Ternyata Dira yang terlalu parno mendapatkan pertanyaan dari teman kantor, padahal setelah ia pulang mereka bersikap biasa saja hanya bertanya tentang kunjungan mereka ke kantor Darko. Bahkan ia masih menikmati kopi hangat dengan tenang, masih bisa melanjutkan pekerjaan. Mulai hari ini mungkin Dira harus menghilangkan sikap mudah paniknya.
"Dir, aku suka banget lho, sama konsep kamu." Ucap Dina salah satu karyawan.
"Thank you. Di dunia fashion Darko memang salah satu desainer yang sulit diajak kerjasama, fashion bagi Darko adalah dunia dan ia hanya bisa luluh dengan orang tulus diajak kerjasama. Di mana tak hanya namanya yang bisa dikenal tapi semua desain hasil karyanya harus membekas." Jelas Dira.
"Tapi aku merasa dia sulit semenjak istrinya meninggalkan?"
Dira mengangguk. Darko seorang duda beranak satu, Dira cukup mengenal sosok Darko karena ia juga suka hasil desain Darko.
"Kerjaan sudah sampai mana?"
Dira mengeluarkan tiga lembar desain yang baru saja ia selesaikan. "Gimana?"
"Kancing pastel? Agak susah nyari Dir..." Ucap Dina. Matanya belum beralih dari kertas.
"Coba dulu gimana? Soalnya cocok."
Dina langsung mengangguk. Ia akan mencari kancing berwarna pastel yang Dira mau. Jam sudah menunjuk makan siang Dina mengajak Dira untuk ke area kantin yang letaknya di samping kantor mereka.
"Tante Didi..."
Dira spontan menoleh, ia mengenali suara itu. "Aska?" Balas Dira. Ia segera menyuruh Aska untuk berjalan, Aska hendak berlari ke arahnya, "Aska jalan aja. Jangan-jangan lari-lari." Dira memperingati.
"Aska kangen Tante Didi..." Ucapnya
Dira berjongkok. Menyamakan tinggi badannya dengan Aska lalu memeluk Aska. "Tante kangen banget sama Aska, sudah lama nggak ketemu."
Aska mengangguk sesekali tangan kecilnya mengusap punggung Dira. "Papa mana Tante?"
Dira mengernyitkan dahinya. "Papa?"
Aska mengangguk. "Sudah selesai belum kerjanya?"
Dira semakin tidak paham tentang papa yang dimaksud Aska. Bukankah Aska sejak kecil sudah ditinggal papanya.
"Ayo Tante Didi ikut aku ke ruangan Papa..." Aska menarik tangan Dira.
"Mama mana?" Dira mencoba menahan Aska.
"Mama parkir mobil, nanti ke sini. Mama tahu aku di ruangan Papa. Ayo, Tante..." Aska terus menarik-narik tangan Dira.
Sampai akhirnya Dira tak bisa menolak. Ia mengikuti langkah pria kecil menuju ruangan yang ia sendiri masih bingung hendak ke ruangan siapa. Ternyata Aska membawa Dira ke ruangan Ryco. Kenapa pria kecil ini memanggil Ryco dengan sebutan papa.
"Papa..." Teriak Aska dari dalam. Ryco belum menggubris keduanya, pria itu fokus dengan laptopnya, "Tante punya nomor Papa? Tolong telepon Papa dong..."
Disaat Dira sedang bermain dengan pikirannya Aska menyuruh menelepon, ia tidak sanggup menolak sdan akhirnya ia menuruti. "Halo, Pak... Maaf mengganggu bisa tolong buka pintunya? Ada Aska." Ucap Dira melalui sambungan telepon. Tak lama kemudian Ryco sudah melihat keduanya dari dalam.
"Lain kali kamu bisa tekan tombol merah di depanmu, itu bel."
Dira memandang tombol yang Ryco maksud. Ia masih belum tahu tentang hal ini.
"Papa lagi sibuk ya?" Tanya Aska pada Ryco.
"Sudah selesai." Ryco tersenyum hangat. Ia melepas kacamata anti radiasinya, "Aska kenal Tante Dira?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Finally, We Meet Again (END)
ChickLitDiralova pikir bekerja di butik Yesi adalah awal dari mimpinya tapi semua itu harus ia relakan karena butik terpaksa tutup setelah merasa penjualan selalu menurun setiap harinya, berbagai cara sudah mereka lakukan termasuk membenahi marketing mereka...