2 Bertemu Mas Langit

10.6K 689 2
                                    

Selepas sholat magrib, aku menunggu Mas Langit di Cafe De'Angel. Cafe yang belum pernah aku masuki seumur hidupku. Ini pertama kalinya aku masuk ke cafe yang menurutku sangat mewah. Mas Langit sudah melakukan reservasi salah satu meja yang berada di dekat jendela. Cafe ini bertema keluarga sehingga cocok untuk mengobrol karena tidak terlalu bising.

Sudah tiga puluh menit aku menunggu dalam gelisah tetapi Mas Langit belum juga muncul dari balik pintu. Aku gugup bertemu dengan Mas Langit. Keringat dingin menghiasi wajahku. Aku remas kedua tanganku serta menggoyangkan salah satu kakiku untuk membunuh kegugupan.

Aku melihat pegawai Cafe membukakan pintu. Mas Langit muncul dari balik pintu itu. Senyuman kecil ia sunggingkan kala menyapa pegawai cafe seraya mengucapkan terimaksih. Setelahnya dia berjalan ke arahku. 

Seorang Gema Langit Ramadhan, lelaki yang menjadi CEO di perusahaan properti. Dia bukan CEO kejam atau berhati dingin seperti yang ada di novel-novel. Membenci pasangan yang akan dijodohkan dengan dirinya. Meskipun hatinya tidak mencintaiku, tetapi aku tahu betul jika Mas Langit adalah orang yang ramah dan baik hati.

Lelaki berparas rupawan itu mengenakan kemeja berwarna putih yang lengannya digulung sesiku. Tidak mengenakan jas seperti pimpinan perusahaan pada umumnya. Ia mengenakan celana berbahan katun berwarna gelap menandakan pria ini baru selesai dari urusan kantornya dan belum pulang. Aku tidak berani berlama-lama memandang wajahnya. Jantungku sudah berdetak di atas normal, bisa-bisa aku terkena serangan jantung. Selain itu aku tidak mau dia tahu kalau aku tengah mengaguminya, memperhatikanya secara diam-diam.

"Maaf  La, saya terlambat" Ucap Mas Langit sambil menarik kursi yang ada dihadapanku.

"Oh Iya, Laila sudah pesan?" Tanyanya

"Belum mas" Jawabku singkat dengan menundukkan kepala tidak berani memandang ke arah Mas Langit.

"Laila ingin makan apa?" Tanya Mas Langit lagi.

"Samakan saja dengan Mas Langit." Jawabku.

Aku mencuri pandang ke arah Mas Langit yang sedang memesan makanan kepada waiters. Merasa belum percaya jika Mas Langit mengajakku makan malam bersama. Aku tahu Mas Langit pasti ingin membahas soal pinangan Bunda Eriyana kemarin.

"Laila kesini naik apa?" Tanya Mas Langit sekedar basa basi, mungkin tidak enak langsung membahas ke inti permasalahan.

"Naik motor mas, Em.. Mas Langit ingin ngobrol soal apa?" Tanyaku to the point. Aku tidak mau berlama-lama bersama Mas Langit karena aku sangat gugup dan takut berharap lebih. 

Aku sudah memutuskan akan mengikuti keinginan Mas Langit. Jika Mas Langit ingin melanjutkan pinangan ini ke jenjang yang lebih serius, aku akan menyetujuinya meskipun hatinya belum untukku. Aku akan mencoba membuatnya jatuh cinta kepadaku meskipun hal itu tidak mudah bagiku. Begitupun sebaliknya, jika Mas Langit membatalkan pinangannya maka aku juga akan mengikuti keinginannya. Aku tidak akan berharap muluk-muluk untuk menjadi istrinya meskipun hatiku sangat mencintainya. Biarlah rasa ini aku pendam dan tetap menjadi pengagum rahasianya di dalam diam.

Mas Langit tersenyum mendengar pertanyaanku. Senyum yang menurutku sangat manis, yang menambah pesona dan wibawanya.

"Bunda cerita sama saya jika kemarin beliau menemui kamu dan melamar kamu untuk saya. Maaf jika bunda terlalu memaksakan keinginannya sama kamu. Kamu jangan merasa terbebani atas permintaan bunda. Jangan menuruti keinginan bunda hanya karena kamu merasa mempunyai hutang budi. Maksud saya, jika kamu tidak menyetujuinya kamu berhak untuk menolak dan tidak perlu merasa sungkan dengan saya maupun bunda. Karena ini merupakan keputusan yang besar buat kehidupan kamu" Ucapnya menerangkan.

Mendengar penjelasan Mas Langit membuat hatiku dilema. Apakah benar Mas Langit sebenarnya tidak tertarik dengan pernikahan ini. Perkataannya seolah mengatakan sebaiknya aku menolak permintaan bunda meskipun terkesan dengan kalimat yang ambigu. Mas Langit  tidak berinisiatif untuk melamarku atau menanyakan kelanjutan pinangannya. 

"Saya belum tahu mas harus menjawab apa" Aku mencoba untuk jujur karena aku memang masih bingung antara menerima atau menolak pinangan itu. Jika secara tersirat Mas Langit menolak aku pasti akan mengikuti kemauannya.

Makanan yang kami pesan sudah datang. Waiters meletakkan sirloin beef steak dan jus jeruk di meja kami.

"Ayo makan dulu Laila" Aku mengangguk menjawab ajakan Mas Langit. 

Mas Langit mengambil piringku lalu mengganti piring yang sudah terdapat potongan beef steak miliknya. Perhatian kecil ini membuat hatiku berbunga-bunga. Bolehkah hambamu ini memiliki imam yang kau ciptakan ini ya Allah? Lancangkah hamba jika ingin menjadi istri mas Langit?

Kami berdua makan dalam diam. Mas Langit sepertinya sangat lapar karena dia sudah menghabiskan makanannya dalam waktu singkat. Makanan seenak ini terasa susah sekali kutelan karena rasa gugup masih sangat dominan menguasai jiwa sehingga membuatku tidak nafsu makan.

"Laila tidak suka dengan menunya? Mau saya pesankan lagi?" Tanya Mas Langit karena melihat steakku yang masih separuh teronggok diatas piring.

"Tidak perlu mas, saya masih kenyang kok. Sebenarnya sebelum berangkat kesini saya sudah makan." Mungkin kalimat tidak penting ini merupakan kalimat yang aku ucapkan paling panjang saat menjawab pertanyaan Mas Langit. Aku tidak berbohong sepenuhnya, karena memang sebelum berangkat aku sudah memakan donat yang dibuat oleh umi panti. Meskipun itu hanya satu donat.

"Mengenai pinangan dari bunda kemarin, saya harap Laila mengambil keputusan sesuai hati laila. Tidak perlu merasa sungkan menolak apabila Laila memang tidak mau. Akan tetapi jika nanti Laila menerima pinangan itu mari kita mencoba untuk menjalani dan saling mengenal lebih dekat setelah halal." 

Tidak ada kata pinangan 'saya' (Langit) dalam kalimat itu. Hanya ada kata 'pinangan dari bunda, pinangan itu'. Aku bingung harus menolak atau menerima. Masih ada waktu enam hari lagi untuk aku berpikir dan berdoa untuk menjawab pinangan itu. 

"Untuk pulangnya, Laila saya antar ya?"

"Tidak perlu mas, tadi saya-kan bawa motor." Jawabku. Bisa serangan jantung beneran jika satu mobil dengan Mas Langit.

"Sudah malam. Saya yang mengajak Laila keluar maka saya yang bertanggung jawab untuk mengantar Laila pulang. Nanti Rico biar yang membawa motormu."

"Tapi Mas..."

"Tidak ada bantahan Laila. Tolong turuti saja keinginan saya. Ok?" Sela Mas Langit.

Selesai Mas Langit membayar tagihan kami menunggu mobil di loby cafe. Mobil itu diantarkan Rico yang merupakan asisten mas Langit.

"Lang,  ngapain elu kesini? Tumben banget nongkrong dicafe? Biasanya jam segini elu masih pacaran sama berkas-berkas kesayangan elu" Seorang pria merangkul bahu Mas Langit. Sepertinya sahabat Mas Langit karena terlihat sangat akrab.

"Bertemu teman, ada hal penting yang tadi perlu diomongin. Ngapain kamu kesini Jo?" Tanya balik Mas langit.

Hatiku terasa sangat nyeri saat Mas Langit menyebutku 'teman'. Apa yang akan aku harapkan? Aku terlalu muluk-muluk. Laila Sadar! Ga mungkin kan baru bertemu sekali Mas Langit menyebutmu calon istri atau pacarnya. Toh kamu juga belum memberikan jawaban pinangan itu. 

"Gue mau kencan sama Bianca" Jawab orang yang dipanggil Jo.

"Cewek mana lagi yang kamu buat mainan Jo? Kapan kamu inshafnya?" Ucap Mas Langit. Bisa aku tangkap jika orang bernama Jo itu seorang buaya yang suka mempermaikan perempuan.

"Ntar kalau udah ketemu yang cocok gue pasti inshaf. Eh BTW elu dah denger belum kalau Caca balik lagi ke indo?"

Aku melihat wajah Mas Langit sedikit terkejut dengan ucapan Jo. Mas Langit tidak menimpali ataupun bertanya lagi kepada Jo. Marisha Hendrawan atau sering dipanggil Caca adalah mantan terindah Mas Langit. 

Tiba-tiba ada rasa takut yang menyelimuti hatiku. Apakah Mbak Caca akan menjadi bayang-bayang ketidakbahagiaan pernikahanku kelak jika aku menerima pinangan Mas Langit. Rasanya sakit sekali jika pria yang akan menjadi pendamping hidup kita belum selesai dengan masa lalunya. Rasanya ada tempat di hatinya itu yang bukan milikku, melainkan ditempati oleh perempuan lain.

"Dan Elo Tau ga? Caca melamar pekerjaan di perusahaan elu!"

DEG

Istri Pilihan Bunda (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang