Saat ini, Rayen tengah melangkah masuk ke kantor. Cowok itu akhirnya masuk kerja kembali setelah tidak masuk kemarin.
"Pak, pagi," sapa salah satu pegawainya.
Rayen menoleh dan tersenyum.
"Loh, pak. Bapak lagi sakit?" tanya pegawai itu melihat wajah Rayen.
Rayen mengusap wajahnya dan tersenyum. "Nggak, kok."
"Tapi wajahnya kok pucat gitu?"
"Cuma kecapekan."
Pegawai itu benar. Wajah Rayen memang terlihat pucat.
"Kal..."
"Woy, Rayen," panggil seseorang dari samping.
Rayen dan pegawai laki-laki itu menoleh.
"Oh, lo," ujar Rayen saat melihat Hanif.
Hanif menghampiri kedua orang itu.
"Kalau begitu, saya permisi pak," ujar pegawai tadi pada Rayen.
Rayen mengangguk. Setelah pegawai itu pergi, Rayen kembali berjalan.
"Ayo!" ujar Rayen.
Hanif ikut mengikuti langkah Rayen.
"Enak amat hidup gue masuk keluar kantor orang," ujar Hanif.
Rayen hanya merespon dengan senyum kecil saja.
Hanif menengok ke arah cowok itu. "Lo kenapa?"
"Apanya?" jawab Rayen mendorong gagang pintu ruangannya.
"Wajah lo pucet," ujar Hanif masuk.
"Ah, cuma kurang tidur aja."
Hanif duduk di sofa ruangan itu bersamaan dengan Rayen yang duduk di kursi meja kerjanya.
"Gara-gara Reza, kan?" tanya Hanif.
Rayen hanya mendengus dan tertawa kecil. "Nggak."
Hanif menghela nafas dan menyadarkan punggungnya. "Tuh orang nggak perlu lo dengerin! Reza emang gitu, kan? Tunggu aja sampai marahnya ke lo reda! Dia bilang gitu cuma gara-gara dia belum bisa ngerelain Alya pergi."
"Gue nggak nyalahin dia," ujar Rayen yang tengah mencari beberapa berkas di mejanya.
"Heh, btw asisten lo mana? Masa baru beberapa hari udah lo pecat, njir?"
Rayen menoleh. "Lo tau darimana gue ada asisten? Gue nggak pernah cerita, tuh."
Hanif langsung dibuat terbata. "Y-ya gue p-pas kesini..."
"Lo kan baru dateng ke kantor gue hari ini."
Glek
Dengan susah payah cowok itu menelan ludah.
"Lo kenal sama Zika, kan?"
"Y-ya, itu...dia temen Hana doang."
"Itu doang? BUkan gara-gara lo mau gue..."
"Iya, iya," ucap Hanif mengaku. "Kampret lo."
Rayen menyengir kecil. "Gue mau ada rapat sama klien baru. Lo tunggu disini aja!"
"Iya. Oh ya. Lo bilang ke satpam lo buat nganterin si Hana kesini dong nanti! Gue nyuruh dia anter laptop gue."
"Udah kayak rumah sendiri ya, lo."
Hanif terkekeh.
"Iya. Gue omongin ntar."
"Eh, Ray. Gue ikut aja ke depan deh. Gue tungguin disana."
KAMU SEDANG MEMBACA
Nine A.M
Teen Fiction(tamat) "Lo nyuruh gue buat tetep senyum apapun yang terjadi. Masalahnya, apa gue pantes buat tetep senyum abis lo pergi? Dunia seolah berubah menjadi kelabu. Gue senyum,tanpa alasan dan sebab yang jelas. Sebelum, pagi itu gue tabrakan sama seseoran...