"Kamu tahu Darko dan seleranya kan?"
Dira mengangguk. Darko salah satu desainer kesukaan Dira, semua hasil karyanya memiliki selera yang sama seperti dirinya. "Saya akan berusaha sebisa saya." Jawab Dira penuh keyakinan.
"Saya tahu kamu memiliki bakat tapi ingat, bakatmu tak menjamin bisa menyenangkan orang lain."
"Saya tahu kapasitas, kualitas diri saya. Jangan khawatir. Sudah?" Tanya Dira. Ia harus segera keluar dari ruangan bosnya. Ryco baru saja menjelaskan tentang rencana kerjasama dengan Darko.
"Belum. Beri jawabanmu bagaimana caranya agar kerjasama saya dan Darko berhasil?"
Dira menunjuk ke arah kepala, lalu beralih menunjuk ke arah hatinya. "Ini yang akan menjamin kerjasama berjalan lancar." Jawab Dira
"Maksudmu kepala dan membuka baju? Dira, jangan sembarangan!" Tegas Ryco. Ia memang ingin bekerjasama dengan Darko tapi ia tidak setuju jika Dira melakukan hal yang kotor.
"Bukan Pak. Bagaimana bisa Bapak berpikir ke arah sana?" Sahut Dira sedikit kesal. Padahal kodenya sudah jelas, "Maksud saya kita bisa menggunakan kepala dan hati, kepala untuk berpikir dan libatkan hati disetiap desain yang saya buat. Ketika sudah melibatkan keduanya akan menghasilkan sesuatu yang indah." Lanjut Dira
Ryco bisa bernapas lega. Ia memang berpikir terlalu jauh karena Dira tidak menjelaskan dengan detail. "Saya percaya kamu."
"Terima kasih Pak, kalau begitu saya keluar dulu." Dira bangkit dari tempat duduknya.
"Dir tunggu..." Ryco kembali memanggil Dira padahal Dira baru saja hendak membuka pintu.
Dira terpaksa menghentikan langkahnya. "Iya, Pak?"
"Makan siang bersama?"
"Maaf Pak, saya sudah janji sama yang lain." Jawab Dira. Setelah itu ia keluar dari ruangan Ryco.
Sedangkan Ryco menghela napas sejenak, mengajak Dira makan siang secara tiba-tiba sebenarnya bukan rencannya. Bibirnya hanya spontan mengajak tanpa memikirkan tujuan.
"Coba tebak kedatangan saya ke sini kali ini mau ngapain?"
Ryco berdecak kesal. Juna masuk ke dalam ruangan setelah Dira pergi. "Saya tidak mau menebaknya, malas."
"Ya sudah kalau tidak mau, saya permisi dulu." Juna berbarbalik badan ia hendak meninggalkan Ryco tapi Ryco mencegahnya.
"Masalah kerjaan?" Jawab Ryco asal.
"Bukan. Tapi masalah gebetan Pak bos."
"Saya nggak punya gebetan."
Juna mendengus. Tidak punya katanya lalu untuk apa menyuruh Juna menyelidiki seseorang kalau bukan ingin dekat, lalu dianggap sebagai gebetan. "Masa sih P—"
"Cepat katakan Juna!" Tegas Ryco. Ia kesal karena Juna sengaja mengulur waktu.
"Sudah saya rangkum di sini Pak, silakan dibaca." Juna memberikan buku.
"Kenapa nggak pakai mulutmu saja?"
"Malas Pak. Mempersingkat waktu dan tenaga saya." Jujur Juna. Hanya karena ini waktu Juna ada yang hilang, harusnya ia berkencan denga teman perempuannya tapi terpaksa dibatalkan karena harus bertemu Yesi.
Ryco menggeleng tak percaya dengan tingkah asistennya. Ia membaca halaman pertama yang menampilkan foto Dira. "Saya nggak minta kamu foto dia."
"Buat kenang-kenangan. Cuman satu Pak. Dira suka duduk di taman itu."
Ryco mengangguk-angguk. Ia kembali membaca setiap kalimatnya. Ternyata Dira memiliki seorang kakak laki-laki, pekerja keras, di suka mendesain dari kecil dan bagi Dira desain adalah hidupnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Finally, We Meet Again (END)
أدب نسائيDiralova pikir bekerja di butik Yesi adalah awal dari mimpinya tapi semua itu harus ia relakan karena butik terpaksa tutup setelah merasa penjualan selalu menurun setiap harinya, berbagai cara sudah mereka lakukan termasuk membenahi marketing mereka...