"Zika, kamu siapin berkas buat rapat sebentar lagi!" ucap Rayen yang tengah mengetik sesuatu di laptop kerjanya.
"Iya pak," jawab Zika berdiri dan menyiapkan setumpuk kertas di depannya.
Nggak gue sangka sih, sampe bisa kerja di ruangan gini. Ada AC, gue juga tinggal duduk terus ngelakuin tugas yang disuruh. Mama tadi pagi juga keknya seneng, diliat dari ekspresinya.
Mereka berdua ada di dalam satu ruangan yang sama saat ini, berhubung mulai hari ini Zika adalah asisten Rayen.
"Sudah, pak," ujar Zika menghampiri Rayen dan memberikan sebuah berkas.
Rayen menerima itu dan mengangguk sambil tersenyum.
Zika berbalik badan dan tersenyum melihat senyum Rayen barusan.
"Oh, iya."
Gadis itu kembali menoleh. "Iya, pak?"
"Ini kartu pengenal kamu. Kamu belum dikasih Raya, kan?" ujar Rayen menyodorkan sebuah kartu.
"Belum." Zika mendekat. "Makasih."
"Iya. Ayo ke ruang rapat sekarang! Rapatnya udah mau mulai." Rayen berdiri dari duduknya.
"Eh, saya juga ikut rapat?" tanya Zika.
"Iya. Kamu kan asisten saya. Jadi, nanti cukup berdiri di samping saya selama rapat."
Zika mengangguk tanda paham.
Mereka berdua pun berjalan keluar ruangan menuju ruang rapat.
Kok gue gugup ya? Kalo rapat, berarti orangnya banyak, dong. Kalo gue bikin salah ntar gimana?
Rayen melirik Zika yang tampak menggigit bibir bawahnya itu.
"Gugup?" tanyanya.
Zika menoleh. "Udah tau pake na...nggak. Maksud saya nggak, pak."
"Tenang aja!" Rayen tersenyum menenangkan gadis itu.
"O-oke."
Rayen membuka pintu ruangan itu. Sedangkan Zika, gadis itu mencoba menetralkan jantungnya berdegup cepat di sana.
Ia menarik nafas dan mengikuti Rayen masuk ke dalam ruangan. Beberapa orang yang ada disana menyapa Rayen sopan. Rayen juga membalas sapaan mereka dengan tersenyum. Laki-laki itu duduk di salah satu kursi, sedangkan Zika berdiri di samping Rayen. Rapat pun langsung dimulai.
***
"Ah, leganya," ujar Zika memasuki ruangan tempatnya bekerja bersama Rayen."Kenapa?" tanya Rayen yang lebih dulu masuk.
"Ya kan lo tau, gue itu masih anak kuliah. Kerja di perusahaan gini, terus ikut rapat di hari pertama, gila apa nggak gugup? Gugup lah gue, woy. Lo sendiri kalo ik..."
Zika menghentikan ucapannya. "Maaf, saya lupa pakai bahasa formal."
"Kalo berdua nggak papa, deh. Emang susah pake bahasa formal kalau nggak kebiasa," ujar Rayen duduk di kursinya kembali.
"Beneran?" tanya Zika.
"Kenapa? Nggak ma..."
"Mau. Mau, lah."
Deg
Ah, lagi-lagi. Kenapa gue keinget lagi?
"Oh, ya. Lo udah sarapan?" tanya Zika.
Rayen menoleh. "Gue nggak pernah sarapan."
"Hah? Serius? Bentar!"
"Eh? Kem..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Nine A.M
Teen Fiction(tamat) "Lo nyuruh gue buat tetep senyum apapun yang terjadi. Masalahnya, apa gue pantes buat tetep senyum abis lo pergi? Dunia seolah berubah menjadi kelabu. Gue senyum,tanpa alasan dan sebab yang jelas. Sebelum, pagi itu gue tabrakan sama seseoran...