23 POV Langit: Marisa Kembali

11.6K 529 6
                                    


Kerjaan yang menumpuk membuat saya lupa waktu. Tidak enak rasanya pada Laila karena saya datang terlambat. Benar saja, perempuan berjilbab peach itu sudah duduk manis di dalam café. Laila dengan kesederhanaannya selalu mempesona di mata saya.

Laila hanya menunduk dan irit bicara saat bersama saya. Bahkan makanan yang saya pesankan hanya habis setengah bagian saja. Saya tidak tahu makanan apa yang disukai Laila. Saya hanya memesankan makanan yang highly recomend di cafe ini. Nyatanya hal itu juga tidak menarik bagi Laila.

Maafkan saya La. Karena lamaran dari bunda kamu jadi terbebani seperti ini. Saya juga tidak menduga jika bunda akan melamar kamu untuk saya. Karena bunda mengajukan lamaran ini tidak meminta ijin saya terlebih dahulu.

Saya sebenarnya ingin membatalkan lamaran ini. Tapi itu tidak mungkin karena lamaran sudah diajukan. Saya takut kamu akan merasa tidak diinginkan dan itu bisa melukai harga diri dan kepercayaan diri kamu.

Saya hanya ingin menyampaikan jangan pernah menerima lamaran ini jika bukan karena hatimu apalagi karena balas budi. Tidak masalah jika kamu menolaknya. Karena saya tahu hati kamu bukan buat saya. Saya akan menerima penolakanmu. Saya akan kuat karena saya seorang lelaki.

Setelah selesai makan rencananya saya akan mengantar Laila pulang. Ternyata di lobi café saya bertemu jonathan.

Kabar dari jonathan membuat saya tekejut. Caca kembali dari Amerika dan melamar pekerjaan di perusahaan yang saya pimpin. Itu berati Caca akan merecoki kehidupan saya kembali.

Saya tidak benci Caca tetapi saya lelah menghadapi sikapnya.

Caca menderita Borderline Personality Disosder (BPD) sejak kematian papinya. BPD semacam gangguan mental serius dipengaruhi suasana hati yang berubah-ubah dan sulit dikontrol. Penderita akan berlaku implussif seperti melukai diri sendiri pada saat mentalnya tertekan.

Dunia Caca hanya berpusat pada saya. Dia akan menempel pada saya seperti lem super yang susah sekali dilepaskan. Pernah saya merasa lelah dan risih karena sikap Caca. Dia sangat posesif dan membatasi pergaulan saya. Padahal hubungan kami hanya sebatas teman.

Saya pernah mengutarakan keberatan saya dalam menjaga Caca kepada tante Rosi, Mami Caca. Saya lelah dengan sikap Caca dan tidak mampu menjaganya lagi. Akibatnya Caca berteriak menangis ketakutan karena merasa takut saya tinggalkan. Dia berakhir di rumah sakit karena menyayat nadinya sendiri.

Tante Rosi meminta saya untuk bertahan seraya berusaha membujuk Caca untuk berobat ke Amerika. Saya menyanggupi permintaan tante Rosi karena merasa kasihan pada wanita itu. Di usianya yang senja masih harus merawat anak yang menderita mental illnes. Satu tahun waktu yang saya berikan kepada tante Rosi untuk membujuk Caca berobat.

Bukannya saya kejam. Saya juga punya kehidupan sendiri. Bergantungnya Caca kepada saya membuat beban saya semakin bertambah.

Terlalu fokus memikirkan kembalinya Caca berakibat fatal. Saat mengemudi saya kurang konsentrasi sehingga saya dan Laila hampir saja kecelakaan.

Nampak wajah ketakutan yang tampak pada raut muka Laila 'Maaf La, karena kelalaian saya kamu hampir celaka'. Akhirnya saya meminta tolong Vivian untuk mengantar Laila pulang.

-------------------------------

Kabar dari Rico membuat saya bagai disambar petir di siang bolong. Bunda pingsan dan sekarang sudah dibawa ke rumah sakit. Saya bergegas menuju rumah sakit dimana bunda dirawat.

Bunda terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Saya tidak tahu ternyata bunda sakit parah. Bunda merahasiakan itu semua dari saya. Saya merasa menjadi anak yang tidak berbakti karena sibuk bekerja dan tidak memperhatikan kesehatan bunda.

Raka mengajak saya keluar dari ruang rawat inap Bunda. Dia ingin mengajak saya berbicara. Rupanya Raka sudah mengetahui kalau bunda melamar Laila untuk saya.

"Lang, gue udah dengar dari Bunda Eriyana kalau bunda melamar Laila buat elo. Gue bakal lepas Laila buat elo" Ucap Raka.

"Gila kamu. Memangnya Laila tidak terpaksa menerima pernikahan ini? Dia ga akan bahagia sama saya. Yang disukai Laila bukan saya tapi kamu" bisa-bisanya Raka ngomong seperti itu, apa dia tidak memikirkan perasaan Laila?

"Memangnya elo bisa menolak permintaan bunda?" Tanya Raka dengan intonasi suara yang tinggi.

"Kasih saya waktu buat ngejelasin ke bunda" Saya yakin pasti bunda bisa mengerti.

"Maaf Lang, gue harus jujur. Bunda elo sakit parah. Kalau boleh jujur bunda elo sekarat. Gue ga tahu beliau bisa melewati ini atau ga" Raka menepuk pundak saya untuk meyakinkan saya menikahi Laia.

"Saya akan cari cara. Tapi saya tetap akan menolak pernikahan ini" Saya memijit pelipis merasakan pusing memikirkan masalah ini. Bunda yang sakit parah ditambah harus menikah dengan perempuan yang tidak mencintai saya. Saya tidak mau Laila berkorban karena hal ini.

"Memang ada cara apa lagi? Waktu elo ga banyak Lang" Ucap Raka.

"Oke. Saya akan menikah dengan Laila. Tapi saya berjanji ga akan nyentuh dia dan saya akan ceraikan secepatnya setelah bunda sembuh" Otak saya serasa macet dan hanya cara ini yang terlintas di dalam otak saya.

"Otak elo ga waras Lang! Elo udah gila! Pernikahan bukan hal main-main Lang! Elo ga kasihan apa sama Laila?" Raka marah. Dia tidak terima saya mempermainkan pernikahan.

"Saya bingung Ka. Saya harus bagaimana? Di satu sisi saya akan nyakiti kamu dan Laila, di satu sisi saya mau bunda saya semangat untuk sembuh. Dan saya ga mungkin memaksa Laila hidup dengan saya seumur hidup tanpa cinta." saya mengusap wajah kasar. Frustasi dengan keadaan ini.

"Bagaiman kalau Laila sampai tahu? Apa dia ga serasa buat mainan?" Ucapan Raka memang benar tetapi Raka tidak memberi jalan keluar yang lain. Jika saya berada di posisi Laila pasti saya akan marah besar.

"Elo ada cara lain?" Saya yakin Raka juga sama buntunya mencari jalan keluar dari masalah ini.

"Gue juga bingung. Gue ikutin skenario elo. Tapi jangan sampai Laila tahu. Gue takut dia bakalan merasa buat mainan" Ucap Raka pada akhirnya.

Kedatangan Laila memgakhiri pembicaraan kami. Bunda meminta saya ke kamar inap bunda.

"Mas, malam ini kamu menikah dengan Laila ya. Laila sudah setuju. Maaf jika pernikahan kalian hanya diselenggarakan di rumah sakit. Bunda takut kalau bunda tidak punya cukup umur buat lihat kamu bisa berkeluarga" ucap bunda tanpa saya sela. Saya yakin pasti bunda yang memaksa Laila untuk menerima lamaran ini.

"Baik bun, tapi bunda ga boleh ngomong seperti itu lagi ya" akhirnya saya mengabulkan permintaan bunda.

Selepas magrib saya mengucapkan ijab qobul mengahalalkan Laila. Tampak raut kesedihan tergambar jelas pada wajah Raka. Saya benar-benar minta maaf. Karena keegoisan saya untuk menyelamatkan bunda mengorbankan cinta kalian berdua.

Istri Pilihan Bunda (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang