Bab 17

3 1 0
                                    

"Kak, lo tunggu sini aja! Gue masuk sendiri," ucap Zika turun dari mobil saat ia dan hanif sudah sampai di depan sebuah rumah. Entah kenapa, hujan juga tak kunjung reda seiring dengan malam yang semakin larut.

"Heh? Gue temenin aja!" ujar Hanif membuka pintu.

"Nggak perlu. Gue butuh ngomong sama dia sebagai orang yang ada di masa sekarang. Bukan di masa lalu."

Setelah itu, gadis itu pun memasuki pelataran rumah tersebut.

Hanif menggaruk kepalanya yang tak gatal dan kembali duduk di dalam mobil. Cowok itu melirik buku diary yang tadi diambil Zika terlebih dahulu sebelum datang kesini. Tangan Hanif mengambil benda itu dan membukanya. 

Apa udah waktunya gue kasih surat ini ke dia, ya?

Di dalam, Zika mengetuk pintu rumah tersebut.

Tok Tok Tok

"Siap..."

Ucapan gadis yang membuka pintu itu terhenti saat melihat wajah Zika. 

"Apa nama lo Fama?" tanya Zika.

Fama mendengus dan tersenyum miring. "Lo? Iya. Kenapa? Tolong kalau lo mau ngomong sama gue..."

Gadis itu mendorong Zika sampai tubuhnya terhuyung ke belakang dan keluar dari lantai rumah Fama.

"Jangan naik ke lantai gue! Lo nggak lihat tubuh lo basah gitu? Lantai gue jadi becek, kan?" ucap Fama sedikit mendekat dan berdiri sambil melipat tangannya di depan dada. "Oh, kayaknya gue pernah lihat wajah lo. Lo itu, cewek yang sama Rayen kemarin kan? Ah, jadi nggak suci lantai g..."

Plak

Zika menatap datar gadis yang ditamparnya itu dan menarik tangan Fama kasar agar juga ikut turun ke halaman dan membiarkan tubuh gadis itu terguyur hujan.

"LO?!" ucap Fama menatap nyalang Zika. Gadis itu mengangkat tangan hendak membalas, tapi Zika menangkapnya dan mencengkeram tangan gadis itu.

"Apa? Lo marah sama gue yang nampar lo? Padahal lo tadi juga nampar Rayen."

"Haha, jadi bener lo punya hubungan sama Rayen," tawa Fama sinis. Ia tak mengindahkan bajunya yang mulai basah karena air hujan.

"Kalo iya? Urusan lo apa?" tanya Zika.

Fama mendengus. "Tuh cowok emang nggak punya malu. Berani-beraninya cari cewek abis sahabat gue nggak ada."

"Bukannya lo yang nggak tau malu? Kebanyakan iku campur sama hubungan orang. Gue jadi penasaran apa ini cewek yang Alya bilang temennya?"

Fama membelalakkan mata, antara terkejut dan marah. "Lo tau Al..."

"Nggak penting gue kenal sama dia darimana."

"Heh, bocah..." Fama menunjuk Zika. "Nggak usah iku campur! Lo tuh cuma orang asing. Kalau nggak tau apa-apa, mending diem aja!"

Zika melangkahkan satu kaki mendekat ke arah Fama. "Gue jadi penasaran. Apa lo bener-bener temennya Alya? Kalau lo emang temennya, lo nggak bakal bilang ke Rayen git..."

"LO TAU APA HAH? LO NGGAK TAU APA-APA," bentak Fama. "Lo nggak tau apa-apa soal gue sama Alya. Gara-gara Rayen, Alya pergi ninggalin gue."

"Apa Rayen yang bunuh Alya?"

"Iya. Secata nggak langsung dia yang bikin Alya pergi."

Zika mengerutkan kening.

"Gara-gara Rayen, Alya jadi nggak peduli sama gue." Gadis itu meneteskan air mata mengingat kejadian dulu.

Nine A.MTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang