"Eh, bentar! Berenti disini aja!"
Raya yang saat itu mengemudikan mobil langsung mengerem mobilnya mendadak.
"Kenapa turun disini?" tanya Raya.
Zika melepas sabuk pengamannya dan menoleh. "Gue kan harus izin keluar dari kerjaan lama gue."
"Oh iya, ya. Pinter juga lo," cengir Raya. Laki-laki itu memiringkan tubuhnya, mengambil sesuatu dari kursi belakang.
"Nih. Lo kerja di kantor butuh jas, kan? Jadi, nih," ucapnya menyodorkan sebuah tas pada Zika.
Zika mengambil tas itu. "Segitunya lo butuhin gue, ya? Sampe-sampe nyiapin apa yang gue perluin."
Raya terkekeh. "Iya, lah."
Gadis itu menatap datar wajah Raya dan keluar dari mobil. "Gue duluan. Makasih ini."
Raya mengangguk sambil tersenyum. Ia melihat punggung Zika yang masuk ke dalam cafe. Cowok itu mengambil ponselnya dan melihat sebuah foto disana. Lengkungan senyum tercetak sempurna di wajah laki-laki itu.
"Alya, tau nggak? Sikap nih cewek persis sama lo."
Matanya ganti melirik sebuah kertas berwarna pink yang ada di sakunya.
"Firasat gue bilang kali ini bakal berhasil."
Sedangkan di cafe, Zika berjalan menuju Gabi yang untungnya masih disana. Suasana cafe tidak terlalu ramai saat itu.
Gimana gue bilangnya coba?
"Lah, Zik? Lo kesini? Ada yang ketinggalan? Ini kan bukan jam kerja lo," tanya Gabi.
Zika mendongakkan kepalanya. "O-oh, iya kak."
Gabi menghampiri gadis itu. "Terus?"
Zaki meremas tas yang menggantung di tubuhnya. "Itu, ada yang mau gue omongin."
"Oh? Yaudah ayo ke ruang pegawai aja!" ajak Gabi.
Zika mengangguk dan mengikuti langkah gadis itu.
"Hm? Apa yang mau lo omongin?" tanya Gabi saat sudah sampai di ruang pegawai.
"Itu kak. Gue nggak bisa kerja disini lagi."
"Heh?"
"B-bukan gara-gara apa-apa. Itu gue ditawari kerja di sebuah kantor. Kayaknya gue juga nggak bisa bagi waktu kalau udah kerja disana buat kesini, kak. Makany..."
"Ahaha. Iya, iya. Lo nggak perlu sekaku itu sama gue kali! Gue ikut seneng juga kalo lo ditawari kerja di tempat baru."
Zika menghela nafas lega. "Kirain lo bakal marah, kak."
"Nggak, lah. Emang kerja di kantor mana?"
"Deket sini, kok. Ntar kalo ada waktu gue bakal mampir kesini buat bantu-bantu, deh. Lagian gue juga nggak enak udah kerja disini hampir empat tahun tapi tiba-tiba berenti gitu aja," ujar Zika.
"Iya, deh. Terserah lo aja. Betah-betah lo disana nanti!"
Zika mengangguk. "Btw, kak Gabin mana? Wajahnya ilang."
"Oh, Gabin lagi ada kelas. Jadi, dia jam malem ntar. Kenapa? Mau nungguin? Ntar dia pasti nyariin lo ilang kemana."
"Hm, nggak deh kak. Gue mau langsung pulang aja. Ntar deh kapan-kapan gue mampir buat ketemu sama dia."
"Oke, lah."
"Kalo gitu gue cabut dulu ya, kak. Maap loh sebelumnya ngundurin diri tiba-tiba."
Gabi mengibaskan tangannya di udara. "Nggak papa, elah. Santai aja!"
"Gue balik, ya. Titip salam sama kak Gabin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Nine A.M
Teen Fiction(tamat) "Lo nyuruh gue buat tetep senyum apapun yang terjadi. Masalahnya, apa gue pantes buat tetep senyum abis lo pergi? Dunia seolah berubah menjadi kelabu. Gue senyum,tanpa alasan dan sebab yang jelas. Sebelum, pagi itu gue tabrakan sama seseoran...