"Tante kenapa nggak makan malam sama aku dan papa?" Tanya Ara
Kedua mata indahnya menatap ke arah Dira. "Tante harus pulang, karena harus makan malam di rumah." Jawab Dira
"Tante... Di sini aja temani Ara, because miss my mom.."
Suara rendahnya berhasil membuat Dira nyaris sejenak berhenti bernapas, berada di suasana membingungkan karena ucapan Ara begitu menyedihkan.
"Tante kaya mama, Ara mau peluk Tante sampai bobok. Boleh kan?"
Dira belum menjawab. "Ara, maaf ya, Tante tidak bisa. Ara boleh peluk Tante sekarang, sepuasnya. Mama pasti selalu ada di sini." Dira membawa tangan mungil Ara lalu menempelkan di dadanya. "Mama nggak akan pergi, selalu jagain Ara."
Ara terdiam. Matanya mulai berkaca-kaca. "Tapi Tante, sekarang aku nggak punya mama kaya teman-teman."
Kata-katanya berhasil membuat Dira terkejut, rasanya hati Dira menjadi berantakan. Sedih, sakit dan perasaan lainbya. Mengapa ucapan Ara persis saat dirinya pernah menanyakan hal serupa pada papanya, tepat saat kedua orang tuanya memutuskan berpisah.
"Kenapa kalian harus berpisah?" Dira menatap keduanya secara bergantian. Dua map warna hijau sudah ada di atas meja, "Jawab!"
"Ra, kita tidak bisa bersama. Tidak bisa Ra, tapi kami janji akan terus menyayangi kalian berdua." Jawab mama
"Tapi kenapa harus bercerai Mam?" Dira menahan sesak di dadanya.
"Kami tidak berhasil bertahan di rumah ini, kalian harus mengerti. Jika kami bersama yang ada hanya saling menyakiti." Kini papa Dira bersuara.
Dira terdiam. Hatinya sakit ketika melihat perpisahan diantara keduanya, padahal orang tuanya terlihat serasi dan bahagia. "Kalau kalian pisah aku nggak punya mama, papa lagi kaya teman-teman."
"Kamu masih punya kita, Nak."
Dira menggeleng. Dira yang saat itu masih berumur dua belas tahun paham kalau setelah ini orang tua mereka akan tinggal terpisah. "Nggak mau, Pa. Aku maunya kita serumah."
"Raa..." Mama memeluk Dira, "Meski kita berpisah bukan berarti kami berpisah denganmu dan Mas, kami akan terus mendampingi kamu sampai tumbuh besar."
"Janji?"
"Janji..." Ucap orang tua Dira serempak.
Kala itu Dira mengira bahwa ucapan orang tuanya bisa dipercaya namun ia salah, tak lama kemudian mama menikah lagi dengan pria kaya dan berhasil membuat hati Dira hancur dan tumbuh sebuah kebencian. Ia hanya membenci janji yang orang tuanya berikan. Dira mencium puncak kepala Ara tak memiliki ibu adalah oatah hati terbesar bagi Ara, Dira tahu tentang perasaan saat ini.
"Walau mama nggak ada tapi mama nggak akan ninggalin Ara kok, mama memang nggak kelihatan tapi Tante yakin mama akan selalu menjaga Ara." Dira mencoba menenangkan.
"Apa mama lihat Ara saat Ara lagi melukis wajah mama?"
Dira mengangguk. "Bahkan mama pasti senang dengan hasil lukisan Ara. Jangan sedih ya,"
"Iya Tante..."
Dira masih memeluk Ara. Membiarkan gadis kecil itu menerima energi darinya setidaknya pelukan ini bisa membuat Ara lebih tenang. Sampai akhirnya satu suara menyadarkan keduanya.
"Sorry mengganggu..."
Darko sudah kembali dan pelukan mereka terlepas. Untuk pertama kalinya semenjak istrinya meninggal, Darko melihat pemandangan yang indah. Gadis kecil dipeluk perempuan selain ibunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Finally, We Meet Again (END)
ChickLitDiralova pikir bekerja di butik Yesi adalah awal dari mimpinya tapi semua itu harus ia relakan karena butik terpaksa tutup setelah merasa penjualan selalu menurun setiap harinya, berbagai cara sudah mereka lakukan termasuk membenahi marketing mereka...