Rayen hendak melangkahkan satu kakinya agar jatuh ke dalam sungai, hingga telinganya menangkap sebuah suara.
"WOY, LO NGAPAIN?"
Cowok itu menoleh dengan air mata yang turun dari matanya. Ia melihat Zika berlari ke arahnya.
"Zik..."
Dan saat itu juga keseimbangannya goyah lalu tubuhnya terjatuh ke samping, tepat jatuh menuju sungai.
Ah, kenapa dia dateng?
Rayen bisa melihat Zika berhenti tepat di tempatnya berdiri tadi.
"DASAR BODOH!"
Cowok itu membelalakkan mata saat melihat Zika ikut naik ke atas pembatas juga. Sedetik setelah itu, suara jatuh ke dalam air terdengar.
Blup
Rasanya ia jatuh semakin dalam dan dalam dengan pandangan mata yang mulai kabur. Rayen merasa sesak saat air sungai mulai masuk ke hidungnya.
Apa gini rasa yang Alya alami dulu? Kalau gue mati, mereka...nggak akan...benci gue...kan?
Matanya mulai terpejam. Entah seberapa dalam sungai itu sampai-sampai tubunya terus jatuh ke bawah. Toh, ia juga tidak bisa berenang.
Sebuah tangan mencengkeram erat tangan kanannya. Rayen bisa merasakan itu. Tapi, ia sudah hampir kehabisan nafas. Laki-laki itu merasakan sesuatu menempel di bibirnya. Tangan itu menariknya berenang ke atas. Rayen tidak bisa melawan sedikit pun karena tubuhnya terasa lemas saat itu.
"Bwuah, hah," suara terengah seseorang saat berhasil sampai di pinggir sungai. Ia membawa Rayen agar duduk di pinggir sungai itu.
Rayen juga mengatur nafasnya yang terasa sangat berat.
"APA LO GILA?" tanya Zika menatap tajam cowok itu.
Zika mencengkeram kerah Rayen erat. "KENAPA LO NGELAKUIN ITU HAH? SEGITUNYA LO BOSEN HIDUP? KENAPA?!"
Rayen hanya diam tak menjawab. Mata laki-laki kembali terasa panas ingin menangis.
"Kenapa hah?" tanya Zika menangis sambil mencengkeram kerah laki-laki di depannya itu erat.
"Kenapa lo dateng? Gue kan udah..."
"APA? JAWAB GUE! KENAPA LO TADI BILANG GITU?"
"Gue...nggak pantes buat dicintai."
Hanif dan Reza melihat kedua orang itu dari kejauhan. Mereka sebenarnya sudah sampai di sana saat melihat Zika menarik Rayen dari dalam sungai. Namun, mereka memilih menunggu di dekat tempat kedua orang itu duduk.
"Gue nggak pantes dicintai," ulang Rayen.
Reza mengerutkan kening mendengar hal itu.
"KATA SIAPA?" bentak Zika. "Kalo lo nggak pantes dicintai, gue yang bakal cinta sama lo. Gue yang bakal sama lo. Kenapa lo malah milih buat bun..."
Gadis itu terisak. Rayen ikut menitikkan air matanya. Entah karena karena keputusan bodohnya atau ucapan gadis itu.
"Lo bisa nyamperin gue kalau lo butuh tempat cerita. Lo bisa nangis di depan gue kalau lo emang nggak bisa nahan. Gue bakal ada. Lo nggak perlu senyum gitu terus!" isak Zika. Ia kembali mencengkeram kerah Rayen erat. "Kalo lo berani ngelakuin itu lagi, hari itu juga gue bakal mati."
Rayen membulatkan mata mendengarnya.
"Gue udah bilang kalau gue suka lo, kan? Apa lo milih gini, karena gue? Karena gue ngebebanin lo? Apa gue bik... "
Rayen menarik tangan Zika dan memeluknya erat. "Maaf."
Tangis gadis itu semakin keras. Rayen memeluk gadis itu semakin erat dan membiarkan air matanya turun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nine A.M
Teen Fiction(tamat) "Lo nyuruh gue buat tetep senyum apapun yang terjadi. Masalahnya, apa gue pantes buat tetep senyum abis lo pergi? Dunia seolah berubah menjadi kelabu. Gue senyum,tanpa alasan dan sebab yang jelas. Sebelum, pagi itu gue tabrakan sama seseoran...