"Heh? Lo?" tunjuk Zika pada Rayen yang berdiri di depan pintu masih dengan mengenakan setelan jas kerja dan sebuah plastik di tangannya.
"Lo sakit?" tanya Rayen melangkahkan kaki, sehingga Zika harus menyingkir untuk memberi cowok itu jalan.
"Bentar, bentar! Lo tahu darimana gue lagi sakit? Terus lo juga tau darimana gue disini?" tanya Zika menutup pintu dan mengikuti cowok itu.
Rayen mengangkat kunci ditangannya, menunjukkan pada Zika.
"L-lo ketemu sama Sesil?" tanya Zika tak percaya.
Cowok itu mengangguk. "Gue tadi nyari lo ke cafe tempat lo kerja."
"Hm? Lo nyariin gue?" tanya Zika tersenyum kecil, mengejek Rayen.
"Gue cuma khawatir karena lo nggak ngasih gue kabar udah sampe rumah belum," jawab Rayen menjitak kening Zika.
"Hmm."
Rayen mengerutkan kening melihat wajah Zika. "Lo...abis nangis?"
"H-HAH?" Zika mengangkat kepalanya menatap cowok itu. "Sok tau lo."
"Ya coba aja lo liat wajah lo sekarang, deh! Mata bengkak gitu, id..."
"IYA, IYA. GUE CUCI WAJAH INI," sebal Zika lalu berjalan menuju kamar mandi.
Rayen mendengus melihat tingkah gadis itu. Ia berjalan menuju sebuah meja yang ada disana dan mengeluarkan beberapa makanan yang ia beli tadi dijalan.
"Em, bawa apa lo?" tanya Zika dengan wajah yang masih basah.
"Lo makan! Gue beliin tadi dijalan," jawab Rayen.
"Gue lagi nggak m..."
"Yaudah. Emang nggak ada gunanya gue kesini."
"Eh? Iya, iya. Gue makan."
Rayen menyengir dan duduk di kursi yang ada disitu. Zika dengan cemberut juga ikut duduk lalu membuka satu persatu makanan yang dibawakan Rayen.
"Lo bawanya banyak amat, dah. Lo pikir gue babi? Sampe ngasih banyak gini."
"Kan lo lagi sakit."
Zika melirik cowok itu. "Makanya, karena gue sakit, gue jadi nggak mood banyak." Ia mengambil sendok dan menyuapkan satu sendok nasi kedalam mulutnya. Matanya membulat saat tangan Rayen tiba-tiba saja menyentuh dahinya.
"Lo masih panas gitu," kata Rayen menurunkan tangannya.
Zika mematung beberapa detik dan menoleh pada Rayen. "Lo mulai suka gue, ya?"
Rayen mengerutkan kening mendengarnya. "Ngomong apa, sih? Ngawur. Asal lo tahu, ya. Gue ini agak nggak tertarik sama cewek yang umurnya beda sama gue. Btw, lo kenapa sampe disini? Orang dirumah nggak khawatir sama lo? Jangan bilang lo disini, tapi orang dirumah lo nggak tahu?"
Zika mengangguk pelan.
"Nah, itu. Pacaran sama anak dibawah gue cuma kek ngerawat boc..." Rayen kaget saat melihat air mata Zika turun ke pipi.
"K-kenapa lo ngomong gitu, sih?" tangis gadis itu pecah kembali. "Emang gue segitu nyusahin? Emang gue nggak boleh suka sama lo? Gue juga punya alasan sendiri buat ngelakuin sesuatu. Lo kenapa seenaknya, sih?"
Cowok itu dibuat panik saat melihat Zika yang menangis kencang itu.
"I-iya. Gue minta maaf. Udah ja..."
Zika bangkit dari kursinya masih dengan menangis. "Maaf aja kalo gue nyusahin lo. Maaf aja kalo gue ngebebanin. Makasih makanannya. Gue bakal pulang sekarang." Ia hendak melewati Rayen, tapi tangannya ditahan oleh laki-laki itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nine A.M
Teen Fiction(tamat) "Lo nyuruh gue buat tetep senyum apapun yang terjadi. Masalahnya, apa gue pantes buat tetep senyum abis lo pergi? Dunia seolah berubah menjadi kelabu. Gue senyum,tanpa alasan dan sebab yang jelas. Sebelum, pagi itu gue tabrakan sama seseoran...