Rayen berkeringat dingin di kursinya duduk. Sepasang mata di meja lain terus menatapnya sedari tadi.
"Z-zik, lo ngapain liatin gue gitu?" tanya Rayen akhirnya menoleh ke arah gadis itu.
Zika diam saja dan terus menatap cowok itu. Sejak saat ia masuk kantor, gadis itu terus menatap Rayen. Dari siang, sampai malam hari begini. Kalau Rayen tidak menyuruhnya mengerjakan sesuatu, maka gadis itu terus menatapnya.
"Lo mau tanya sesuatu?"
Diam, tidak ada jawaban.
"Soal sarapan? Gue udah makan roti tadi," ujar Rayen yang risih ditatap terus seperti itu.
"Gue mau tanya, deh." Zika bangkit dari kursinya dan berjalan medekat ke arah Rayen.
"A-apa?" tanya Rayen yang sedikit kaku karena gadis itu menyatakan perasaannya padanya kemarin dan ia tidak memberinya jawaban. Sebenarnya, Rayen bisa menjawab pernyataan gadis itu kemarin dengan mudah. Jawabannya tentu saja tidak. Tapi, Zika terlebih dahulu menyelanya.
"Pak, sekarang lo punya pacar?"
Rayen menggeleng sambil tersenyum kecil.
"Lo dulu ada mantan? Apa sekarang lo masih belum bisa move on?" tanya gadis itu terang-terangan.
Rayen menatap gadis yang berdiri di depannya itu diam.
Ah, jadi dia disuruh Raya. Dari awal emang agak aneh Raya tiba-tiba dateng terus bawa cewek buat jadi asisten gue. Ternyata.
"Iya," jawab Rayen singkat sambil tersenyum.
"Oh?" Zika menempelkan telapak tangannya di bibirnya. "Nggak gue sangka bakal dijawab langsung."
"Itu bener. Kenapa harus disembunyiin? Jadi, Zika. Mending kamu tarik ucapan kamu kemarin! Saya harap kamu tau kalau kamu tidak bisa ada di tempat itu," ujar Rayen tiba-tiba berbaca formal.
"Nggak mau."
Rayen menoleh ke arah gadis itu dengan kening berkerut tapi tetap mengulas senyum. "Apa?"
"Gue kan udah bilang kalau gue jatuh cinta sama lo."
Kali ini, Rayen menatap gadis itu tak menunjukkan ekspresi apapun.
Apa-apaan? Dia bilang gitu dengan gampangnya. Padahal, dia cuma bilang gitu gara-gara disuruh Raya. Ntah napa, cewek kayak gitu...menjijikkan.
Entah kenapa, isi pikiran Rayen sekarang melayang ke seorang gadis yang dulu pernah membuatnya mengejarnya sampai tidak menyadari kalau gadis yang sebenarnya ia cari selalu ada di dekatnya.
Tangan cowok itu mengepal mengingatnya, tapi ujung bibir cowok itu terangkat membentuk lengkungan senyum. "Gue mau keluar buat nyari udara dulu."
"Eh? Tiba-tiba?" tanya Zika.
Rayen hanya mengangguk sebagai jawaban lalu berdiri dan berjalan keluar.
"Pak Rayen," sapa salah seorang pegawai yang Rayen lewati.
Cowok itu tersenyum untuk balasan.
"Pak."
Lagi-lagi, ia tersenyum sebagai balasan. Toh, ia sudah terbiasa memasang senyum walau sebenarnya ia tidak ingin tersenyum. Karena itu adalah permintaan gadisnya.
Sampainya di luar, Rayen menarik nafas dalam-dalam dan mengeluarkannya. Laki-laki itu berjalan kaki di sekitar sana untuk menenangkan pikirannya.
"Dia ngapain ngikutin?" gumam Rayen menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang. Zika langsung bersembunyi di balik pohon.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nine A.M
Teen Fiction(tamat) "Lo nyuruh gue buat tetep senyum apapun yang terjadi. Masalahnya, apa gue pantes buat tetep senyum abis lo pergi? Dunia seolah berubah menjadi kelabu. Gue senyum,tanpa alasan dan sebab yang jelas. Sebelum, pagi itu gue tabrakan sama seseoran...