Bab 25

5 1 0
                                    

Reza menahan kayu yang hendak memukul Rayen itu.

"Lo...bukannya lo sepupu Alya? Kenapa lo malah ngelindungin dia hah? Dia yang bikin Alya nggak ada," bentak Dipta pada Reza.

Rayen menegakkan kembali tubuhnya dan melangkah pergi dari sana.

"RAYEN, KEMAN..."

Bukh

"Yang selama ini bikin sepupu gue sedih itu lo," ujar Reza tajam. Ia memukul Dipta sekali lagi hingga membuat laki-laki itu jatuh ke belakang menabrak tembok.

Reza mendekati cowok itu. "Lo nggak inget pas kita pertama ketemu? Lo nginjek tangan Alya, kan?"

Ia menginjak tangan kanan Dipta dengan kakinya yang beralaskan sepatu.

"Gue emang nggak suka sama Rayen dari awal. Tapi, yang bikin gue nggak suka dia adalah dia yang pacaran sama Alya cuma gara-gara taruhan yang lo buat," lanjut Reza menginjaknya makin kencang hingga membuat Dipta meringis.

"Dan yang buat dia ngelakuin itu adalah lo. Jadi, rasa suka gue ke lo lebih besar dari Rayen, sialan."

Satu bogeman mentah mendarat ke wajah cowok itu. Reza mengambil sesuatu dari sakunya dan mengeluarkan sebuah kertas dari sana lalu melemparkannya pada Dipta.

"Baca itu di penjara nanti," ujarnya lalu mengangkat kaki dari tempat itu. Raya sempat menoleh pada Dipta dan mengikuti Reza pergi.

Dipta mengambil kertas yang jatuh di depannya itu.

Dipta, maaf gue nulis ini diwakilin sama Hanif. Gue nggak punya banyak waktu. Gue, mau bilang terimakasih lo udah suka sama gue dan nyatain perasaan ke gue. Maaf saat itu gue nggak bisa nerima perasaan lo dan bikin lo marah sama kecewa ke gue. Mungkin, kalau nanti kita bisa ketemu lagi, mungkin aja gue bakal suka sama lo. Karena gue tahu lo itu baik, perhatian juga sama gue. Tapi maaf pas itu, gue udah terlanjut jatuh cinta sama Rayen. Tolong maafin gue, ya.

Dipta meremas kertas itu dalam diam dan menundukkan kepalanya.

"Itu gue yang nulisin. Cuma gue yang tahu apa isi di dalemnya. Tepat beberapa menit sebelum Alya nggak ada, dia mau gue nulisin itu buat lo. Gue kecewa sama lo dulu, Dip. Tapi, di sisi lain lo itu juga sahabat gue. Gue paham kenapa lo marah sama Rayen. Tapi cara lo salah. Renungin apa pesan Alya buat lo disitu," ujar Hanif lalu pergi meninggalkan Dipta sendirian disitu.

Bahu laki-laki itu bergetar sambil meremas kertas yang dipegangnya erat-erat. Dan tak berselang lama, beberapa polisi memasuki ruangan itu.

Di tempat lain, Rayen melajukan mobil Reza menuju stasiun. Ia sempat berpapasan dengan Fama tadi saat turun dari gedung. Ia juga mengucapkan terimakasih karena telah membantu membereskan anak buah Dipta.

"Zika, tolong jangan pergi dulu!" gumamnya menambah kecepatan.

Sampai di stasiun, Rayen langsung berlari keluar dari mobil dan menyusuri stasiun itu.

"Tolong jangan pergi dulu!" gumamnya sambil tetap berlari mengamati orang yang berlalu-lalang.

Ia mengeluarkan ponsel untuk mengecek apakah Zika sudah bisa dihubungi. Tapi, tetap tidak bisa.

"Aduh! Maaf ya, dek. Nggak sengaja."

Rayen menghentikan langkahnya mendengar suara yang kini familiar baginya. Ia menoleh ke samping dan mendapati Zika yang berjongkok di depan anak kecil sambil mengulurkan sebuah permen.

"Zika," panggilnya masih dengan nafas terengah.

"Hm?" Zika menoleh ke asal suara. "Heh? Lo? Kenapa bisa disini? Eh, tunggu. Wajah lo kenapa? Kok lebam git..."

Rayen menghampiri gadis itu dan membawanya ke pelukannya.

"Lo mau kemana? Kenapa nggak ngomong sama gue dulu? Bisa-bisanya lo malah cerita ke hanip dulu," ucap Rayen memeluk gadis itu.

"H-heh? Lo k-kenapa, sih?" gugup Zika yang tiba-tiba dipeluk Rayen.

"Lo kemarin juga pergi gitu aja. Lo pikir cowok itu serba tahu apa yang dipikirin cewek apa?"

"Apa? Bentar, ya!" Zika melepas pelukan mereka dan menatap Rayen. "Lo pikir gue nggak marah apa? Gue kemarin kan udah bilang, jangan turunin bandonya. Kenapa lo turunin? Lo nggak dengerin gue, kan? Lo nganggep gue bercanda, kan? Mesti gitu. Gue juga bisa capek, tau. Gue juga bisa marah. Gue udah berusaha buat lo suka sama gue. Tapi, respon lo malah kek nganggep gue bercanda. Kalo lu emang segitunya nggak mau sama gue, yaudah. Gue m..."

"Siapa bilang? Gue suka sama lo," potong Rayen.

"Tuh. Lo berkali-kali nol...hah?" Zika menutup mulutnya dan menatap Rayen kaget. Ia tidak salah dengar barusan?

"Hah apa?"

"Gue nyerah. Gue suka sama lo," ulang Rayen.

"Nggak bercanda, kan? Lo nggak disuruh kakak lo?" cemas Zika.

"Nggak. Gue serius."

Senyum Zika langsung mengembang lebar. "Serius? Lo sukanya ke gue, kan? Bukan gegara lo nganggep gue Alya, kan?"

Rayen tersenyum dan mengangguk. "Gue sukanya ke lo, Azika."

"AAAAA," jerit gadis itu lalu memeluk Rayen. "Akhirnya."

Rayen membalas pelukan gadis itu erat.

"Segitu senengnya?" tanya Rayen.

"Iya, lah. Gue udah usaha tau. Terus hari ini akhirnya lo bilang suka ke gue," jawab Zika ceria.

"Terus, sekarang gue tanya. Kenapa lo nggak bilang kalo mau ikut papa lo pergi?" tanya Rayen melepas pelukan.

"Apa maksudnya?"

"Lo kan mau ikut papa lo hari ini. Semalem gue telepon nggak bisa."

"Hah?" bingung Zika. "Enggak, tuh. Gue dari semalem ikut temen-temen nyari buku langka. Terus ponsel gue ketinggalan. Terus, ini baru sampe disini."

"Apa? Tapi kata Han..."

"Hm?" Zika nyengir. "Dibohongi lagi, ya?"

"Diem!"

Zika menertawakan cowok itu. "Ya, untung sih kak Hanif boong. Jadi, lo mau ngaku hehe."

Gadis itu menggenggam tangan Rayen. "Kalo gitu, ayo pulang. Udah malem."

Rayen membalas gandengan tangan itu dan mengangguk. Mereka berdua berjalan beriringan meninggalkan tempat itu.

"Tapi, kenapa wajah lo lebam semua gitu?" tanya Zika.

"Berantem sama cowok."

"Hmm. Terus, belum mandi ya?"

"Heh, ngawur."

"Ahaha, mukanya kelihatan banget kalo boong."

"Sok tahu," cibir Rayen.

"Rayen," panggil Zika.

"Hm?" jawab Rayen menoleh.

Gadis itu tersenyum manis. "Gue suka lo."

Rayen ikut tersenyum mendengar kalimat itu. "Iya, gue juga."

Tik Tik Tik

Jam tangan yang melingkar di tangan Zika kini menunjukkan pukul 9 malam tepat. Jika saat ini adalah dulu, maka saat ini Alya yang jatuh cinta pada pandangan pertamanya. Tapi, sekarang kisah ini berubah menjadi pertemuan pada pukul sembilan pagi itu, yang akhirnya saling tersampaikan pada pukul sembilan saat ini.

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Part 25


Nine A.MTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang