Setelah Zika pergi dari rumah Fama, ia dan Hanif pun menuju rumah Rayen. Di mobil, selama perjalanan menuju rumah cowok itu, Hanif terus bertanya banyak hal tentang percakapannya dengan Fama tadi. Dan sekitar setengah jam kemudian, sampailah mereka di rumah Rayen. Hanif menghentikan mobilnya dan langsung turun dari mobil bersama Zika.
"Oh? Abis darimana aja kalian?" tanya Raya yang tampak membawa satu handuk dan satu mangkok di tangannya.
"Ada, deh," jawab Hanif. "Lo ngapain bawa handuk sama mangkok kayak orang sinting gitu?"
"Rayen tadi abis makan sama mandi. Gue suruh tidur, makanya gue yang naruh," jawab Raya meletakkan mangkok di tempat cuci piring.
"Oh, iya." Raya menoleh ke arah Zika. "Zik, baju lo basah gitu."
"Heh?" Zika menoleh ke bawah, tepat ke pakaian yang dikenakannya.
"Bentar tunggu disini! Gue cariin bajunya Rayen."
"Eh, ng..."
Percuma. Raya sudah lebih dulu melangkah masuk ke dalam kamar Rayen.
"Dia itu kakak yang baik ya? Walau kadang nyebelinnya minta tonjok," ucap Hanif duduk di sofa. Ia menoleh pada Zika. "Ngapain lo nggak duduk?"
"Hei, baju gue basah gini. Yang ada bakal basahin tuh sofa."
"Nah, nah. Ketemu," ucap Raya berjalan ke arah Zika. Ia menyodorkan sebuah sweater berwarna hitam pada gadis itu.
"Nggak perlu. Gue abis ini pul..."
"Pulang? Nggak boleh tau. Lo disini jagain Rayen! Gue kan ada urusan di kantornya papa."
Hanif nyengir di tempatnya duduk. Ini nih nyebelinnya, suka seenaknya bener nih cowok.
"Hanif juga bakal ada rapat buat besok. Jadi dia nggak bisa nemenin Rayen." Raya menoleh ke arah Hanif. "Ya kan?"
Hanif menatap cowok yang tengah melihatnya dengan mata sengaja dilebarkan, tanda menyuruhnya untuk menjawab iya.
"Ah, iya. Gue juga harus pulang," jawab Hanif.
"Tuh," ucap Raya kembali menoleh ke Zika.
Gadis itu menggaruk belakang kepalanya.
"Tenang aja! Rayen nggak pernah an..."
"Bukan itunya," sela Zika cepat. "Cuma..."
"Kalau gitu setuju kan? Gue minta tolong jagain oke? Nif, ayo anterin gue balik!" ujar Raya menarik Hanif agar cepat-cepat pergi.
"Lah? Mobil lo?"
"Bensinnya abis," jawab Raya ngasal. "Bye, Zika. Minta tolong ya! Oh, lo bisa ganti di toilet yang ada di dekat dapur. Udah gue taruh handuk di sofa."
"H-heh, bentar kampret!" ucap Hanif yang terus ditarik oleh Raya.
Zika menatap kedua orang yang pergi itu dengan diam, tercengang. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri melihat ruangan itu.
"Jadi, gue bener bakal nginep disini?"
Pandangannya terjatuh pada sebuah handuk berwarna kuning yang terlipat rapi di sofa.
Hm, mending ganti dulu aja deh.
Ia pun mengambil handuk itu dan berjalan menuju toilet untuk berganti pakaian. Tak butuh waktu lama, gadis itu keluar.
Haha, nggak nyaman banget gue pake baju sama celana cowok gini. Mana daleman gue ikut basah.
"Oh, iya. Mama," sadarnya merogoh saku dan mengeluarkan ponsel dari sana. Gadis itu mengetik sebuah pesan disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nine A.M
Teen Fiction(tamat) "Lo nyuruh gue buat tetep senyum apapun yang terjadi. Masalahnya, apa gue pantes buat tetep senyum abis lo pergi? Dunia seolah berubah menjadi kelabu. Gue senyum,tanpa alasan dan sebab yang jelas. Sebelum, pagi itu gue tabrakan sama seseoran...