Tidak ada ketertarikan untuk melanjutkan perdebatan, memilih untuk menyendiri lalu kembali ke kantor. Mengabaikan pesan yang baru saja dikirim oleh nomor baru, telepon dari Ryco. Biarkan Dira menetralkan kobaran api di dadanya, Dira masih tidak paham bagaimana bisa semua orang menuduhnya.
"Terima kasih Pak," ucap Dira pada supir taksi.
"Bu, Bu, ini kembaliannya," ucap supir sedikit berteriak. Karena Dira pergi begitu saja.
Dira menoleh. "Buat Bapak aja, buat makan malam."
"Terima kasih Mbak..."
Dira mengangguk. Ia tidak ingin menunggu, pikirannya kosong yang ia lakukan turun lalu masuk ke dalam kantor. Ia menarik napasnya dalam-dalam semoga setelah ini masih ada yang mempercayainya.
"Ra, kamu baik-baik aja kan?"
"Ra, tenang ya, kita percaya sama kamu kok." Ucap pak Uwais lagi.
Seperti angin seger untungnya, ia merasa memiliki sedikit kekuatan. "Sumpah demi Tuhan, saya nggak mungkin melakukan hal keji itu. Semua karya murni dari imajinasi, otak saya." Jelas Dira
"Ra, kita tahu. Saya tahu kesibukan kamu bahkan kamu selalu menolak ajakan kita untuk sekedar jalan-jalan. Sabar ya, saya bantu sebisa saya." Pak Uwais mengusap pundak Dira.
"Terima kasih Pak..."
Dira kembali melangkah menuju sebuah ruangan. Ada dua orang di sana sibuk melihat layar televisi. "Gimana Pak?" Tanya Dira
"Mbak, nggak ada tanda-tanda kita kemalingan kok."
"Apa ada kemungkinan CCTV di rusak?"
"Kalau dua bulan terakhir nggak sih, nanti saya teliti lagi."
"Baik, kabari saya ya," ucap Dira. Ia membali pamit dari sana.
Ia keluar dari ruangan sana betapa terkejutnya ketika tubuhnya nyaris menabrak tubuh lain yang lebih besar dan tinggi, ia mengusap dahinya dan segera beranjak pergi namun satu tangan menahannya.
"Kenapa?"
Dira mendongak. Tatapan mereka bertemu. "Saya mau lanjut kerja, setelah itu pulang."
"Saya antar kaya biasa."
Dira menggeleng. "Kasih saya waktu buat sendiri bisa kan?"
"Kamu marah?"
"Kamu pikir sendiri." Sahut Dira
"Saya bingung Dir, kasus ini rumit."
"Bukan berarti tidak percaya dengan orang terdekatamu, kan?!" Dira nyaris kehilangan kendali untuk mengontrol emosinya.
"Iya paham. Tapi semua bukti itu jelas mengarah ke kamu, sementara kita tidak punya bukti apa-apa."
"Pertanyaannya kamu percaya siapa?" Tatapan mereka bertemu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Finally, We Meet Again (END)
ChickLitDiralova pikir bekerja di butik Yesi adalah awal dari mimpinya tapi semua itu harus ia relakan karena butik terpaksa tutup setelah merasa penjualan selalu menurun setiap harinya, berbagai cara sudah mereka lakukan termasuk membenahi marketing mereka...