25 Pov Langit: Kedatangan Caca

10.6K 461 6
                                    


Bunda terjaga saat saya memasuki kamar inapnya.

"Assallammuallaikum bun" salam saya kepada bunda.

"Waallaikumsallam mas" balas bunda dengan suara lemah. Wajah bunda masih terlihat pucat dan sedikit membengkak.

"Bunda belum makan? Langit suapi ya bun" Saya melihat piring yang ada di atas nampan masih tertutup plastik wrap dan masih utuh. Itu tandanya bunda belum memakan sarapannya.

Bunda mengangguk. Saya bergegas duduk di samping brankar bunda lalu menyuapi bunda dengan bubur. Bunda cukup lahap memakan sarapannya meskipun hanya habis separuh.

Ketika melihat gelas yang berisi air putih hanya setengahnya, hati saya teriris perih. Itu adalah takaran air minum bunda dalam sehari. Jika terlalu banyak minum, ginjal bunda yang sudah tidak sempurna harus bekerja lebih ekstra dan bisa menyebabkan pembengkakan di beberapa bagian organ. Bunda hanya meminum sesendok untuk menghilangkan rasa hausnya setelah sarapan.

"Bun, Langit akan tes kecocokan ginjal langit dengan Bunda" Ucap saya.

"Bunda ga setuju mas. Bunda akan menolak" Bunda kekeh dengan pendiriannya.

"Tapi bun.."

"Mas. Kamu itu masih muda. Akan sangat berat jika kamu hidup dengan satu ginjal. Lebih baik bunda sakit seperti ini daripada melihat anak bunda hidup dengan satu ginjal karena didonorkan untuk bunda" bunda marah. Saya tahu itu.

"Tante Rita akan mendonorkan ginjalnya untuk bunda jika cocok. Tadi tantemu menelpon dan dia sedang perjalan ke sini" Alhamdullillah. Tante Rita sungguh baik. Satu-satunya adik kandung yang dimiliki bunda.

"Jika nanti hasil tes menunjukkan kalau ginjal milik Tante Rita cocok bunda mau kan cangkok ginjal?" Tanya saya memastikan. 

"InshaAllah Mas, bunda harus semangat sembuh. Bunda sudah janji kepada Laila untuk sembuh" 

Laila mau menikah dengan saya hanya untuk memberi semangat bunda agar segera sembuh. Selalu saja seperti itu. Mengalahkan egonya demi kebahagiaan orang lain.

Tok.... Tok... Tok, ketukan di pintu menghentikan obrolan kami.

Ternyata Caca datang menjenguk bunda dengan membawa sebuket bunga mawar. Saya kelimpungan melihat kedatangan Caca yang mendadak. Saya melepas cincin nikah yang ada di jari manis saya lalu memasukkannya ke dalam saku celana.

"Mas, kamu tidak bisa seperti ini. Kamu harus ngomong ke Caca. Dia harus menerima kenyataan jika kamu sudah menikah dengan Laila" Bunda berbisik kepada saya. Bunda tahu keadaan saya yang sangat terbebani saat menjaga Caca dahulu. 

"Iya bunda. Langit akan kasih tahu pelan-pelan" Saya tidak mau Caca berakhir melukai dirinya sendiri karena tahu pernikahan saya dengan Laila. Semoga Caca bisa mengerti dan mengiklaskan saya dengan Laila. Sudah lima tahun lamanya saya tidak mendengar kabar dari Caca. Semoga dia sudah sembuh dari BPD yang diidapnya.

Setelah Caca selesai berbicang dengan bunda, saya mengajak Caca mengobrol di kantin rumah sakit. Rencananya saya akan memberitahu status saya yang tidak lajang lagi. Saya mendengarkan Caca bercerita kehidupannya di Amerika. Ternyata dia rutin terapi dan berobat. Dia sudah lebih baik meskipun belum sembuh total. Mendengar hal itu membuat hati saya ikut senang. Saya tahu pengobatan mental illnes membutuhkan waktu yang lama. Caca berusaha cukup keras untuk kesembuhannya.

Rasa cemburu saya tiba-tiba memuncak ketika melihat Laila tertawa lepas saat bersama Raka. Mereka berdua bercengkrama saat memasuki kantin rumah sakit. Saya sangat kesal ketika Raka mengetahui segala hal tentang Laila. Hati saya bertambah panas ketika Raka memesankan makanan kesukaan Laila yang bahkan saya suaminya sendiri tidak tahu makanan kesukaan istri saya.

Saya memilih pergi meninggalkan Laila dan Raka. Meskipun saya bukan pemilik hatimu La, setidaknya hormati saya sebagai suamimu. Rasanya hati saya panas seperti terbakar. Lebih baik saya menyingkir daripada nanti keadaan menjadi runyam.

Saya mengantarkan Caca ke parkiran mobil. Sebelum Caca memasuki mobilnya saya harus menjelaskan situasi saya.

"Ca, Saya mau ngomong tentang status saya" Ucap saya mengawali penjelasan.

"Aku ga mau denger Lang. Aku sudah tahu" Ucapnya. Saya tidak terkejut jika Caca sudah tahu. Mungkin saja dia mendapat info dari Vivian. Karena Vivian adalah kerabat dan sahabat dekat Caca.

"Iya saya sudah menikah dengan Laila. Dan prioritas saya bukan kamu lagi melainkan Laila"

"Stop it" Caca menutup telinganya dengan kedua tangannya. Caca menangis tetapi tidak meraung dan mengamuk. Setidaknya Caca yang sekarang jauh lebih baik daripada Caca yang dulu.

"Lang lupakah kamu sudah berjanji dengan papi akan menjagaku?" Kalimat itu yang selalu digunakan Caca untuk menuntut saya.

"Menjaga bukan berarti menikahi Ca. Saya menjagamu sebagai seorang kakak bukan sebagai seorang suami. Saya tidak pernah mencintai kamu Caca. Kamu tahu persis siapa perempuan yang saya cintai" jelas saya.

"Bohong kamu sama papiku Lang. Kamu ingkar janji. Aku ga rela kamu menikahi Laila" tuntutnya lagi.

"Ca Listen! Saya tidak peduli Ca kamu mau berbuat apa setelah ini. Penolakanmu tidak akan merubah apapun. Saya tetap akan menjagamu karena itu janji saya kepada papimu. Menjagamu sebagai seorang kakak" janjiku.

Caca mencoba meraih handle pintu mobil untuk  membuka mobil tetapi saya menahan pintu itu dengan tangan saya.

"Lepas Lang. Aku ingin pulang" bentaknya seperti dulu. Teriakannya membuat kami menjadi pusat perhatian. Kami seperti sepasang kekasih yang sedang bertengkar.

"Tunggu mami Rosi. Please!" Mohon saya.

"Mami akan menjemputmu. Saya sudah menelponya untuk menjemputmu" Caca tidak bisa menyetir sendiri dalam keadaan emosi. Saya takut dia akan berbuat nekat.

"Lang, jika aku ga sakit apa kamu akan cinta sama aku?" Caca memeluk lututnya, duduk disamping pintu mobil sambil terisak.

"Saat kamu sakit, sehat, kaya, miskin, cantik, atau tidak cantik sekalipun jika kamu perempuan yang saya cintai itu tidak akan merubah apapun Ca. Saya pasti akan mencintai kamu. Apapun keadaan kamu. Tetapi kenyataannya hati saya tidak memilih kamu. Maaf kalau saya menyakiti perasaan kamu. Tetapi akan lebih sakit lagi saat saya menikahi kamu tetapi hati saya untuk perempuan lain" saya ikut duduk di samping Caca.

Mami Rosi datang dengan seorang sopir. Beliau turun dari mobil langsung memeluk anak kesayangannya.

"Maaf mi" Ucap saya tidak enak pada tante Rosi karena membuat anak gadisnya terluka lagi. Tante Rosi hanya mengangguk tanpa mengucapkan kata-kata. Mungkin beliau kecewa dengan saya.

Sebelum mobil itu melaju pergi, Caca membuka jendela mobilnya "Lang aku tetap akan nunggu kamu. Kamu tidak bisa melarang karena ini pilihan aku" Ucap Caca kemudian menutup kaca mobilnya.

Saya hanya mengusap wajah kasar. 'Itu pilihanmu Ca, selama tidak mengganggu kehidupan saya dan Laila saya tidak ada masalah' ucap batin saya.

Saya mengambil cicin yang tadi saya simpan di saku celana. Menyematkan cicin itu lagi ke jari manis saya. Sedikit merasa lega karena sudah menjelaskan status saya yang sekarang kepada Caca.

Saya bergegas kembali ke kamar bunda karena sudah meninggalkan bunda terlalu lama.

Istri Pilihan Bunda (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang