Bab 2

7 3 0
                                    

Zika memasuki sebuah restoran di dekat kampus. 

"Ayo, ayo! Zika, jalannya cepet dong!" ujar Raya cerewet sambil mendorong-dorong tubuh gadis.

Zika memijit pelipisnya pusing dengan ocehan cowok itu. Dari rumahnya, di mobil, bahkan sampai di restoran pun cowok itu terus mengoceh.

Nih orang dari apa sih, sebenernya?

"Tunggu disini! Gue pesenin minum dulu," ujar Raya berhenti di meja yang dipilih Zika dan kembali menuju kasir untuk memesan.

Zika duduk di kursi dan menopang kepalanya.

"Gila, gila. Bisa-bisanya gue ketemu orang kek gitu, parah."

"Oke, udah."

Gadis itu sedikit terkejut saat Raya tiba-tiba menepuk pundaknya. 

"Oke, kenalin nama gue Raya," ujar cowok itu duduk di depan Zika.

"Anda udah bilang gitu lebih dari lima kali," jawab Zika.

"Eh, masa sih? Oh ya. Panggil gue-lo aja. Lagian kita keknya nggak beda jauh umurnya."

"Oke. Terus, lo kenapa ngajakin gue kesini?" ujar Zika to the point.

Raya mengulas senyum. "Oh, itu. Lo kan mau kerja di tempatnya Rayen. Jadi, gue bakal jelasin garis besar apa yang gue mau lo lakuin."

"Tunggu bentar! Gimana gue bisa, bikin orang maksud gue adek lo. Yang bahkan nggak kenal sama gue, gue juga nggak kenal sama dia, suka sama gue? Dinalar pun jelas bakal susah, bahkan nggak mungkin, lah."

"Nggak ada yang nggak mungkin, hei."

"Ada."

Raya mengangkat kedua alisnya dan menyatukannya disaat yang bersamaan.

"Gue bayar biaya ganti rugi mobil lo," lanjut Zika.

Raya dibuat terkekeh mendengar ucapan gadis itu.

"Oke, bakal gue jelasin garis besarnya," ucap Raya menyandarkan punggungnya. "Sesuai yang gue bilang, kalo lo bisa bikin  adek gue suka, anggep aja lo udah bayar biaya ganti rugi mobil gue. Lo juga bakal dapet untung karena dapet gaji. Ah, nggak. Lo nggak harus bikin Rayen suka sama lo. Lo cuma perlu deketin dia dengan hal wajar sesuai pekerjaan lo. Intinya, lo cuma harus kerja disana."

Zika mengerutkan kening. "Emang kenapa sih segitunya? Kenapa gue harus bikin si Rayen itu suka sama gue?"

Cowok di depannya itu tersenyum. Ia meletakkan tangannya di atas meja dan menatap gadis itu. "Lo bahkan nggak kedip pas gue tatap gini."

"Lo nyuruh gue kedip?" Zika mengedipkan kedua matanya.

"Lo kenapa bilang kalo senyum Rayen lebih bagus dari gue?"

"Hm? Ya, soalnya gimana ya. Manis aja? Manisnya itu kadar gue."

Raya meletakkan ponselnya di meja dan menunjuk foto Rayen disana. "Ini dia pas kelas dua belas."

Zika mengikuti arah jari cowok itu menunjuk.

"Harusnya, dia senyum gini. Tapi, sekarang dia nggak pernah nunjukin senyum gini lagi."

"Kenapa? Humornya jelek?"

Raya dibuat terkekeh lagi. "Bukan. Sebenernya, dia senyum. Wajahnya senyum. Tapi, cuma sudut bibirnya yang keangkat. Dia senyum bukan karena hal yang bahagia atau nyenengin, tapi karena harus senyum."

"Maksudnya?"

"Rayen dulu punya pacar. Namanya Alya. Sebenernya bukan pacar beneran, sih. Dulu, temen Rayen nyuruh dia buat pacaran sama Alya kalau dia nggak mau cewek yang disukai Rayen pacaran sama temennya itu."

Nine A.MTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang