dua puluh delapan² 13+¹

69 5 0
                                    

Tau ahh!

Happy reading
Ruangan dengan pencahayaan yang minim suara tangisan dan jeritan terdengar menjadi satu, dengan suara cambukan yang begitu menggema. Cambuk panjang yang terbuat kulit hewan terbaik, dengan duri² kecil yang berada di sepanjang cambuk mematikan.

Disana dapat kita lihat gilbert begitu tidak berdaya dengan banyak luka di tubuhnya, matanya yang mengalirkan sebuah darah layak sungai yang memiliki aliran deras. Tidak dapat berhenti, dan tidak pula bisa di hentikan!

Shahia menatap tubuh tak berdaya gilbert dengan tak tega, dirinya sangat ingin berlari menyelamatkan keduanya, tetapi kesempatan dalam kesempatan yang tidak akan pernah datang menuju padanya. Hanya bisa menjerit dan menangis begitu melihat tubuh tak berdaya milik sang kekasih kembali di berikan luka, air garam yang barada seakan menunggu gilirannya.

Byurrr!

Terasa sangat perih dan menyakitkan, begitu air hangat dengan garam yang sangat banyak mengenai seluruh lukanya. Mungkin jika tangannya tidak di gantung seperti ini, dirinya sudah jatuh terbaring tak berdaya. Seluruh tubuhnya sakit, jiwanya seakan meronta ingin di cabut paksa, tetapi apalah daya jika sang kuasa masih ingin melihatnya tersiksa.

Lelaki mudah itu berjalan mendekati shahia yang sepertinya akan habis suaranya, mencengkam kuat² kedua pipi sang gadis yang mana membuat shahia mau tidak mau menatap lelaki kurang ajar tidak punya hati. Jemarinya yang kosong segera berjalan menuju hijab shahia yang tidak terbentuk, menariknya dengan paksa,

Srak!

Suara kain yang robek dengan darah yang ikut mengalir dari lehernya, peniti kecil yang menancap di dagu bawahnya tak terasa menyakitkan, saat dirinya di permalukan begitu saja. Menatap permusuhan lelaki kurang ajar yang seakan menilai bentuk pahatan wajah shahia,

Plakk!²

Dua tamparan yang terasa begitu menyakitkan dengan ujung bibir yang robek, mencengkam kembali kedua pipi shahia sambil menatapnya dengan hina musuh "kau akan mati setelah melihat kematian kedua orang yang kau cintai!" ucapnya memberikan smirk yang menakutkan, segera meninggalkan tempat mengerikan yang akan menjadi saksi bisu.

Ruangan yang kembali minim cahaya, mengandalkan sinar matahari sore yang berada di luar sana. Dengan menahan segela rasa sakitnya shahia berusaha lepas dari tali di kedua tangannya, "shahia" suara bisikan yang jelas terdengar begitu saja, disana arkan terduduk tak berdaya dengan ke adaan yang mungkin masih di bilang cukup baik dari gilbert.

Menatap dengan sekuat yang dirinya bisa sang kekasih hati keduanya, "apakah anda tidak apa²?" tanya arkan dengan cukup jelas, "jika anda tidak terluka, segera kabur lewat pintu" sambung gilbert cukup sulit dan tidak terdengar,

Suara langkah terdengar begitu sulit dan berat, disana arkan berusaha mendekatkan diri menuju shahia. Terduduk di sebelah kursi sang gadis, "dimana anda menyimpan pisaunya?" tanya arkan berusaha memperjelas niatnya, dengan kaku shahia menjawab "di kantong belakang kanan"

Arkan segera mendekatkan jemarinya menuju kantong belakang shahia, kedua lengannya diikat membuat pergerakan sedikit sulit "tolong angkat sedikit bokong anda" perintah arkan yang segera mungkin di turuti oleh sang gadis, mengangkat sedikit bokongnya yang membuat arkan bergerak cepat, mengambil pisau lipat yang sengaja di siapkan.

"dapat!"

Ucapan arkan yang membuat ketiganya bernafas lega, sebelum mendaratkan kembali bokongnya shahia mendengar jeritan yang amat sangat menyakitkan, membuatnya segera mungkin mengangkat kembali bokongnya.

_-

Dengan langkah yang berat dengan segera rintangan yang mengerikan, ketiga manusia itu berusaha lolos dari sebuah markas kecil mafia. Dimana tidak banyak penjagaan tetapi terdapat banyak ranjau aktif yang tersebar, tidak memiliki keamanan cctv tetapi segela tempat begitu menjebak.

Contohnya seperti saat ini, ketiganya dengan shahia barisan depan gilbert di tengah dan arkan di belakang, keduanya berusaha melewati tanaman semak berduri tajam. Dengan kaki telanjang berusaha melewati sebuah jalan kecil yang tersedia, dengan mati² ketiganya menahan jeritan begitu durinya menancap di kaki.

Malam yang damai dengan bulan yang bersinar dengan sangat cerah, seakan menjadi penolong terbaik bagi ketiganya. Berlari kembali keluar dari halaman belakang markas yang benar² tidak terdapat penjagaan, berlari dan terus berlari melewati beberapa ranjau yang tersebar.

Bugh!

Gilbert jatuh begitu saja dengan ke tidak berdaya'annya, dirinya sudah sangat menyerah dalam hidupnya yang perlahan pupus akibat rayuan sang pujaan hati, menyuruhnya untuk tetap ikut dalam barisan. Apa pun yang terjadi dan bagaimana pun yang akan mereka lakui, karna sejatinya shahia tidak ingin kembali kehilangannya.

Dengan begitu kompak ketiganya mengambil nafas yang terasa menyakitkan, ketiganya telah berhasil keluar dari area markas itu. Tetapi ranjau yang tersebar justru begitu hanyak dengan beberapa akar pohon yang menonjol, malam yang sebentar lagi akan menuju fajar.

Shahia segera menyandarkan tubuh tak berdaya gilbert pada salah satu pohon, memeriksa keadaan kaki sang kapten yang terluka cukup parah. Bekas duri yang menancap layak sebuah bekas penyakit cacar dengan warna merah, kuku jempolnya yang hanya menampakan darah, dengan bagian dalam telapak kaki yang tergores sangat dalam,

Bukan hanya darah yang terlihat, tetapi sedikit bagian daging? telapak kakinya yang terlihat. Shahia menatap keadaan sang kapten yang begitu memprihatinkan, wajahnya bahkan tak menampak bahwa dia begitu baik² saja, seketika perasaan bersalah dan kecewa kepada diri sendiri hadir di hati keduanya.

Dengan tak rela shahia membuka kain hijabnya yang masih cukup menutupi rambutnya, meski tak menyakinkan akan kepastiannya tetapi dirinya sudah berusaha se demi kian mungkin untuk menutupnya. Membawa kain hijabnya menuju telap kaki sang kapten, membersihkan beberapa luka yang ada dan kotoran yang bisa dirinya angkat. Segera mengikuti kain hijabnya guna menutup luka sang kapten,

Arkan yang melihat itu sungguh merasa kecewa pada diri sendiri, tidak mampuh melindungi sang kekasih hati yang harus merelakan membuka auratnya. Dirinya marah kepada diri sendiri! Seharusnya dirinya dapat menjaga dan melindunginya, bukan berdiam diri saat melihatnya menjatuhkan diri.

Fajar pun datang dengan sangat cepat, menerangi setiap langkah kaki mereka yang terasa begitu lambat tak berdaya. Cahayanya yang begitu indah layak menyabut keduanya dari mimpi buruk,

Dor!

Seakan cobaan belum berhenti mendatangi mereka, ketiganya di kejutkan dengan suara tembakan yang jauh di sana disusul dengan suara ribut dari helikopter. Mungkinkah ini sebuah harapan dalam kematian? Jika memang benar, tolong jangan pisahkan mereka dan segera satukan mereka dalam apa pun.

Tanpa terkecuali,

Dorr!

Dorrr!

Krak?

Bugghh

Duarrr?

_-

By.alishaputriramadani
Kamis,19 lagustus2021

3hati Abdi Negara √tamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang