tiga belas

55 6 0
                                    

Pengecut?

Happy reading!
Suara ayam berkokok pun terdengar, menandakan pagi hari akan tiba. Dengan kebiasaan bangun paginya, gilbert pun membuka kedua bola matanya yang dimana langsung disambut denhan wajah damai shahia. Mobil yang memang minim cahaya, tetapi penglihatannya begitu tajam dari seekor singa sekali pun.

Merenggangkan otot badannya sambil tersenyum menatap wajah damai itu seandainya semua ini terasa mudah untuk di gapai, aku pasti akan memperjuangkan cinta mu! Batin gilbert menatap shahia, membayangkan saat² susah bersama sang gadis. Hingga membuatnya pun larut dalam halusinasimya,

Dimana saat janur kuning melengkung, membawanya keatas altar pernikahan yang begitu indah dengan banyak hiasan. Menua bersama dengan memiliki banyak anak, sanggupkah dirinya melakukan itu semua? Atau justru bangun dari semua mimpi, dan segera berjalan lulus kedepan tanpa menengok kebelakang. Mengapa dirinya begitu pengecut?

Hingga pergerakan shahia yang membuatnya segera tersadar dari haluan panjangnya, tersenyum menyambut sang yang baru bangun dari alam mimpinya "selamat pagi, ingin saya carikan masjid?" tanya gilbert menyalahkan mesin mobilnya, melanjutkan perjalanan yang tertunda begitu saja.

Dengan mata sedikit berat shahia menatap gilbert yang fokus pada jalanan, "bolehkah?" tanya shahia mulai membiasakan dirinya berdekatkan dengan sang kapten. Meski tumbuh rasa berdebar yang membuatnya selalu gugup, entah karna takut atau karna cinta?

Gilbert tersenyum kecil menyahutinya "anda beragama islam, yang dimana mengharuskan umatnya untuk selalu melaksanakan ibadahnya. Apa pun keadaan dan kondisinya bahkan sekali pun anda sakit keras, anda tetap harus beribadah kepada-Nya" jawab gilbert, "jadi saya tak sepantasnya melarang anda untuk melakukan tugas anda" lanjutnya sedikit lirih, shahia hanya tersenyum menyahuti perkataan gilbert.

Membawa keduanya pada keheningan fajar yang terasa begitu kosong, "jika anda memiliki agama yang sama dengan saya, apakah anda mau bersama saya?" entah sebuah lampu merah, atau sebuah pertanyaan yang dimana membuat gilbert terdiam membisu.

Mematikan mesin mobilnya begitu sampai pada sebuah masjid tepat pada waktu adzan yang berkumandang, shahia pun tersenyum miris menatap dirinya yang begitu mencintai hamba dari umat lain. Pantaskah dirinya mengharapkan suatu hal yang begitu mustahil, atau ini hanya sebuah rencana dalam rencana-Nya?

"terimakasih untuk anda yang selalu mengingatkan saya kepada tuhan saya, saya berharap kita dapat bersama meski kita tak bersatu. Jadi, maafkan saya yang begitu memaksakan anda" shahia mengucapkan kalimatnya begitu lancar, wajahnya yang menunduk berusaha menyembunyikan rasa sakit yang entah dari mana datangnya,

Segera keluar dari dalam mobil kepolisian, melaksanakan panggilan tuhannya yang entah mengapa terasa begitu menyakitkan. Terasa berat dalam setiap langkah, yang membuatnya ingin segera berbalik kearah belakang tetapi ketika melihat arah depan, entah mengapa ada yang sesuatu yang mendorongnya untuk segera sampai ke dalam sana. Berusaha menjauhkannya dari arah belakang, yang menbuatnya hanya terasa sia².

Dari tempat lain pun tak jauh berbeda, gilbert menatap shahia dengan pandangan yang begitu sendu, iris matanya yang perlahan mengeluarkan setetes air matanya "ketika hari itu sampai, saya berharap saya akan mendapatkan kebahagiaan selanjutnya. Dialam lain dengan orang lain, dan saya percaya sosok itu tak akan mungkin hidup bersama saya"

_-

Entah memang perasaannya atau memang benar kenyataannya, bahwa sang kapten seakan menjauh darinya. Dirinya yang berusaha mendekati sang kapten, dan entah mengapa pula sang kapten seakan menjauhinya, menjaga jarak darinya dengan membuat sebuah tembok besar yang sulit dihancurkan.

3hati Abdi Negara √tamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang