Bab Selanjutnya

1.8K 352 14
                                    

Live streaming di sosial media seperti Facebook, Instagram sebagai salah satu cara mereka memamerkan produk terbarunya. Sambutan dan antusias mereka membuat semangat baru untuk Dira dan Darko.

"Lihatlah Ra, banyak yang bilang kalau gaun pertama simple tapi mahal." Ucap Darko. Matanya masih fokus pada layar laptop. 

"Ini karena kehebatan Mr Darko dalam membuat desain." Balas Dira

Darko menoleh. "Kamu kok merendah terus Ra? Ada campur tangan kamu juga, nggak mau membanggakan diri?"

Dira malu. "Kaya nggak pantas. Mending saya banggain Mr Darko."

Darko terkekeh. "Ini berkat kita berdua. Kamu kenapa suka sekali merendah, apa Ryco terlalu keras padamu, Dir? Kalau iya, kantor saya membuka lebar untukmu bekerja di kantor kami."

"Tidak bisa. Bahkan saya memfasilitasi akomodasi, transportasi, bahkan gaji yang besar karena kerja kerasnya. Saya tidak mungkin menyia-nyiakan berlian saya." Sahut seseorang dari ujung sana. Berjalan mendekati keduanya lalu merangkul Dira, "Sudah pernah saya ajak tinggal bersama, Dira nggak mau."

Dira terkejut. Ia mencubit pinggang Ryco membuat pria itu merintih. "Pak Ryco!"

"Pak Ryco seperti ketakutan kehilanganmu, Dira. Kalau dia nyakitin kamu, datanglah ke saya. Saya akan membahagiakanmu." Ucap Darko. Setelah itu pria itu memutuskan pamit karena hari sudah mulai gelap, pekerjaan sudah selesai.

Dira menghela napas berat. Bahkan ia tak mampu membalas perkataan Darko yang keterlaluan menurutnya, ia tak bisa membayangkan seemosi apa pria di sampingnya. Tangannya sudah mengepal, tatapannya begitu tajam melihat punggung Darko yang perlahan menghilang.

"Dia bercan—“

"Nggak. Dia nggak pernah bercanda." Ryco menyela ucapan Dira.

Dira sendiri belum menyelesaikan ucapannya tapi Ryco sudah menebak sesukanya, pria di sampingnya selalu menganggap bahwa Darko musuhnya. Kenyataannya hati Dira tidak bisa beralih.

"Sudah ya, percaya sama saya. Saya nggak akan ke mana-mana." Dira mengapit tangan Ryco, "Kembali ke ruangan ya," ucap Dira

"Saya kaya anak kecil ya, suka marah-marah Nggak jelas."

"Baru sadar?"

"Kamu nggak nyaman?" Tanya Ryco hati-hati. Tapi ia tak selamanya salah karena Darko suka sekali memancingnya.

"Nggak juga. Tapi lucu aja gitu, kenapa sih harus cemburu sama orang yang sebenarnya dia nggak suka sama saya." Jawab Dira

Ryco menoleh. Ia cukup terkejut dengan jawaban Dira, tidak suka katanya atau sebenarnya tidak sadar. "Saya laki-laki, Darko juga. Saya tahu gimana perasaan laki-laki."

"Masa? Jangan cenayang deh!" Sahut Dira

Ryco terkekeh. "Iya-iya. Nanti saya belajar biar nggak gampang marah-marah."

Dira merasa lega. Ia mengangguk dan setelah ini ia harus kembali bekerja. "Mas sadar nggak akhir-akhir ini kita kurang waktu buat ketemu, bercengkrama. Nonton film yuk, di apartemen kamu."

Ryco mengernyitkan dahinya. "Tumben. Saya mau. Nanti saya masak."

"Kamu bisa masak?"

"Kamu meremehkan saya?" Kata Ryco

"Nggak. Kaget aja." Sahut Dira santai. Ia tidak sabar ingin melihat bagaimana cara pria itu membuat makanan.

Setelah mengantarkan Ryco masuk ke dalam ruangannya, Dira kembali keluar. Masih ada sedikit pekerjaan yang harus ia selesaikan.

Finally, We Meet Again (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang