"Malam Mam..."
"Maaf mengganggu. Kamu sibuk Nak?"
"Sedang bersama Dira, ini di luar kok." Jawab Ryco
"Begini Nak, sebenarnya Mama nggak enak bilangnya tapi Mama butuh. Bulan ini kamu lupa transfer Mama ya, Mama paham pasti lagi sibuk dengan projek barumu." Jelas mama
Ryco terkejut. Ia memejamkan mata sejenak lalu menepuk dahinya. "Astaga Mam... Saya lupa, maaf, maaf. Setelah ini saya langsung transfer ya," jawab Ryco
"Tidak apa-apa Nak, maaf lho, ya, tapi Dira nggak tahu kan?" Mama memastikan.
"Aman Mam. Saya transfer sekarang." Sambungan telepon terputus. Tanpa menunggu lama Ryco segera mengirim uang melalui aplikasi yang ada di ponselnya, kesibukan yang membuat satu hal penting.
Memasuki kembali unit apartemennya, ia menyempatkan menarik napas sejenak. Semoga hari ini tidak ada pertengkaran, kecurigaan diantara mereka.
"Sudah?"
Ryco menoleh. Di sana Dira sedang mengusap tangannya dengan sehelai tisu, sepertinya perempuan telah selesai mencuci sisa makanan mereka.
"Iya. Kamu mau pulang?"
"Nggak. Saya mau nanya."
Ryco mengangguk lalu kembali duduk di sofa. "Nanya apa, sini," Ryco menepuk-nepuk safa kosong di sampingnya.
"Yang nelepon itu perempuan?"
"Maksudnya?" Ryco heran.
"Saya tanya perempuan atau perempuan yang nelepon kamu?"
"Perempuan atau laki-laki yang telepon saya, harusnya gitu kan?"
Dira menggeleng. "Kalau pria nggak mungkin kamu keluar." Jawab Dira
Ryco terkekeh. "Kamu kenapa? Tadi saya bilang kan, cuman urusan pekerjaan. Mau cek ponsel?" Ryco menyodorkan ponselnya.
"Nggak usah. Aneh aja, kamu sayang saya nggak sih?" Dira mendorong tangan Ryco.
"Sayang."
"Sayang ngak?"
"Sayang, sayang Dira selalu, sekarang selamanya. Tumben begini, lagi datang bulan?"
"Apa hubungannya sih?! Saya cuman nanya, nggak ada hubungannya dengan datang bulan." Sahut Dira
Ryco memperhatikan gerak-gerik Dira yang sejak tadi mendadak menjadi sibuk, merapikan bantal untuk sofa Ryco membereskan sisa kertas-kertas di atas meja samping televisi.
"Saya nggak nyuruh kamu membersihkan rumah ini Ra. Stop." Ryco menarik pergelangan tangan Dira, "Kamu cemburu? Saya mendapatkan hati kamu aja susah, mana bisa berpaling? Beneran teman kerja, dia bahas soal bisnis barunya di Kanada." Jelas Ryco
Bolehkah Dira curiga, harusnya ini wajar karena pria itu tiba-tiba sekali menghindari telepon darinya. Ia bukan posesif hanya merasa Ryco sedang menyembunyikan sesuatu, sementara ia khawatir dengan kebohongan. Ia takut. "Nggak. Cuman nanya, sudah ah, saya terlihat menyebalkan sekali malam ini." Balas Dira
"Ra... Kamu tahu kan, kita janji buat saling terbuka. Saya sudah berusaha terbuka, tolong jangan curiga apapun. Saya nggak tertarik dengan perempuan di luar sana, mati rasa. Sini peluk dulu." Ryco mendekati Dira lalu menarik Dira ke dalam peluknnya.
Naasnya pelukan ini berhasil membuat Dira diam, tak bersuara mengganggap bahwa pelukan malam ini posisi ternyamannya. Mungkin ia lelah karena urusan pekerjaan membuat pikirannya tak berantakan. Dira membalas pelukan Ryco.
"Kamu percaya saya kan?" Tatapan mereka bertemu.
Dira mengangguk. "Maaf ya, saya marah-marah nggak jelas."
KAMU SEDANG MEMBACA
Finally, We Meet Again (END)
ChickLitDiralova pikir bekerja di butik Yesi adalah awal dari mimpinya tapi semua itu harus ia relakan karena butik terpaksa tutup setelah merasa penjualan selalu menurun setiap harinya, berbagai cara sudah mereka lakukan termasuk membenahi marketing mereka...