Bab 22

2 1 0
                                    

Zika menarik nafas dalam-dalam dan mendorong gagang pintu rumahnya.

"Zika."

Gadis itu membelalakkan mata saat mamanya memeluk dirinya. 

"Mama minta maaf. Maaf mama nampar kamu kemarin. Maaf, nak," ucap mamanya sambil menangis.

Zika menggigit bibir bawahnya menahan tangis dan membalas pelukan wanita itu. "Zika minta maaf pergi nggak pamit. Maaf kemarin bentak-bentak juga."

Mamanya menggeleng dan mengelus kepala anak itu. "Maaf."

Zika melepas pelukan mereka dan menatap mamanya. Tangannya mengusap air mata yang keluar dari wanita itu. "Aku boleh minta nomer telepon papa kandung aku?"

Melihat wajah kaget dan juga bingung dari mamanya, Zika pun melanjutkan ucapannya. "Ada yang mau Zika tanyain sebelum ngambil keputusan."

***
Slurp

Zika menyeruput minuman yang dipegangnya dan menatap orang yang kini sedang duduk di hadapannya. 

"Jadi, apa yang papa ceritain kemarin beneran?" tanyanya.

Ia memutuskan untuk menghubungi papanya itu dan menemuinya pada keesokan harinya di sebuah restoran.

"Iya. Papa nggak bohong," jawab papanya. "Tolong maafin papa. Papa tahu, papa salah. Tolong, maafin papa bukan papa yang baik buat kamu. Yang ngasih kamu nama juga bukan orang tua kamu sendiri.  Papa bahkan nggak pernah gendong kamu pas kecil. Nggak pernah ngajarin kamu jalan. Nggak bisa ngajak kamu jalan-jalan. Tapi, papa bener-bener nggak pengin itu semua. Itu..."

"Zika udah mikirin ini semaleman. Aku emang belum bisa maafin papa. Masih susah buat aku mahamin semua. Aku tahu papa nggak mau semua itu. Tapi, aku ini tetep anak kalian. Zika masih nggak abis pikir aja."

"Maaf."

"Tapi...aku mau tinggal bareng papa, itu pun kalo papa bolehin. Zika mau ngenal papa kayak apa, sedikit-sedikit ngertiin juga." Zika meremas jari-jarinya.

"Boleh. Kenapa kamu nggak boleh tinggal sama papa? Kamu itu anak papa. Papa bakalan berusaha sebaik mungkin buat nebus apa yang nggak bisa papa lakuin dulu." Laki-laki itu merentangkan tangannya. "Boleh papa meluk kamu?"

Zika mengangguk pelan dan bergeser sedikit dari tempatnya duduk. Papanya tersenyum dan membawa putri kandungnya itu ke dalam pelukannya.

"Maafin papa, maaf."

Zika mengangkat tangannya ragu dan memeluk papanya. 

"Papa," panggil Zika.

"Iya?" jawab papanya melepas pelukan. "K-kamu nggak nyaman, ya? Ah, iyaya kan kamu udah dewasa."

"Bukan itu. Rumah papa dimana?"

"Ah, di ..."

"O-oh, gitu." Zika menundukkan kepalanya dan meremas celana yang dipakainya. 

Kalau gitu, gue sama Rayen...

***
Rayen sedang berkutik dengan laptop di atas meja di ruangan kerjanya. Dari pagi, ia sangat sibuk karena pekerjaan yang menumpuk saat ia sakit. Sampai sekarang saja, cowok itu belum makan siang. Raya tadi sempat mampir ke kantornya dengan setumpuk makanan dan ocehan berisiknya, yang akhirnya membuat Rayen mengusir paksa kakaknya itu.

"Haah. Masih banyak?" gumamnya mengusap muka.

Tok Tok

Rayen mengangkat kepalanya, melihat salah seorang pegawai yang masuk. 

"Pak, anda dicari s..."

"Rayen." Zika tiba-tiba menongol dari balik tubuh pegawai itu dengan cengiran di wajahnya. 

Nine A.MTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang