dua puluh empat²

39 4 0
                                    

Cinta tanpa kepastian?

Happy reading
Dirinya bukan seorang gadis yang berlari begitu saja, berlari sejauh mungkin guna menyembunyikan semua rasa sakit dan ke kecewaan yang hatinya dapatkan. Dirinya merupakan seorang pria yang berada dalam baris prajurit negara memegang jabatan sebagai kapten, haruskah dirinya menangis seperti itu guna menghilangkan semua rasa menyakitkan ini?

Tengah malam yang begitu damai dengan pencahayaan yang tidak terlalu minim dan tidak terlalu cerah, tepat di bawah bulan yang bersinar terdapat gilbert yang tengah terduduk. Menahan semua rasa sakitnya demi tetap kuat dan di pandang sempurna, lahir dalam ke sempurna tanpa kecacatan sangatlah menyulitkan dan menyiksa.

Matanya yang sudah sangat merah begitu terlihat memprihatinkan, bagi siapa pun. Beruntung semua orang tengah tertidur, menyisahkan seorang pria yang terlihat tegar di luar dan rapuh di dalam.

Dari jauh dapat kita lihat dua orang dewasa yang berada di ke jauhan sana, tangisan menyakitkan sang bayi yang membuat keduanya segera keluar dari posko kesehatan demi menjaga kenyamanan. Arkan tengah berusaha mendiamkan bayi malang yang tidak biasanya menangis di tengah malam begini, dengan begitu kompaknya keduanya berusaha menenangkan sang bayi.

Tanpa di sadar shahia melihat sebuah sosok yang berada jauh di sana, memastikannya dengan sangat teliti dan jelas. Melihat itu arkan segera ikut memfokuskan matanya melihat apa yang di lihat snag gadis, "gilbert" gumamnya begitu melihat dengan jelas, meski dari belakang tetapi dirinya begitu mengetahui postur tubuh sang rekan dengan sangat baik,

Shahia menatap tak percaya arkan "kapten?" tanyanya tidak percaya, memastikan kembali siapa sosok yang tengah terduduk di tengah malam seperti ini? Tak mungkin hantu juga kan?

Dengan sebelah tangan yang kosong arkan mendorong punggung shahia pelan, membuat gadis itu menatapnya tanda tanya "segera susul dia, aku tau dia sedang bersedih" ucapnya memberikan isyarat, menenangkan bayi mungil itu yang perlahan mulai tenang "aku cukup takut, bagaimana jika bukan?" sahut shahia dengan wajah ketakutan.

Arkan merogoh kantung celananya memberikan pisau lipat kepada sang gadis "jika dia bukan gilbert maka tusuk sebisa yang kamu lakukan, dan jika bukan makan bacalah ayat ke-255 dari Surah Al-Baqarah" ucap arkan yang tidak memberikan pilihan, "mengapa harus aku? Dan bagaimana dengan mu?"

Arkan tersenyum mendengarnya "karna kamu adalah orang yang di cintainya saat ini, pasti dia sangat mengharapkan kehadiran kamu, oleh sebab itu segeralah datang menemuinya, aku tau dia sedang merasakan sakit" sahut arkan begitu tulus, dirinya jelas tau dengan keadaan sang kapten terlebih ayahnya datang dan menyuruhnya menghadap, sudah pasti!

Shahia menatap mata gilbert cukup lama dirinya jelas tidak mengerti! Kedua pria yang sedang memperebutkan dirinya hanya demi sebuah perhatian, kini salah satu di antara mereka meng'ikhlaskan dirinya untuk bersama dengan lawannya. Apakah arkan sudah gila? Atau-?

"karna aku mencintai mu, aku tau dia'lah yang lebih pantas untuk bersama mu" bisik arkan memecahkan keheningan,  tangisan bayi yang sudah tak terdengar kembali membuat keduanya menjadi sedikit canggung "segera datang menemuinya, dia membutuhkan mu untuk membuang semua rasa sakitnya, dan aku akan selalu berdiri di sini untuk menunggu mu pulang"

Setelah kalimat yang cukup mencekik, arkan mengambil beberapa langkah menjauh, berusaha menjauhkan dirinya dari shahia yang bisa kapan saja dengan mudah mrngubah kembali pikirannya.

Menatap beberapa saat arkan yang berada di sana, dan segera berlari menuju pujaan hatinya yang pertama. Tidak memperdulikan kembali hati lain yang akan merasakan sakit, dirinya sekarang harus egois!

Arkan nampak menertawakan dirinya sendiri begitu melihat pemandangan di depannya, ke kasih hatinya yang belum lama dirinya cintai, kini datang menenangkan hati lain yang jelas lebih rapuh darinya. Matanya menatap bayi mungil yang menatapnya juga dengan sangat polos, membawanya menuju pelukan hangatnya dan segera kembali menuju posko kesehatan.

_-

Hap!

Sebuah pelukan hangat terasa begitu saja, membuat gilbert kaget setengah mati. Berusaha melihat seseorang yang berada di belakang tubuhnya, meski bahu kanannya terdapat sebuah dagu yang mana membuat pergerakannya terasa sulit. Tersenyum hangat begitu mengetahui siapa sang pelaku, mengusap jemari yang berkalung di lehernya dengan sangat lembut,

Menciumnya dengan penuh cinta sambil membimbing jemari itu untuk duduk di samping, "tidak biarkan seperti ini" bisik shahia tepat di telinga gilbert, memejamkan matanya sambil menikmati pelukan yang selalu dirinya inginkan "tidak bisa, itu akan menambah dosa untuk anda" sahutan gilbert yang dimana membuat shahia membuka matanya, segera duduk di sebelah gilbert dengan sedikit tak senang.

Ke tidak senang'an shahia yang mana menciptakan sebuah keheningan yang cukup lama, tetapi seakan tak ingin membuang² waktu gilbert mulai mengambil jemari itu, mengusapnya dan menciumnya sesekali "sama saja! Akan menimbulkan dosa!" sindir shahia dengan begitu sinis, meliriknya kemudian segera melirik bulan.

Gilbert terkekeh pelan melihatnya, "lalu saya harus bagaimanna untuk mengembalikan semuanya? Menjadi mudah dan tidak rumit seperti ini? Dan tidak menimbulkan dosa?" tanya gilbert mulai melepaskan genggam tangan shahia, yang mana membuat gadis itu menatapnya sepenuhnya, "caranya sangat mudah, anda hanya perlu menikahi saya"

Shahia membalas senyuman gilbert yang entah mengapa sangat manis, "jika menikahi anda, saya tidak akan pernah bisa saya tak akan pernah mampuh" sahut gilbert yang membuat keduanya terdiam, "mengapa?" tanya shahia terbawa perasaan membuatnya tanpa sadar ingin rasa menangis, "karna saya pengecut, saya tidak dapat melawan perintah ayah saya, begitu pula membuat anda berpaling dari-Nya. Jadi biarkan seperti ini, biarkan semua ini terselesaikan sendiri"

"sampai kapan?" bisik shahia yang jelas di dengar, "sampai saya bisa meng'ikhlaskan anda, dan sampai saya bisa pergi meninggalkan anda" sahutan yang dimana membuat semuanya menjadi sunyi, tak ada isakan tak ada rasa ingin memiliki hanya ke kosongan yang perlahan mulai tiba di dalam lubuk hati keduanya.

"bagaimana jika saya berpaling? Dan meninggalkan anda sendiri?" tanya shahia tanpa menatap gilbert sedikit pun, "anda bisa melakukannya, tetapi setelah saya pergi meninggalkan anda" jawab gilbert yang membuat shahia dalam sedikit naik nada, segera bangkit menatap gilbert cukup rumit, "mengapa saya harus menunggu anda?

Anda yang akan pergi meninggalkan saya, dan anda pula yang menyuruh saya untuk menunggu, pantaskah bila saya berpaling dari seorang pengecut? Saya membutuhkan kepastian anda, saya tidak bisa untuk selalu ada, saya membutuhkan anda.. Tapi mengapa anda tidak bisa?"

Runtuh sudah semua yang ada dalam diri shahia, menangis kecil berusaha menyembunyikan semua rasa sakitnya. Mengalihkan pandangannya demi tidak menangis kejar, "bukan kita yang tidak bisa, tapi takdir kita yang tidak bisa.. Maafkan aku yang seorang pengecut ini" gilbert segera bangun tersenyum dan segera meninggalkan shahia.

Gadis itu menatap sang pujaan hatinya dengan perasaan campur aduk, sedih luka kecewa sakit hati ya semuanya menjadi satu atas perbuatan gilbert. Membawanya dalam sebuah cinta dan meninggalkannya begitu saja tanpa kepastian, pantaskah bila dia berpaling?

_-

Mengapa yang lain bisa
Mendua dengan mudahnya
Namun kita terbelenggu
Dalam ikatan tanpa cinta
Atas nama cinta
Hati ini tak mungkin terbagi
Sampai nanti bila aku mati
Cinta ini hanya untuk engkau
Atas nama cinta
Kurelakan jalanku merana
Asal engkau akhirnya denganku
Kubersumpah atas nama cinta
By. Atas nama cinta!

Thank's guys
By.Alishaputriramadani
Rabu,18agustus2021

3hati Abdi Negara √tamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang