ChickLitDiralova pikir bekerja di butik Yesi adalah awal dari mimpinya tapi semua itu harus ia relakan karena butik terpaksa tutup setelah merasa penjualan selalu menurun setiap harinya, berbagai cara sudah mereka lakukan termasuk membenahi marketing mereka...