Bukti Itu Digenggam

1.6K 385 30
                                    


“Kamu yakin Ra?"

Dira mengangguk tegas. "Ini salah satu cara memperbaiki nama kita, Pak."

"Bagaimana kalau tidak jujur?"

"Saya bisa menjebaknya." Jawab Dira

Darko hanya menuruti permintaan Dira. Ia sendiri belum menemukan cara dan bukti, pikirannya buntu karena serangan terjadi secara tiba-tiba.

"Dia sudah datang?"

"Saya tidak tahu, mudah-mudahan sudah datang." Balas Dira

Malam sebelumnya setelah Nana memberikan nomor telepon, niatnya ia akan menghubungi keesokan harinya tetapi rasa penasaran terus mendorong Dira untuk menghubungi perempuan itu yang ternyata namanya Mita. Nana salah menyebutkan.

"Na diangkat nggak ya?" Tanya Dira takut-takut.

"Pasti diangkat." Jawab Nana

Dira menarik napas sejenak. Ponselnya masih menempel di telinga, sayangnya panggilan pertama tidak diangkat. Dira tak kehilangan akal ia mengirim pesan singkat yang berisi tentang pekerjaan. Ia tidak mungkin langsung jujur.

"Halo, ada keperluan apa ya?"

"Hai Mbak, sedang sibuk?" Tanya Dira hati-hati.

"Nggak. Kebetulan sedang menyelesaikan pekerjaan yang sempat tertunda."

"Apa Mbak sudah menemukan tempat kerja baru?" Tanya Dira basa-basi.

"Ini siapa ya?"

"Diralova. Desainer dari kantor Tiger."

Hening saat. Dira mencoba memanggil lagi berharap tidak ada pemutusan sambungan telepon diantara mereka.

"Saya tidak bekerja di sana lagi, jadi jangan tany—"

"Mbak jangan matikan sambungan telepon sepihak, saya butuh Mbak." Dira menyela pembicaraan. Ia sedikit memohon.

"Saya? Saya tidak tahu apa-apa."

"Mbak besok kita bertemu ya, ada yang ingin saya tanyakan." Pinta Dira

"Baik."

Dira terkejut. Apakah Mita benar-benar mengabulkan permintaannya, mengapa tidak ada penolakan bahkan setelah mengiakan baru mematikan sambungan sepihak.

Di sinilah mereka kafe yang sudah dijanjikan mereka datang lebih cepat, bahkan Dira juga mengubah jam untuk bertemu Ryco

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di sinilah mereka kafe yang sudah dijanjikan mereka datang lebih cepat, bahkan Dira juga mengubah jam untuk bertemu Ryco. Telepon Dira berdering di sela-sela langkahnya, ia mengangkatnya untuk pertama kali setelah satu hari memilih saling diam.

"Kamu di mana?" Tanyanya dari sana.

"Ada urusan sebentar, tadi sudah nitip pesan sama Pak Uwais. Ini urgent."

"Di mana. Saya boleh tahu?"

"Nanti. Saya tutup dulu."

"Ra ..." Panggilnya dari sana.

Finally, We Meet Again (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang