Labyrinth III

1.4K 309 77
                                    


Hakikatnya manusia adalah makhluk sosial, tidak akan ada yang bisa hidup dengan sendirinya tanpa ada bantuan orang lain. Seegois apapun seseorang yang menginginkan untuk hidup sendiri, mereka akan tetap membutuhkan orang lain untuk bertahan hidup. Itu berlaku bagi siapapun tanpa terkecuali.

Pagi hari di akhir pekan hujan turun dengan lumayan deras. Langit biru tertutup oleh awan hitam yang menandakan hujan akan berlangsung cukup lama. Changbin keluar dari rumahnya dengan pakaian santai, sebuah kaos berwarna hitam dan juga celana pendek dengan warna senada. Lelaki itu berjalan menuju mobilnya dan sudah seperti kebiasaan ia selalu menoleh ke arah rumah Felix untuk melihat keadaan rumah itu. Lampu di teras rumah itu terlihat masih menyala dan tidak terlihat ada kegiatan di dalamnya. Lelaki itu mengedikkan bahunya dan segera masuk ke mobil untuk pergi membeli sarapan.

Hujan yang mengguyur membuat sebagian orang memilih diam di rumah dan menghabiskan waktu bersama keluarga sehingga jalanan begitu lengang. Changbin mengendarai mobilnya dengan pelan hingga ia menepi ketika melihat kedai sup ayam langganannya sudah buka.

"Pak, pesan tiga ya. Dibungkus dan tolong yang satu diberi daging lebih banyak," ucap Changbin sembari menghampiri penjual yang sedang duduk sembari memperhatikan hujan.

"Tumben pesan banyak, sedang ada teman ya? Atau kekasih?" Tanya si penjual sembari sibuk menyiapkan pesanan Changbin.

"Ah bapak ada-ada saja. Hanya seorang teman pak," jawab Changbin dengan nada ramah.

Beberapa menit dua orang itu mengobrol santai dengan tangan si penjual yang sibuk meracik pesanan. Setelah pesanannya selesai dibuat, Changbin segera kembali ke mobilnya dan lelaki itu mengendarainya menuju apotek terdekat untuk membeli beberapa hal.

Hujan masih setia membasahi kota, Changbin yang kini baru saja kembali dari apotek mengecek ponselnya dimana ada beberapa notifikasi pesan dari seseorang. Lelaki itu membalas pesan secara singkat sebelum kemudian kembali mengendarai mobilnya untuk pulang.









Changbin memarkirkan mobil di halaman rumahnya dan lelaki itu segera mengambil payung untuk kemudian pergi ke rumah Felix yang tampak masih sepi seperti sebelumnya. Seperti biasa lelaki itu masuk tanpa permisi dan segera berjalan ke dapur untuk menuang sup yang sudah ia beli ke dalam mangkuk. Tak lupa ia juga mengambil minum namun keningnya mengkerut ketika melihat sebuah tabung kecil di dekat kulkas. Lelaki itu mengambilnya dan sesaat setelah ia membaca tulisan yang ada disana, ia segera berjalan cepat ke arah kamar Felix.

"Oh sial."

Changbin berlari menuju ranjang dan lelaki itu menahan tangan Felix yang kini sedang menjambak rambutnya sendiri. Pemuda manis itu menoleh, menyipitkan matanya, sebelum kemudian menyentuh wajah Changbin dengan senyum aneh di wajahnya.

"Ada monster yang menarik rambutku," ucap Felix yang kemudian terkekeh pelan membuat Changbin menghela nafasnya.

"Kau monsternya," gumam Changbin sembari membaringkan tubuh Felix dengan posisi yang lebih nyaman.

Changbin menyibak rambut Felix kemudian menyeka keringat pemuda manis itu dengan sapu tangan yang dibawanya. Felix masih bergumam tidak jelas soal monster namun Changbin mengabaikannya dan tetap telaten menyeka keringat yang ada di sekitar wajah dan leher Felix. Sesekali Changbin akan menatap ke arah kaki Felix yang kini kembali berdarah namun ia belum bisa menanganinya karena Felix tidak dalam keadaan yang stabil.

Entah pemuda manis itu sudah seperti ini sejak kapan, yang pasti hanya dengan melihatnya saja Changbin merasa sedih. Di usia semuda itu Felix sudah mengenal obat-obatan terlarang karena kurangnya kasih sayang. Bukankah hidup ini terlalu kejam bagi anak seusianya?

Three Words 4 [ChangLix] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang