Sudah lebih dari dua jam di ruangan mendengar penjelasan Dira tentang konsepnya, Darko dan konsepnya bahkan beberapa kali ia membuka suara hanya untuk memberikan pendapat. Keduanya memang kolaborasi yang tepat, benar kata Yesi saat perempuan itu memberikan saran untuk mengambil Dira. Dira dan Kesukaannya pada fashion seperti bakat dari lahir, beberapa kali ia kagum dengan kekasihnya, beberapa kali ia merasa bangga memiliki perempuan yang kini sibuk.
"Mungkin kita bakalan sering ketemu, kamu keberatan?"
Napas Ryco tercekat di tengah tenggorokan. Ada perasaan tidak rela tapi ini urusan pekerjaan, merelakan sesuatu yang tak disukai sangat sulit. "Seberapa sering?" Tiba-tiba Ryco ikut menyahut.
"Tidak tahu. Tapi pertemuan kita tentang pekerjaan Anda jangan khawatir."
"Bukan khawatir. Hanya saja Dira masih ada beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan di kantor, mungkin bisa lewat virtual?" Ryco memberi opsi lain.
"Lebih enak bertemu, lalu mendiskusikan secara langsung. Saya akan mengatur waktunya, lagi pula hanya sebentar." Jelasnya
Ryco mengangguk-angguk. Pertemuan mereka berakhir menghasilkan banyak ide dan pemikiran yang luar biasa. Mereka sudah pamit dari hadapan Darko, baik Ryco dan Dira keduanya tak sabar menunggu hari di mana kolaborasi akan dirilis.
"Harus banget sering ketemu?" Tanya Ryco di sela-sela langkahnya.
"Iya. Efektifnya begitu."
Ryco menghela napas panjang. "Oh iya, kenapa kamu nggak bilang kalau gelang dari anak Darko?"
Dira menoleh. "Kenapa harus bilang kamu? Waktu itu kita belum dekat, saya memakai gelang ini untuk menghargai Rara. Kamu kenapa? Aneh banget." Dira merasa ada perubahan dalam diri Ryco, tiba-tiba bertanya-tanya tanpa henti.
Pertanyaan yang dilontarkan bersifat curiga, cemburu. Tunggu, cemburu? Tidak mungkin kan, Ryco cemburu dengan hal seperti ini.
"Saya nggak rela, Ra..." Jujur Ryco
"Dari awal ini ambisi kamu kan, lagian kamu takut kenapa? Emang yakin saya bakalan kepincut Darko?"
Tiba-tiba Ryco tertawa semua rasa takutnya menghilang, benar kata Dira. Ia mulai menertawakan dirinya sendiri. "Kenapa saya nggak kepikiran? Kamu aja susah jatuh cinta, tapi saya cemburu."
"Mas!" Tegur Dira.
"Iya-iya, nggak cemburu. Saya ralat ucapan saya."
Dira tersenyum hangat. Mereka sudah di dalam mobil menuju ke kantor, ia senang ketika Ryco bisa mengerti tentang pekerjaan mereka. Lagi pula Dira selalu memperingati Ryco untuk tetap bersikap profesional.
"Oh, jadi sudah manggilnya Mas ya, Dir?" Dari tempat duduknya Juna mulai bersuara. Ia merasa jengah? Ah, tidak. Sudah mulai terbiasa dengan sikap keduanya. Ia sudah lama tidak melihat Ryco bucin terhadap pasangannya, yang ia lihat hanya tumpukan pekerjaan yang mengisi kepalanya.
Sesekali mengeluh tapi saat itu masih belum mau mencari pasangan. Sebagai teman sekaligus sahabat bagi Ryco, senang saat perempuan yang Ryco pilih adalah Dira.
"Kalau di luar kantor aja kok."
"Jadi sudah jadian?"
"Nggak tahu, kita masih dekat kok." Jujur Dira
"Tapi ya, Dir, pacaran sama bos sendiri itu tantangannya banyak. Kamu siap?"
"Kamu bisa nggak sih, Jun kasih pertanyaan positif?" Ryco mulai protes.
"Lho, ini pertanyaan positif Pak, minimal Dira siap dengan lambe-lambe di luaran sana." Sahut Juna
"Kasih pertanyaan lain, karena kalau kamu terap melontarkan pertanyaan itu sama saja mengganggu hubungan kita."
KAMU SEDANG MEMBACA
Finally, We Meet Again (END)
ChickLitDiralova pikir bekerja di butik Yesi adalah awal dari mimpinya tapi semua itu harus ia relakan karena butik terpaksa tutup setelah merasa penjualan selalu menurun setiap harinya, berbagai cara sudah mereka lakukan termasuk membenahi marketing mereka...