Setelah membaca pesan Juna apa yang ia lakukan, tentu saja langsung turun ke lantai bawah memastikan keadaan Dira. Padahal beberapa menit yang lalu ia masih melihat wajah ceria, galak Dira. Ia melangkah dengan tergesa-gesa menuju tempat kerja Dira namun tidak ada orang di sana. Ia segera menelepon Juna.
"Di mana?"
"Toilet wanita."
"Kamu ngapain di sana?!" Tanya Ryco heran.
"Jangan salah paham Pak, Dira tiba-tiba masuk ke toilet sambil nangis. Saya khawatir lah,"
"Kamu sudah tanya dia kenapa?"
"Nggak bisa ditanya, dia cuman merintih kesakitan."
Mendengar penjelasan Juna, ia segera berlari ke arah toilet dan mematikan sambungan sepihak.
"Mana Dira?" Tahya Ryco
"Di dalam Pak, saya mana berani masuk. Toilet perempuan."
Ryco mengabaikan ucapan Juna karena ia lebih memilih masuk memastikan keadaan Dira, ia tidak tahu Dira di mana dan akhirnya ia mengetuk semua pintu toilet wanita.
"Ada orang..." Jawab dari dalam.
"Are you okay, kamu kenapa, bisa kita bicara Ra?" Tanya Ryco bertubi-tubi. Suara Dira terdengar lemah.
"Saya baik-baik saja. Bapak kenapa ada di toilet wanita?"
"Ra, jujur atau saya dobrak pintunya?" Ryco tidak peduli apa yang terjadi nantinya karena ia masuk ke toilet wanita, ia hanya memikirkan Dira karena perempuan itu benar-benar mengkhawatirkan.
"Pak, jangan... Tolong tinggalkan saya sendiri." Pintanya
"Nggak. Saya dobrak ya,"
"Pak, sakit... Sakit banget, jangan mancing-mancing. Saya lagi sakit banget..."
Ryco mulai bingung. Menjelang sore keadaan kantor sepi bahkan pekerjaan kebersihan kemungkinan sudah pulang, ia tidak tahu kunci kamar mandi ada di mana.
"Kamu bisa bicara sama saya."
"Bapak nggak akan punya solusi, masalah perempuan."
"Kamu datang bulan? Kalau iya, kamu tunggu sebentar nanti saya beli untuk kamu." Sahut Ryco
Tiba-tiba pintu terbuka. Wajahnya terlihat pucat, terlebih Dira terus menggigit bibir bawahnya.
"Bapak mau bantu saya?"Ryco mengangguk. "Kamu butuh apa?"
Dira menarik napas dalam. Tidak ada pilihan lain karena ia sudah meminta bantuan pada Nana untuk menghubungi teman lainnya lalu membantu Dira, rasanya ia benar-benar buntu. "Saya lagi datang bulan, dari pagi nggak enak banget. Saya lupa baw—“
"Saya beli. Kamu tunggu sebentar, saya lari ke supermarket depan kantor kita. Tahan dulu ya," padahal Dira belum menyelesaikan ucapannya tapi Ryco memilih meninggalkan sejenak.
Ia melangkah dengan tergesa-gesa ke arah pintu keluar bahkan Juna beberapa kali bertanya tapi ia abaikan, menyuruh diam di kantor untuk menjaga Dira.
"Saya butuh pembalut. Bisa minta tolong bantu saya mencarinya?"
"Bisa Pak, mari saya antar." Jawabnya
Ryco mengangguk. Ia sudah sampai karena letak supermarket hanya di depan kantor mereka, supermaket ini 24 jam.
"Silakan Bapak pilih..." Ucapnya
"Terima kasih." Setelah mengucapkan terima kasih ia segera melihat deretan barang yang ia butuhkan, ternyata sangat banyak. Ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal bagaimana caranya ia bisa mengetahui soal ukuran, menelepon Dira tidak mungkin karena perempuan itu sedang sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Finally, We Meet Again (END)
ChickLitDiralova pikir bekerja di butik Yesi adalah awal dari mimpinya tapi semua itu harus ia relakan karena butik terpaksa tutup setelah merasa penjualan selalu menurun setiap harinya, berbagai cara sudah mereka lakukan termasuk membenahi marketing mereka...